Setelah agak lama baru dikeluarkan rudalnya, dan saking penuhnya isi kemaluan Dewa di vagina Wedi, terdengar bunyi, "Plop..!" saat kedua alat kenikmatan itu dipisahkan.
"Berapa sih panjangnya Wa?" tanya Wedi.
"Cuma 20 cm."
"Oh, pantas sampai sesak rasanya." Wedi lalu menyentuh kemaluan Dewa dan mengusapnya perlahan.
"Wa, saya selalu sendirian di rumah ini. Suami saya sudah tua dan sering di luar kota. Saya ingin hubungan kita tidak terhenti," Wedi menyenderkan kepalanya sambil terus mengusap penis Dewa.
"Wedi, saya rasa apa yang kita lakukan sudah cukup. Sekarang saya ingin pulang. Saya harap kamu memegang janji kamu untuk membayar saya penuh satu bulan." Dewa sangat tidak ingin melanjutkan kemesraan ini karena selain waktu telah menunjukkan jam 6 sore. Dia juga tidak ingin mengambil resiko tertangkap basah dengan istri orang lain.
Tiba-tiba terdengar suara klakson mobil dari depan rumah.
"Siapa tuh Wed?" tanyaku setengah panik sambil bergegas mengambil baju untuk dipakai.
"Itu suamiku.!" jawab Wedi.
"Oh tuhan, apa yang saya lakukan. Apa jadinya kalau dia masuk." Dewa berpikir membayangkan nasibnya.
"Wed, jangan buka dulu pintunya, beresin dulu kamar ini..!" tentu saja Dewa mengusulkan hal itu. Karena di atas peraduan cipratan air sperma dan lendir kewanitaan Wedi ada di mana-mana.
"Percuma Wa. Suamiku pegang kunci juga," Wedi menjawab sambil merobek-robek baju yang dia pakai saat kami berlatih piano, dan juga pakaian dalamnya. Dewa sangat heran melihatnya. "Apa yang Wedi lakukan..?" Dewa bertanya dalam hati.
Belum sempat Dewa bertanya, terdengar pintu depan dibuka dan tiba-tiba masih bertelanjang bulat Wedi lari ke ruang tamu sambil berteriak dan menangis tersedu-sedu.
"Pi.. Papi.. saya diperkosa Pi..!" tangis Wedi dipelukan suaminya.
SABTU, 5 MEI 1997
Sudah sebulan lebih Dewa berada di kursi pesakitan. Kini dia sedang menunggu detik-detik putusan Hakim akan dirinya.
"Saudara Dewa Karta Purnama dinyatakan secara sah terbukti bersalah melakukan tindak pidana perkosaan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dipotong masa tahanan." terdengar suara Pak Hakim membacakan putusannya, lalu mengetokkan palunya ke meja. Dewa merasa kepalanya berputar, jika boleh, dia memilih lebih baik mati. Dilihat Ibunya meneteskan air mata di kursi pengunjung, dan ketika dia memasuki mobil tahanan. Tangis Ibunya menjadi meledak-ledak, histeris dia mengejar mobil tahanan yang terus melaju seperti mengacuhkannya.
"Maafkan aku Ibu, maafkan aku.." lirih Dewa berucap melihat ibunya yang terus berlari mengejar dirinya.
MINGGU, 6 MEI 1997
Ini hari kedua dia berada di LP Cipinang, hari pertama kemarin dia menghabiskan waktunya dengan menyesali nasibnya yang buruk. Kali ini dia lebih baikan. "Tak ada yang perlu disesali. Ini memang jalan hidupku." Dewa yakin segala cobaan ini akan berakhir.
"Korvey.. Korvey..!" Sipir penjara berteriak melewati semua blok sambil membuka semua pintu sel.
Dewa segera keluar ketika pintunya dibuka.
"Upffss..!" pekik Dewa. Ternyata dia menabrak seorang pria yang sedang jalan di depan selnya.
"Besar juga badannya, sampai badanku mental," guman Dewa. Dewa lalu minta maaf kepada pria yang ditabraknya. Tinggi hampir sama dengan dirinya sekitar 172 cm, hanya pria ini badannya lebih padat. Otot Trisep dan Bisepnya terlihat jelas, begitu juga otot dadanya yang menonjol ke depan. Tapi pria ini ramah juga, buktinya dia mejawab maaf Dewa dengan tersenyum. "Gak pa-pa, kok. Lain kali hati-hati aja..!" katanya tersenyum lalu melangkah meniggalkan Dewa.
Dewa memperhatikan pria itu, "Pria itu tidak pantas berada di sini, wajahnya sangat ramah dan simpatik. Selain itu sepertinya dia juga baik, mungkin nasibnya sama dengan diriku."
Diperhatikan lagi pria itu. Dia memakai kaos tanpa lengan, celana jeans pendek. Bentuktubuhnya yang V terlihat jelas. Rambutnya yang sepanjang bahu berwarna hitam gelap.
"Dia benar-benar tidak pantas berada di sini, dia harusnya berada di majalah-majalah dan iklan TV." dalam hati Dewa berucap sambil melangkah menuju tempat korvey.
Para napi mulai membersihkan pekarangan dalam LP. Kelihatan sekali Dewa tidak menikmati pekerjaannya. Sering kali dia ditegur oleh sipir penjara karena kedapatan melamun. Tiba-tiba dilihatnya seorang pria melambai-lambaikan tangannya mengajaknya mendekat. "Itu pria yang tadi, mungkin dia butuh bantuan," Dewa mendekati pria itu. Dilihatnya pria itu keberatan mendorong gerobaknya yang penuh berisi batu.
"Bantu aku dong..!" katanya sambil menyodorkan tangannya.
"Edward" katanya.
"Dewa.."
"Dorong ini sampai belakang LP," katanya sambil mulai mendorong. Dewa segera menarik gerobak itu dari depan dan Edward dari belakang. Setibanya di belakang mereka mengosongkan gerobak itu.
"Eh kamu mau rokok nggak," tanya Edward melangkah meninggalkan gerobak itu tergeletak begitu saja.
"Boleh.." Dewa bergegas menyusul langkah teman barunya itu.
Tiba-tiba begitu badan mereka terhalang oleh pepohonan, Edward segera berkelit masuk ke sebuah ruangan yang kemudian dijelaskan oleh Edward sebagai bekas tempat gunting rambut para napi. Tempat itu tak terpakai lagi karena para napi memilih mencukur rambutnya kepada sipir penjara yang harganya lebih murah. "Tentu saja lebih murah, karena uangnya masuk ke kantong sipirnyatidak ke kas Lp seperti tempat cukur ini."
Edward lalu mendokel satu ubin dan mengeluarkan satu Pak rokok dari luar negeri. Di bawah ubin itu masih banyak benda-benda lain yang tidak jelas terlihat oleh Dewa.
"Nih cobain.." Edward menyodorkan rokok itu.
Dewa menghisap rokok itu sambil memejamkan matanya penuh kenikmatan. Ketika dia membuka matanya dilihat Edward sedang membuka ubin lagi. Lalu dia mengeluarkan sebuah majalah dan sebotol lotion. "Ini majalah porno dan ini pelumas, aku harus melakukan ini kalau ingat pacarku." katanya, lalu mulai membaca majalah itu.
Seumur hidupnya Dewa tidak pernah membaca buku seperti itu, makanya dia tertarik untuk ikut melihatnya. Setelah sekian lama melihat dan membaca buku itu, Edward lalu berdiri, dia melorotkan celananya. Dewa terkejut melihat Edward secuek itu. Edward lalu melorotkan juga celana dalamnya. Dioleskanya lotion itu ke ke ujung penisnya, lalu diusapkan ke seluruHPermukaan penisnya.
"Ougghh.." matanya memejam menahan nikmatnya perasaan di penisnya. Lalu dimajumundurkan tangan kanannya pada penisnya, sedangkan tangan kirinya meremas-remas bola zakarnya. Matanya tetap memejam dan sekali-sekali terdengar leguhan dari mulutnya. Gerakan tangan kanannya kadang maju mundur kadang memutar, kadang cepat kadang lambat. Dewa hanya diam terpaku melihat kejadian di depannya. Setelah beberapa menit tubuh Edward mengejang dan condong ke depan.
"Ouugghh..!" lenguhnya sambil memuncratkan spermanya ke tembok.
Edward lalu terduduk sambil tangan kanannya meremas-remas penisnya. sepertinya dia inginmenghabiskan sisa sperma yang masih ada di dalam rongga kemaluannya.
"Sekarang giliran kamu," katanya pada Dewa.
"Gak ah..!" Dewa menggelengkan kepalanya sambil kagum pada kecuekan pria di depannya.
"Ayo jangan malu-malu."
"Kamu juga udah nafsu kan.?" katanya lagi.
"Iya sih, tapi kan malu ada kamu."
"Alah cuek aja, ini lotionnya.." Edward memberikan botol lotion pada Dewa.
Dewa mengambil botol itu, sambil memikirkan kenapa juga dia harus malu, ini kan hal yang lumrah untuk pria seusia mereka. Lalu Dewa berdiri dan menjatuhkan celananya ke lantai. Dibuka juga celana dalamnya. Terlihat penisnya yang sedikit lebih besar dari punya Edward sudah tegakberdiri mengacung ke arah tembok.
Ditumpahkannya lotion ke telapak tangan lalu dioleskan ke permukaan penisnya. Dikocok secara pelan kemaluannya sampai pangkal-pangkalnya. Mata Dewa terpejam dan sesekali badannya condong ke depan. Lalu dia mendiamkan tangannya dan memajumudurkan pantatnya, seolah-olah dia benar-benar sedang menyetubuhi seorang wanita. Tangannya yang dibuat berbentuk O dan licin oleh minyak lotion dirasakannya bagai rongga dalam vagina. Makin lama gerakannya makin cepat.
"Wa ngadep sini Wa.!" tiba-tiba Edward berteriak mengagetkannya.
"Ada apa?"tanya Dewa sambil berputar menghadapkan badannya ke Edward.
"Muntahin ke gua Wa.!" Kata Edward lagi.
"Wah gila lo," kata Dewa sambil terus mengocok.
"Iya Wa..!" katanya dengan mata berbinar.
Dewa yang sedang dalam puncak kenikmatan dan akan orgasme tidak berpikir panjang. Langsung sajamemuntahkan air spermanya dengan tetap menghadap Edward. Tentu saja sebagian spermanya menyiprat wajah Edward.
"Ougghh.." lenguh Dewa sambil memajukan pantatnya dan menggenggam penisnya sampai pangkalnya.
"Ouughh.. nikmat banget gila..!" kata Dewa berteriak kegirangan.
Edward tersenyum di sampingnya.
"Ayo kita ke pekarangan lagi. Kalau terlalu lama nanti sipirnya curiga," kata Edward sambil membereskan semua peralatan mereka dan melangkah keluar ruangan.
Sejak kejadian itu Dewa jadi sering melakukan onani bersama-sama Edward di ruangan rahasia mereka. Mereka makin lama menemukan permainan-permainan baru dalam onani mereka seperti, siapa yang muncratan spermanya paling jauh, siapa yang paling lama menahan ejakulasinya, siapa yang paling cepat ejakulasi. Tapi selama melakukan itu bersama Edward, Dewa merasakan bahwa teman dekatnya itu terlalu imajinatif. Dia sering mengatakan bahwa penisnya lebih kuat dari pedang. Dan sering mengajak Dewa beradu pedang. Jika Dewa lagi datang isengnya dia akan meladeni juga. Dan menurut Dewa, Edward itu terlalu baik. Edward kadang rela mengocokkan penisnya. Meremas-remaskan dan memutar-mutarkan penisnya dengan alasan Edward suka merasakan denyutan penis ketika akan mengeluarkan spermanya. Tidak terlintas di pikiran Dewa bahwa temannya itu homoseksual sampai di suatu hari..
JUMAT, 12 DESEMBER 1997
Saat itu kami terlalu asyik di ruang cukur sampai terlambat ikut apel pagi, sehingga kami dihukum membersihkan kamar mandi. Jadi saat para napi sudah kembali ke sel, kami berada di kamar mandi menjalankan hukuman. Ketika berada di ruang shower, tiba-tiba Edward berbicara, "Wa, kamu pernah nggak ngebayangin ciuman dengan aku?" tanyanya sambil melihat pada Dewa.
"Wah gila lo ya?" Dewa berusaha mengacuhkan pertanyaan temannya.
"Gua serius Wa! Apa yang kamu rasakan jika aku mencium bibir kamu.. lalu aku mencium dada kamu.. menjilati puting kamu dan mengulum penis kamu?" Edward bertanya dengan wajah serius.
Dewa jadi salah tingkah, dia merasa dirinya normal. Tetapi entah mengapa kemaluannya tiba-tiba menghangat dan mulai terisi oleh darah. Dewa berusaha menahan ereksinya, dia melanjutkan membersihkan dinding ruang shower.
"Wa, nggak usah malu Wa, nggak pa-pa kok, sekarang punyaku juga sudah bangun. Pegang aja, kalo nggak percaya," kata Edward sambil tangannya menuntun tangan Dewa memegang bagian depan celananya.
"Astaga!" Dewa merasa penisnya makin penuh oleh darah dan makin keras, terasa berdenyut-denyut begitu juga dengan penis temannya. Dewa tidak tahu harus berpikir apa.
Tiba-tiba Edward membuka bajunya dan berkata, "Mandi bareng yuk!" dengan cepat dia membuka kran shower. Lalu dia membuka seluruh pakaian yang ada di tubuhnya sehingga dia telanjang bulat. Penisnya terlihat tegak menunjuk ke depan.
"Ayo coba aja," kata Edward sambil menarik tangan Dewa.
"Sebentar.. sebentar, ntar baju gua basah," pekik Dewa.
Lalu dia mencopot baju dan celana beserta celana dalamnya dan bergabung bersama Edward.
Mereka berdua dalam keadaan telanjang bulat dan dalam keadaan kemaluan mereka keras menegang saling berdiri. Edward mendekatkan dirinya dan penis mereka saling bersentuhan, kemudian dia jongkok dan mengulum kemaluan Dewa beserta bijinya, Dewa mengerang keenakan. Tangan kiri Edward berada di pangkal kemaluan sementara mulutnya mengulum kemaluan Dewa, tangan kanan Edward berada di pantat Dewa yang bulat.
"Ahh.. ahh.. terus, Ward!" kata Dewa sambil pantatnya makin cepat maju mundur. Makin Edward hisap dengan kuat, penisnya makin terasa hangat dan berdenyut, terlihat tangan kanan Edward mulai mengocok kemaluannya sendiri. Edward menghisap penis Dewa dengan ganas, dijilatinya seluruh permukaan penis. Kemudian dengan cepat dia menggerakkan kepalanya maju mundur dengan cepat dan isapannya makin kuat. Dewa memegang kepalanya dan bersandar di dinding. Makin lama terasa denyutan di penis, sepertinya ada aliran sungai yang ingin keluar.
"Aahh.." Dewa mengerang dan cairan hangat menyembur ke dalam kerongkongan Edward. Lepas sudah air mani Dewa, ditelan oleh Edward seluruhnya dengan hausnya. Sementara tangan Edward makin cepat mengocok kemaluannya dan, "Aahh..!" Edward melepaskan air maninya di lantai. Lepas dan nikmat sekali.
Lalu mereka berpakaian, dan melanjutkan hukuman yang mereka terima. Selagi bekerja sesekali mereka saling melirik dan tersenyum. Setelah selesai, sekitar jam 9 pagi mereka mengembalikan alat-alat yang dipakai.
Ketika melewati kamar sipir untuk penjaga malam, Edward tiba-tiba menarik tangan Dewa masuk ke dalam. "Wa, sekarang sipirnya ada di pos jaga semua, tempat ini bakal kosong sampe ntar shift siang datang." Edward mulai membuka bajunya. "Tapi Ward aku capek.!"
Tetapi Edward sama sekali tidak memberinya kesempatan karena tangan Dewa langsung diseret. Tahu-tahu mereka sudah berhadapan, dekat sekali, tangan Edward memeluk dia dan dia juga begitu. Entah kapan mulainya, bibir Edward dan bibirnya sudah saling menyerang. Saling gigit, saling sedot, dan lidah kami sudah sama-sama bertempur.
Edward menggigit telinga Dewa, belakang telinganya dijilat-jilat mesra, dan tangan kanan Edward mulai bermain-main mencari puting Dewa. Sesudah didapatkan, dipelintir-pelintir putingnya, sampai Dewa terengah-engah, merintih-rintih, sambil mulut dan lidah Edward sibuk menggigit-gigit di leher dan telinga Dewa. Dewa mendesah-desah meminta Edward untuk tidak menghentikan permainan itu.
Dewa mengerang-erang lebih dahsyat lagi ketika Edward mulai menjilat-jilat putingnya. Edwardmenyedot-nyedot, menghisap-hisap, dan menggigit-gigit kecil yang kanan, yang kiri dan seterusnya berganti-ganti. Seperti ada denyut-denyut nikmat di penis Dewa setiap Edward mempermainkan puting Dewa dengan giginya. Karena tidak tahan, Dewa terduduk di tempat tidurnya, dan merebahkan diri. Edward pun langsung menindih dan memagut bibir Dewa. Sekali lagi bibir mereka saling berpagutan.
Edward lalu perlahan-lahan membuka baju dan celana Dewa sambil terus berpagutan, sehingga tak terasa oleh Dewa, dia sudah telanjang bulat. Edward lalu menggenggam kemaluan Dewa yang telah tegak berdiri berdenyut.
"Wa boleh nggak aku memasukkan penisku ke anusmu?" tanya Edward dengan wajah yang memelas menggemaskan.
"Nggak lah..! Kalau itu pasti nggak akan gua ijinin.!" cepat Dewa menjawab.
"Kalau kamu masukin penis kamu ke anusku mau nggak?" tanya Edward masih dengan wajah menggemaskan.
Setelah agak berpikir beberapa detik, Dewa menjawab, "Oke dehh.!"
"Tapi Wa, kamu gesek-gesekin dulu ya kepala penis kamu di lubang anusku."
Dewa lalu menjawab dengan anggukan.
Sambil berpagutan kini mereka berganti posisi, Edward jadi di bawah dan Dewa di atas. Tangan mereka saling menggenggam penis lawan mainnya. Bibir mereka saling mengulum. Lidah mereka saling menjilat dan tangan mereka yang satu lagi saling meremas rambut pasangannya.
"Wa, mulai ya..!" kata Edward sambil memutar tubuhnya sehingga membelakangi Dewa lalu mengangkat pantatnya tinggi ke atas. Kini dia dalam keadaan menungging. Dari belakang terlihat pantat Edward yang bulat sangat menggoda dan merangsang. Sedang lubang anus Edward sudah berdenyut-denyut siap untuk meremas-remas penis Dewa yang akan dimasukkan. Edward membuka lebar kedua kakinya, sehingga lubang anusnya merekah terbuka.
Bersambung . . . . . .
Lika-liku kehidupanku - 2
13.21
Bondage