Pesta seks dengan 3 Gadis Dusun - 1

Cenit bersandar di dinding, gadis itu duduk sambil memeluk kedua lututnya. Setengah busana atasnya masih rapi tapi seluruh rok dan celananya sudah terbuka. Menampakkan kedua paha yang putih mulus dan montok. Sementara tumpukan daging putih kemerahan menyembul di sela rambut-rambut hitam yang nampak baru dicukur.

Sedikit tengadah dan dengan tatapan mata sendu ia berujar lirih…

“Masukkanlah, Kak! Aku juga ingin menikmatinya….”

Aku hanya terdiam.. kami sama-sama sudah membuka busana bagian bawah, beberapa menit kemudian kami bergelut di pojok ruangan itu. Dengan penuh nafsu ku tekankan tubuhku ke tubuh gadis itu. Ia membalas dengan merengkuh leherku dan menciuminya penuh nafsu. Baca kelanjutan cerita seru pesta seks dengan 3 gadis dusun hanya di RumahSeks. Tubuhnya terasa panas dan membara oleh gairah, bertubi-tubi kuciumi leher, pundak dan buah dadanya yang kenyal dan besar itu. Ia hanya melenguh-lenguh melepas nafasnya yang menderu. Setiap remasan dan kuluman… diiringi dengan erangan penuh kenikmatan.

Tanpa kusuruh ia membuka sebagian kancing bajunya. Menampakkan onggokan buah dada yang membulat dan putih. Tanpa membuka tali beha ia mengeluarkan buah dadanya itu dan mengasongkannya ke mulutku.

Dengan rakus kukulum buah dada besar Cenit sepenuh mulutku. Ia mengerang antara sakit dan enak. Nafasku pum semakin tersendat, hidungku beberapa kali terbenam ke bulatan kenyal dan hangat itu.

Puncak dadanya basah oleh air liurku yang meluap karena nafsu. Licin dan agak susah meraih puting susunya yang mungil kemerahan itu. Jelas sekali kulihat proses peregangannya. Semula puting susu itu terbenam, namun dalam sekejap saja dia keluar menonjol dan mengeras.

Cenit tahu susah mengulumnya tanpa memegang karena aku mencengkram erat leher dan pinggang gadis itu. Tanpa menunggu waktu ia memegangi buah dadanya dan mengarahkan putingnya ke mulutku.

Aku pun mengulumnya seperti bayi yang kehausan. Mengulum dan menyedot sampai terdengar berbunyi mendecap-decap. Kulihat gadis itu, dalam sayu matanya merasakan kenikmatan, bibirnya tersungging senyuman dan tawa kecil. ‘Gigit sedikit, Kak.’ pintanya padaku.

Aku menuruti kemauannya, dengan gigiku kugigit sedikit puting susunya. ‘Aih….’ Jeritnya lirih sambil menggigit bibir. Barangkali ia tengah merasakan sensasi rangsangan nikmat luar biasa di bagian itu. Kurasakan tubuhnya melunglai menahan nikmat.

Kemudian tubuh kami saling mendekap semakin rapat. Gairah dan rangsangan nikmat menjalar dan memompa alirah darah semakin kencang. Secara naluriah aku menyelusuri tubuh sintal Cenit.

Mulai dari leher, terus ke punggung, meremas daging hangat di pinggul… terus ke bagian bawah. Akhirnya menyelip di antara paha. Gadis itu membuka pahanya sedikit, mengizinkan tanganku menggerayangi daerah itu.

Dalam pelukan erat, tanganku mencoba masuk… ehm.. bagian itu terasa hangat dan basah. Cenit menggeser pantatnya sedikit. Kedua matanya memejam sembari menggigit bibir , desah-desah halus keluar tak tertahankan. Detak jantungku semakin kencang ketika kubayangkakn apa yang terjadi di’sana’.

Gadisku menggelinjang, nafasnya sesekali tertahan, sesekali ia seperti menerawang, apa yang dia harapkan? Aku tahu, dia menginginkan itu, dia mendorong-dorongkan pantatnya ke depan, agar bagian itu lebih tersentuh oleh jemariku. Dengan penuh pengertian aku pun turun… dari leher… buah dada.. wajahku terseret ke bawah, menikmati setiap lekuk liku tubuhnya yang hangat. Setiap sentuhan dan gesekan menimbulkan rintihan lirih dari mulutnya. Wajahnya menengadah, matanya setengah terpejam, bibir agak terbuka, dan sedikit air liur menetes dari salah satu sudutnya.

“Teruskan, kak… jangan hentikan..!” pintanya. “Puaskan aku….?” katanya lagi tanpa rasa sungkan. Yah, tak ada rahasia di antara kami. Apa yang dia inginkan untuk memuaskan hasratnya, pasti dia minta, kapan saja kami bertemu. Begitu pula aku… kalau lagi pingin, dia pasti kasih.

Perlahan aku menyusuri tubuhnya ke bagian bawah. Sekarang aku sudah di atas perutnya yang mulus. Aku bermain-main sebentar di sana. seluruh tubuh Cenit memang sangat menggairahkan. Tidak ada lekuk tubuhnya yang tidak indah. Aku sangat menikmati semuanya.

Tiba-tiba Cenit memegang kepalaku, meremas sedikit rambutku dan mendorong kepalaku ke bawah. “Ayo, Kak, udah gak tahan nih..! Jangan di situ aja dong….Aih..” Aku menurut…. Dulu aku bilang aku ingin merasakan dan menjilati kemaluannya, dia bilang hal itu menjijikkan. Dalam keadaan terangsang dia sangat menginginkanya. Sesampai di bagian itu… aku terpana menyaksikan pemandangan indah terbentang tepat di depan mataku. Setumpuk daging berwarna kemerahan berkilat di celah-celahnya …

Bagian itu, bibir kemaluan Cenit yang merah dan basah dipenuhi cecairan lendir yang bening. Dengan kedua jari telunjuk ku buka celah itu lebih lebar… Klentitnya menyembul… nampak berkedut karena rangsangan nikmat tidak terkira.

Berkali-kali ia berkedut… setiap denyutan dibarengi dengan nafas dan rintih tertahan gadis itu. Aku memandang ke atas. Ke arah payudaranya yang terbuka, putingnya semakin mengeras. Nafasnya terengah-engah, buah dada Cenit yang putih itu nampak naik turun dengan cepat. Kulihat lagi kemaluan gadisku itu… semakin merah dan merekah. Kubuka lagi dengan dua telunjukku… cairahn kental pun mengalir deras. Meluap dan merembes sampai ke sela paha, persis seperti orang yang sedang ngiler. Cairan itu terus mengalir perlahan… sampai ke arah anus. Kemudian perlahan berkumpul dan akhirnya menitik ke lantai. Semakin lama semakin banyak titik-titik lendir bening yang jatuh di lantai kamar itu.

Terasa ia merenggut rambutku… dan menekankan kepalaku ke arah vaginanya yang sedang terangsang itu. Aku pun semakin bernafsu…. Dengan penuh semangat aku pun mulai mengulum dan menjilati seluruh sudut kemaluan Cenit…

“Ahh…. Ahhhh… nikmat sekali, Kak!” Cenit merintih, tubuhnya menegang, cengkramannya di kepalaku semakin kuat. Pahanya mengempot menekan ke arah mukaku, sementara kemaluannya semakin merah dan penuh dengan lendir yang sangat licin.

Aku pun semakin dalam menusuk-nusukkan lidahku ke liang senggamanya. Beberapa kali klentitnya tersentuh oleh ujung gigiku, setiap sentuhan memberi pengaruh yang hebat. Gadis itu melolong menahan nikmat… aku terus menyelusuri bagian terdalam vaginanya. Oh… hangat dan sangat-sangat basah. Tak bisa kubayangkan kenikmatan apa yang dirasakannya saat ini. barangkali sama nikmatnya dengan rangsangan yang kuperoleh dari kemaluanku yang juga sudah mengeras sedari tadi.

Rasanya sangat nikmat dan tergelitik terutama di bagian pangkal… rasanya ingin aku melepaskan nikmat di saat itu juga. Tapi aku harus menyelesaikan permainan awal ini dulu, gadis ini minta untuk segera di tuntaskan.

Semakin aku memainkan kemaluannya, semakin ia mengempot dan menekankan kepalaku ke arahnya. Sesekali aku menengadah menatap wajahnya yang merah. Tampak ia menghapus air liurnya yang mengucur dengan lidahnya yang merah itu. Tiba-tiba ia tertawa mengikik… seperti ada yang lucu. Ia mengusap wajahku yang bergelimang cairan vaginanya. Sambil memandangku penuh pengertian. “Lagi, Kak” pintanya.

Aku mengulangi lagi kegiatan itu, ia pun kembali merintih-rintih menahan rangsangan hebat itu di kemaluannya. Beberapa kali klentit itu kusentuh dengan ujung gigi…. Tiba saatnya, dia sudah sampai mendekati puncak. Nafas semakin memburu dan tubuhnya menegang hebat beberapa kali. Tanpa sungkan lagi, ia mengeluarkan lolongan penuh kenikmatan ketika rasa enak itu tiba…

“Ohhhhh… hhhh…ahhhhhhhh…” jeritnya lepas. “Enak sekali…”

Pantatnya mengempot ke depan setiap denyutan nikmat itu menyergap vaginanya… dan setiap denyutan diiringi dengan keluarnya cairan yang lebih banyak lagi. Beberapa cairan itu bagaikan menyembur dari liang senggamanya, aku mundur sebentar, melihat bagaimana bentuknya vagina yang sedang mengalami orgasme. Tegang, merah, basah… berkedut-kedut, cairan pun membanjir sampai ke kedua pahanya….. mengalir dengan banyaknya sampai ke mata kaki… Aku pun tidak tahan melihat keadaan itu, cepat aku berdiri… mengasongkan kemaluanku yang sudah tegang itu ke arahnya.

Ia memelukku, terasa tubuhnya bersimbah peluh, wajahnya yang memerah karena baru melepas nikmat itu disusupkannya ke leherku. Memelukku semakin kuat…

“Puaskanlah dirimu, Kak!”

Aku pun mendekap tubuh sintal itu semakin erat. Rasa nikmat berkecamuk di titik kemaluanku. Terasa semakin menegang dan mengeras…. Tapi aku ingin merasakan sensasi yang lain.

Kuturunkan kepala gadis itu ke bagian itu. Ia menurut, perlahan ia menyusuri tubuhku dari dada terus turun ke bawah. Seperti yang kulakukan tadi, mulutnya menciumi perutku dan terus turun… sesampai di bagian itu ia memandangi penis yang selama ini selalu dia senangi.

Ia menengadah.. memandangku dengan senyuman nakal…. “Besar sekali punyamu, Kak! Ini untukku untuk selamanya,” katanya sambil mengelus dan mulai meremas pangkalnya. Aku terkesiap… jemari lembut itu mulai mengocok-ngocok kemaluanku dengan penuh cinta.

“Nikmatilah, Kak! Aku ingin kamu menikmati dan merasakan kenikmatan seperti yang aku rasakan, kamu milikku, tidak boleh untuk orang lain….” Aku mengangguk sambil tersenyum, perempuan kalau sudah cinta dan ingin pasti mau melakukan apa saja. Perlahan ia mulai mengocok pengkal kemaluanku… sesekali ia mengecup bagian kepalanya yang seperti topi baja itu. Lembut dan penuh kasih sayang. Beberapa kali pula ia menempelkannya di pipi sambil matanya terpejam.

“Ohh.. inilah yang aku impikan selama ini. Kepunyaanku milik kekasihku yang perkasa…”

Kemudian ia meningkatkan kocokannya, kedua jemari tangan menggenggam dan meremas-remas menimbulkan rasa geli luar biasa. Kemaluanku semakin menegang menahan nikmat.. keras dan enak.

Gadis itu sangat lihai mempermainkan jemarinya, seolah dia turut merasakan apa yang kurasakan. Sambil terus jongkok dan menciumi pangkal kemaluanku jemarinya terus juga digesekkannya.

Akhirny aku pun tak tahan lagi… aku merenggut rambut di kepalanya, tubuhku pun menegang. Aku mendorong pantatku ke depan, pahaku mengejang menahan sesuatu yang bakal kukeluarkan.

“Cenit…” kataku sambil mencengkram rambutnya. Ia menatapku, wajahnya tepat di ujung kemaluanku yang sedang dicengkeramnya. Gadis itu tersenyum kecil…. Dia senang menatapku yang sedang dalam puncak nikmat.

Maka, sambil setengah terpejam, aku pun mengeluarkan segalanya, kemaluanku meledak dalam genggaman tangan Cenit, menyemburkan air manikyang sangat banyak, mengenai seluruh muka gadis itu. Sebagian ada yang menyembur dan kena ke rambutnya. Kelopak mata gadis itu berkedip menahan serangan air mani yang mendarat di wajahnya…

“Hhhh…hhhh.hh,” perlahan nafasku mulai teratur… puncak itu sudah sampai, nikmat tak terlukiskan kata-kata.

Cenit bangkit berdiri dan menuju pojok ruangan. Paha dan pantat mulusnya nampak gemulai ketika ia melangkah. Gadis itu mengambil baju, mengusapkannya di wajah yang penuh cairan mani. Menoleh ke arahku sambil tersenyum, kemudian berjalan ke arahku. Merentangkan kedua tangan, memelukku dan menempelkan pipinya di pipiku.

“Enak ya, Kak”

Aku mengangguk, memeluk tubuh yang masih bersimbah peluh itu. Memandang matanya lekat-lekat. Ia membalas tatapanku, “Aku sangat mencintaimu, Kak. Kaulah milikku dan milikilah aku selamanya…”

Entah berapa lama kami berpelukan sambil berdiri.

Ketika angin berdesir melalui kisi-kisi jendela, terasa semuanya sudah mengendur. Jiwa dan raga sudah terpuaskan. Sekarang waktunya merapikan pakaian, duduk mengobrol di ruang tamu. Sebentar lagi teman-teman kost kekasihku akan pulang. Kami akan mengobrol di ruang tamu, bercanda, seperti tidak ada kejadian apa pun sebelumnya.

Tiba-tiba gadis itu berdiri seperti tersentak kaget. Ia memandangku sambil tersenyum kecil. Aku tak mengerti ketika ia menunjuk dengan sudut matanya ke arah lantai. Ha ha ha… hampir lupa, cairan itu masih berserak di lantai. Buru-buru ia pergi ke belakang dan kembali dengan secarik kain. Perlahan dia lap lendir-lendir itu dengan kain tadi.

“Ini punyaku…” katanya sambil menunjuk setitik cairan. “Dan ini punyamu, Kak!” hehe aku tersenyum. “Dari mana kamu membedakan keduanya?” tanyaku sambil mengambil sebatang rokok.

Seraya bangkit dan tertawa… “Punya perempuan dan laki-laki jelas beda. Punyaku lebih bening…”

“Tapi punyaku lebih enak kan?” kataku bercanda.

“Iya dong sayang…. ” katanya seraya menghampiriku dan mengusap wajahku penuh kasih dan sayang. “lain kali kita masukin ya . Kak. Aku ingin lebih menikmatinya..” bisik gadis itu, “Aku ikhlas demi Kakak…” bisiknya lagi di telingaku. Ia melingkarkan tangannya di leherku, aku pun memeluk tubuh sintal dan bermandi peluh itu lebih erat.

Malam belum begitu larut ketika aku dan Liani sedang asyik bercinta di ruang tamu rumah kostnya. Tubuh montok gadis itu terbaring pasrah di atas dipan sederhana yang terletak di salah satu sudut ruangan. Sedari tadi punyaku keluar masuk menyelusuri seluruh lipatan kemaluan gadis itu.

Berkali-kali gadis itu menggeram menahan rasa. Lipatan basah dan hangat itu terasa sesekali menyempit. Dia sungguh menikmatinya gesekan-gesekan itu, aku juga. Yang hebatnya, gadis satu ini sepertinya tidak memerlukan foreplay. Kami langsung melakukannya begitu saja. Cukup dengan tatapan mata, kami sudah tahu apa yang kami inginkan, kepuasan di malam yang basah oleh rintik hujan ini.

Jam delapan malam aku ada janji dengan Cenit kekasihku untuk bertemu di rumah kost khusus putri ini. Padahal malam ini bukan malam minggu seperti biasanya kami bertemu. Tapi dia sms aku minta ketemuan, ada yang penting katanya. Aku paham yang penting itu apa.

Yang aku tidak mengerti ketika aku tiba di rumah kost itu, ternyata dia tidak ada. Liani teman sekost nya yang menyambutku. Dia suruh aku masuk dan ketika kutanyakan kemana Cenit, dia bilang sedang keluar sebentar, ada perlu dan dia pergi dengan Rinay kawan sekampungnya. Dia bilang, kata Liani, suruh tunggu saja nggak akan lama kok. Liani, gadis lain desa yang bertubuh tinggi semampai berkulit putih dan berambut panjang itu menyuruhku duduk.

Tak lama dia pergi ke belakang , mau bikin minum katanya. Aku manut saja seraya mengambil sebatang rokok. Diam-diam kerhatikan tubuh gadis itu dari belakang ketika berlalu. Cukup lumayan, tinggi dan lumayan montok. Apalagi malam ini dia hanya menggunakan sehelai baju tidur sebatas lutut tanpa lengan. Menampakkan gumapalan-gumpalan indah khas gadis desa yang terbiasa bekerja cukup keras.

Tak terasa aku menghela nafas sambil menyaksikan pemandangan tubuh Liani yang gemulai menuju ke ruang belakang yang agak gelap itu. Pantatnya lumayan besar dan berisi, sementara kedua betis tampak putih mulus dengan tumitnya yang kemerahan. Kalau tidak ingat Cenit kekasihku, mungkin gadis ini pun sudah kupacari, tapi katanya dia sudah punya pacar, entah siapa aku belum pernah ketemu dengan lelaki yang katanya jadi pacarnya itu.

Tak lama kemudian gadis itu kembali sambil membawa nampan dengan segelas air putih. “Maaf, Bang, cuma ini yang aku sediakan,” katanya sambil setengah embungkuk meletakkan gelas itu di meja di hadapanku.

Tanpa sadar belahan dada gaun tidur gadis itu agak melorot, menampakkan dua bulatan putih yang mau tidak mau merasuk ke mataku. Kuakui tubuhnya sangat sintal. Walaupun tinggi semampai, tubuh itu tampak padat dan berisi. Buah dadanya tampak menantang tatkala ia berdiri.

Liani mengibas-ngibaskan rambut panjangnya di depanku. Bibirnya tersenyum. “Ada perlu apa, Bang? Kok tumben nggak malam mingguan ke sininya?” tanyanya sambil membenahi rambutnya yang indah itu. Ia menatapku dari sudut matanya.

Gadis yang satu ini memang memanggilku dengan sebutan ‘Bang’, tidak seperti yang lain memanggilku’Kakak’. Aduhai tubuhmu Liani sangat sintal dan lagak lagumu malam ini seperti bukan kepada orang lain saja.

Gadis itu duduk dengan santainya di depanku sembari memegangi nampan di perutnya. Tak ada canggung sedikit pun ketika mengangkat kedua kakinya dan membiarkan gaunnya yang selutut itu tertarik sampai ke batas paha. Aku menelan air liur ku sendiri. Di rumah kost yang sepi ini hanya kami berdua sementara Cenit dan Rinay entah ke mana….

Bersambung . . . . .

Pesta seks dengan 3 Gadis Dusun - 2

“Masih lama mereka kembali, Liani?” tanyaku asal saja sambil meraih gelas minumku. Gadis itu menatapku lurus-lurus di mataku. Entah apa yang ada dalam benaknya malam ini. “Entah.” Katanya sambil menggeliat, merentangkan tangannya, kedua pangkal lengannya terangkat ke atas menampakkan ketiaknya yang bersih.

“Mungkin dua puluh menit atau setengah jam lagi mereka kembali. Katanya ada perlu, Bang.” Gadis itu menguap dengan enaknya di depanku. Kemudian ia menengadah menampakkan lehernya yang putih mulus itu. Hmm.. gadis ini agak-agak mirip Chinese walau sebenarnya bukan. Tapi terus terang aku cukup tertarik dengan kesintalannya.

“Kenapa gitu, Bang? Bosen ya… Nggak sabar ingin cepat ketemu.”

“Tahu aja perasaan orang…” jawabku sambil tertawa kecil.

“Hmm… tahu dong. Nggak sabar pengen… ”

“Pengen apa, hayo!”

“Pengen … ‘itu’ ya… ” katanya nakal sambil terkekeh.

“Itu apa? Itu … kalau itu kamu juga punya kan?” kataku agak sembrono. Gadis itu merapikan posisi duduknya agak cepat. Tapi kemudian dia santai lagi sambil terus menggeliat, seolah ada kepenatan yang hendak dilepaskan dari tubuhnya itu. Dua gundukan dada itu menyembul dari balik gaun tidurnya yang berwarna biru itu. Tampak tali behanya yang berwarna hitam.

“Ngeliatin apa sih?” katanya sambil memperbaiki tali kutang yang agak melorot di bahunya. “Nggak.” Jawabku sekenanya. Ku lihat ia menatapku tajam. Aku balas menatap. Wajahnya tampak memerah. Aku menahan nafas. Apa rasanya gadis ini? apa bedanya dengan Cenit kekasihku?

Pikiran-pikiran itu berkelebat cepat begitu saja. Seolah dunia sudah jungkir balik. Tak ingat lagi dengan Cenit, dengan Rinay temannya yang barangkali akan pulang. Aku pun bangkit, meraih tangan gadis itu. Liani diam saja, tapi dia tersenyum sambil tertawa sedikit.

“Nggak ada waktu, Kak…” katanya pelan tapi membalas remasan tanganku. Kuselipkan jemariku di jemarinya, dia membalas. Matanya menatapku seolah mengatakan, kalau ingin melakukannya lakukanlah sekarang juga mumpung Cenit dan Rinay belum pulang. Dan itu tidak masalah apakah mereka akan tahu atau tidak, aku pandai menjaga rahasia.

Bisikan-bisikan itu mengiang di telingaku semakin membuat gairahku bangkit. Apalagi jika kulihat tubuh Liani yang montok dan dadanya yang naik turun menahan nafas yang mulai terengah.

Semakin lama remasan semakin erat. Tubuh kami semakin merapat dan terasa tubuh gadis itu memanas. Entah oleh nafsu entah oleh hasrat yang tertahan. Tidak, aku tidak akan menyia-nyiakan kehangatan yang disuguhkan gadis ini, meski bukan kekasihku, tapi… perselingkuhan selalu terasa nikmat.

Dia memang beberapa tahun lebih tua dari gadisku, cenderung lebih dewasa, tapi tak kusangka dia menyimpan kehangatan dan hasrat memadu cinta yang begitu terpendam dan panasnya memancar di malam ini.

“Kak… di dipan itu aja, yuk.” Ajaknya. Senyumannya dari wajahnya yang memerah kelihatan agak genit. Aku setuju, walau pun cuma dipan beralas kasur tipis jadilah. Yang penting aku bisa menikmati tubuhnya malam ini.

Maka, seperti orang kesetanan sambil berpeluk erat kami melangkah ke arah dipan. Di pinggir dipan ia melepaskan pelukanku, dan perlahan tapi pasti menurunkan gaun tidurnya.

Aku hanya bisa memandang mengagumi tubuhnya yang putih mulus dan penuh padat berisi itu. Sementara menurunkan celana dalamnya ia memandangku sembari menatap ke arah bawah. Oh, aku belum membuka celana panjangku, terlalu mengagumi kemolekannya….

Tak lama kemudian kami sudah berpelukan hampir tanpa busana. Dia berada di bawah dalam posisi tradisional. Siap dan menanti untuk dimasuki oleh lelaki yang bukan kekasihnya ini.

Kalau Cenit memerlukan fore play yang cukup lama sebelum terbangkitkan, dia barangkali tidak memerlukan itu. Atau… “Kalau malam begini… aku selalu membayangkan bersamamu, Bang. Bisiknya di telinga, kedua tangan melingkar erat di leherku. Pipinya menempel erat dipipiku.

“Benarkah?” jawabku sambil mencium pipi hangat itu. Liani mengangguk. “Kadang bayanganmu begitui jelas seolah merasuki tubuhku…. Kalau begitu aku suka… emmh.. basah, Bang.”

“Oh, ya?”

“Iya… coba kamu rasakan, Bang.” Katanya sambil menggerakkan pantatnya, menggesekkan tumpukan kemaluannya di batang penisku. Ya, terasa hangat dan basan…

“Sebelum kamu datang, aku sudah membayangkan dirimu.. emhhmmm… tanpa sadar ‘dia’ pun … sudah basah… Aku mencium telinga Liani, dia seperti merinding., tubuhnya menggelinjang karena merinding kegelian.

“Kadang…” bisiknya lagi, “Keluar banyak sekali, sampai membasahi celanaku… sekarang juga udah begitu, Bang.”

Ya, aku rasakan itu, sangat hangat dan sangat basah. Penasaran aku menyelusupkan jemariku ke daerah itu. Ya ampun! Sepertinya aku memasukkan tanganku ke seember lumpur yang hangat. Tak disangka, gadis pendiam ini ternyata menyimpan bara begitu panas. Sebuah rahasia yang selama ini dia pendam…

“Masukkan punyamu, Bang!” pintanya … “Aku udah gak tahan lagi, sedari tadi aku menahan rasa terhadapmu… jangan sia-siakan malam ini… walau sebentar, aku akan puas….”

Gadis itu menggelinjang sekali lagi, membetulkan posisi berbaringnya dan membuka pahanya sedikit lebih lebar agar mudah aku menggelosorkan kemaluanku ke liang senggamanya yang hangat itu.

Terasa meluncur dengan lancar memasuki kemaluan gadis itu. Terus masuk dan membenam sambil ke celah yang paling dalam. Gadis itu mengetatkan pahanya dan pantatnya mulai bergoyang ke kiri da ke kanan.

Tubuhnya terasa semakin memanas. Pelukannya begitu erat dan buah dadanya yang menempel menekan ke dadaku. Dia sudah begitu bernafsu, nafsu yang di pendam lama dan ingin di lepaskan dalam pelukanku malam ini juga.

Terus terang di menit-menit penuh cinta itu aku tidak ingat lagi dengan Cenit. Gadis ini butuh dipuaskan. Hasrat yang sudah menyeruak tidak bisa lagi di tarik surut ke dalam. Segala rem sudah di lepas dan kami pun melayang tanpa kendali menikmati semuanya malam ini….

Kurasa hujan di luar semakin deras. Titik air yang berjuta-juta itu seolah berlomba terjun ke bumi menimbulkan suara gemuruh tidak henti-hentinya. Tapi gemuruh itu tak sedahsyat gemuruh nafsu kami berdua, aku dan Liani yang tengah menikmati cinta.

Entah sudah berapa kali batang kemaluanku keluar masuk liang senggamanya. Sudah berapa kali pula dia menggepit-gepit dan memelukku dengan erat dengan kedua tangannya. Entah berapa kali ia terengah dan menggelinjang menggeram penuh nikmat.

“Hhhhhh… ehhhhhhh..hhhhhh….” erangnya setiap kumainkan dan kutekan pantatku ke kemaluannya. Luar biasa, setiap tekanan ke bawah di balasnya dengan tekanan ke atas.

Kurasa sudah sepuluh menit aku mengayun pinggul di atas tubuhnya. Liang kemaluannya terasa semakin rapat dan sangat licin, mencengkram kuat batang kemaluanku yagn menegang.

Aku kendurkan sedikit gerakanku. Mengalihkan perhatian ke tubuh bagian atas. Liani mengerti, ia meregangkan tubuhnya menarik kepalanya ke belakang, membiarkan buah dada besar yang putih berkeringat itu meenyeruak dari pelukanku. Buah dada gadis desa yang besar dan kenyal, tidak seperti payudara anak-anak kota yang besar tapi loyo….

Dua gumpalan kenyal itu pun kusergap dengan mulutku. Ku lahap dan kukunyah-kunyah sepuas hati. Putting susunya yang merah itu ku kulum dan kuhisap-hisap sambil kugigit sedikit.

Hanya sebentar saja, gadis itu menjerit tertahan….

“Ohhh.. geli, Bang!” aku terus mengulum…. Berganti ke kiri dan ke kanan, kemudian tanganku pun meremas-remas pangkal payudara Liani dengan gemas. Sangat kenyal, hangat dan enak rasanya.

“Aku udah gak tahan lagi… Bang,” rintihnya lirih, tubuhnya semakin panas dan berkeringat, tubuhku juga sama. Dalam hawa malam yang cukup sejuk karena hujan itu seolah tubuh kami mengeluarkan uap. Tubuh bugil bermandi keringat yang mengebulkan asap nafsu birahi tak tertahankan.

Setelah puas dengan buah dada kenyal itu, aku memeluk punggung gadis itu. Kurasa dia mengangkat lututnya, menggepitnya di pantatku. Kemudian ia menurunkan kedua tangannya dan memelukku di pinggang.

“Tekan-tekan lagi, BAng.” pintanya.

Aku juga sudah pingin merasakan gesekan kemaluannyai. Sambil saling berpagut erat aku mengayunkan lagi pantatku di atas rengakahan pahanya yang montok itu. Dia pun semakin menggepitk-gepitkan kakinya.

Sekarang kami konsentrasi ke setiap gesekan, setiap lipatan, setiap senti dari liang kemaluan Liani. Malam ini sunguh hanya milik kami berdua. Gesekan-gesekan itu semakin lama semakin berirama. Sementara Liani melakukan aksi yang menambah kenikmatan, ia menggepit… lalu menahan. Gepit tahan gepit tahan…. Oh tak terlukiskan enaknya bercinta dengan gadis ini.

Gesekan itu semakin intens kami lakukan. Sampai-sampai kami tak sadar kalau hujan sudah berhenti. Malam di luar terasa hening…. Tapi di atas dipan yang berbunyi kriak-kriuk ini dua tubuh saling memompa berpacu mengejar waktu. Takut kalau Cenit dan Rinay keburu pulang.

Aku pun mempercepat ayunanku… sehingga di malam yang menjadi sunyi ini terdengar jelas suara penisku yang keluar masuk ke kemaluan Liani. Beradu rsa dalam limpahan cairan kemaluan Liani..

‘Crekk.. Crekk.. Crekkk. Crek…Crekkk.. Crrek….

Kejantananku naik turun menggesek lipatan-lipatan dinding kemaluan gadis itu. Bunyinya terdengar jelas sekali di telinga kami berdua. Sesekali kutekan akan kuat, gadis itu membiarkan dan menerima tekanan itu, menggeolkan pantatnya berkali-kali agar kelentitnya lebih tersentuh pangkal atas kemaluanku yang keras.

“Tekan terus, Bang.. aihh…”

Aku menekan lagi sambil menggerakkan pantat ke kiri dan ke kanan. Mungkin dia merasa gatal dan ingin gatal itu digaRinay sampai tuntas…. PenggaRinaynya adalah batang kemaluanku yang dia cengkram dan dia benamkan sedalam-dalamnya.

“Ohhh..ohhhhhhhhh,” lolong gadis itu melepas nikmat. Seluruh liang senggamanya berkedut-kedut dan sembari menggepit kuat. Tubuh Liani menggelinjang dan menegang menahan rasa enak ketika ia mengeluarkan air mani kewanitanya.

“Eughhh…hhhhh… euuughhhhh….. ahhhhh… ” rintihnya sambil menyurupkan wajahnya ke leherku, lehernya nafasnya menderu, air liur berceceran dari bibirnya yang merah.

Saat itulah aku pun bersiap hendak keluar dan menyemburkan kenikmatan di kemaluanku. Tapi sesuatu menyebabkan aku berhenti …Masih dalam keadaan bersetubuh dengan Liani… ada sekelebat bayangan melintas. Aku memandang dengan ujung mataku, di lantai tampak ada dua bayangan seperti diam terpaku. Aku pun terkejut … bayangan siapa itu?

Perlahan kulihat wajah Liani yang matanya masih setengah terpejam. Kemudian matanya perlahan terbuka… Dia pun melihat bayangan itu dan menatap langsung ke ruang tengah. Samar-samar di bola matanya yang hitam itu kulihat dua sosok berdiri menatap ke arah kami.

Itu bayangan Cenit dan Rinay! Rinayanya sudah beberapa menit tadi mereka berdiri di sana, menatap kami yang sedang asyik memagut cinta. Apakah mereka tadi mendengar juga.. bunyi crek…crekk.crekk.. alat kelamin kami yang sedang berkelindan? Entahlah, aku tak berani membayangkan hal itu.

Anehnya, meski pun Liani sudah tahu kehadiran mereka, dia diam saja. Tidak memberi tanda bahwa kekasihku dan temannya sudah pulang. Bahkan seolah membiarkan mereka menonton kami yang sedang beradegan mesra di atas ranjang.

Terdengar bunyi deheman kecil, dehem khas suara perempuan. Seolah memaklumi kami yang masih dalam posisi senggama ini. hmmm… aku tahu itu suara Cenit, aku bisa membedakannya.

Sedetik dua detik aku tak tahu apa yang harus kuperbuat, kemudian Liani melakukan sersuatu yang tidak kuduga. Dia seperti melambaikan tangan dari balik punggungku. Menyuruh kedua ‘adik’ kostnya itu masuk ke kamar…

“Teruskanlah, Bang. Nggak apa-apa, kok….” Bisiknya di telingaku. “Ngapain malu.. kita kan sedang enak, kamu enak aku enak…. Mereka juga pasti maklum….”

Oh, ya? Bercinta dengan orang yang bukan pacar, dan dilihat oleh mereka pula? Apa pula ini?Exibit kah ini? Ya, sudah! Aku gak sempat memikirkan sejauh itu. Kalau bagi Liani tidak apa-apa, dan Cenit serta Rinay pun justru menikmati pemandangan ini…. kuteruskan saja.

Perlahan dua gadis itu berlalu, seperti tak terjadi apa-apa, kecuali tawa kecil Rinay yang terdengar. Aku memandangi mereka yang pergi menjauh, tiba-tiba Cenit menoleh ke belakang. Dia menatap mataku langsung, di bibirnya tersungging senyuman yang aneh … di situasi seperti ini… senyum yang tampak nakal.

Aku tak tahu apa akan terjadi sesudah ini, bagaimana hubunganku dengan Cenit? Bagaimana pula aku akan menemui mereka setelah ‘permainan’ penuh keenakan ini? Tak bisa lagi aku berlagak seperti seorang lelaki yang setia hanya pada satu perempuan. Tapi tampaknya Cenit pun tak keberatan jika aku mengencani kakak kostnya Liani.

Ah. Dunia ini memang aneh… di tempat yang tampaknya biasa-biasa saja ternyata tersimpan bakat-bakat cinta yang terpendam yang menanti untuk dikeluarkan dan dinikmati setiap lelaki semacam aku. Aku tak tahu harus bergembira atau… entahlah!

Aku meneruskan permainanku dengan Liani. Gadis itu sudah sampai ke puncak syahwatnya… kini giliran aku. Perlahan-lahan aku mulai memompa lagi … kemaluanku naik turun menggesek kemaluan Liani yang basah itu. Bunyi crek.. crek.. crek.. creeeek… terdengar ke segenap ruangan.

Aku agak termangu mendengar suara itu… tidakkah akan sampai ke telinga mereka berdua yang sekarang sudah ada di kamarnya?

“Terusin aja, Bang….. Kalo enak ngapain juga di berhentiin” bisik Liani seolah hendak menghapus keraguanku. Maka aku pun meneruskan lagi, kali ini dengan irama yang lebih cepat dan… tak lama kemudian creett…cretttt… sambil menekan aku keluarkan air maniku di dalam kemaluan Liani yang mencengkram erat itu. Oh nikmatnya.

Beberapa menit telah berlalu. Sesudah menghapus keringat di dadaku Liani mengenakan pakaiannya. Kemudian sambil bernyanyi-nyanyi kecil ia merapikan rambutnya yang kusut masai. Wajahnya tampak puas. Sangat puas telah beroleh kenikmatan yang selama ini didambakannya. Seraya membetulkan tali beha dan menyempalkan payudara besarlnya ia berkata.

“Bang, aku masuk dulu ke dalam…. Nanti Cenit kusuruh keluar, ya!”

Bersambung . . . . .

Pesta Seks Dengan Mantan Pacar - 2

Hunjaman penis suaminya kulihat semakin hebat sebab Anna semakin kuat menciumi dan menjilati bahkan menelan penisku hingga masuk seluruhnya ke dalam mulutnya. Kurasakan kepala penisku menekan ujung tenggorokannya, tapi Anna tidak peduli, air ludahnya menetes di sela-sela bibirnya yang tak kenal lelah menelan penisku. Bahkan ketika seluruh penisku ia telan, lidahnya mengait-ngait lubang kencingku, rasanya agak panas, tapi geli bercampur nikmat. Aku ikut merintih tanpa kusadari. Kini desahan dan erangan kami bertiga sudah melampaui adegan di film yang sudah tak kami hiraukan lagi. Sekilas sempat kulihat adegan di video memperlihatkan pergantian adegan dari adegan si perempuan Asia berjongkok di atas pinggang si pria Amerika Latin memasuk-keluarkan penisnya sambil menggelomoh penis si pria bule. Kemudian si pria bule menempatkan diri di belakang si perempuan dan memasukkan penisnya ke dalam anal si perempuan sambil kedua tangannya meremas payudara si perempuan. Dari bahwa, si pria Amerika Latin menciumi bibir si perempuan. Rintihan si perempuan bertambah kuat sewaktu kedua pria tersebut mengeroyok vagina dan analnya dengan hebat. Erangannya berganti dengan jeritan nikmat ketika kedua pria itu semakin kuat menghentakkan penis mereka dalam-dalam. Terpengaruh oleh adegan tersebut, Dicky menancapkan penisnya sedalam-dalamnya ke vagina istrinya. Tangan kiri Anna mengelus-elus klitorisnya sendiri dengan kencang, sedang penis suaminya masuk keluar semakin cepat. Penisku disedot kuat-kuat oleh Anna dan gigitan gemasnya kurasakan pada batang penisku. Remasanku makin kuat di payudara Anna sambil sesekali kuciumi bibirnya.

“Ahhh, aku hampir sampai, An … Aaahhh vaginamu enak benar!” rintih Dicky.

“Sabar sayang, aku juga hampir dapat. Sama-sama ya? Oooohhhh, akkhhh … enak benar tusukan ******mu. Ayo sayang, yang dalam ….. aaauhhggghhhhh …. Ooouukhhhhh,” rintih Anna semakin tinggi hingga tiba-tiba ia menjerit.

Jeritan Anna membahana memenuhi ruangan bagaikan raungan serigala, ketika dengan hebatnya penis suaminya menghunjam dengan cepat dan berhenti saat orgasmenya pun menjelang. Kedua pahanya menjepit pinggul suaminya sedang mulutnya menelan penisku hingga ujungnya kurasakan menekan tekak tenggorokannya. Kuperhatikan tubuh Anna yang indah bergetar-getar beberapa saat, apalagi di bagian pahanya.

Suaminya menghempaskan tubuh di atas tubuh Anna, sementara kedua tangan Anna memeluk tubuh suaminya. Aku melepaskan diri dari Anna dan mengambil tempat duduk sambil mengamati mereka berpelukan sambil bertindihan.

Kulihat adegan film hampir habis. Berarti kami bertiga main satu setengah jam, sebab tayangan film tadi kulihat berdurasi dua jam, sedangkan waktu kami bercakap-cakap bertiga tadi, permainan film baru berlangsung setengah jam. “Luar biasa daya tahan Anna,” pikirku.

Kudengar Anna berkata dari balik himpitan tubuh suaminya, “Ntar giliranmu ya Gus. Kasihan kamu belum apa-apa, padahal aku dan suamiku sudah dapat!”

“Nggak apa-apa An. Santai aja. Aku kan cuma pelengkap penderita,” candaku.

“Jangan gitu dong say,” Anna menolakkan tubuh suaminya dan berdiri lalu mendekatiku. “Kamu kan orang penting, makanya kamu yang kami minta menemani saat istimewaku malam ini.” Ia cium bibirku lembut sambil melingkarkan kedua tangannya ke leherku.

“Mas, kita main di kamar aja yuk, biar lebih enak,” pinta Anna pada suaminya.

Suaminya hanya mengangguk dan mematikan video lalu bergerak mengikuti istrinya ke arah kamar mereka. Aku masih duduk. Anna berhenti melangkah dan mengajakku, “Ayo dong Gus, kita di kamar aja, di sini kurang leluasa.” Aku berdiri dan mengikuti mereka.

Kamar tidur mereka cukup luas, kira-kira 5 X 6 meter. Ranjang yang terletak di tepi salah satu sisi ruangan berukuran besar. Hawa sejuk AC menerpa ketika kami bertiga bagaikan anak-anak kecil, bertelanjang badan, beriringan masuk kamar.

Anna langsung merebahkan tubuhnya di tengah ranjang. Suaminya mengikuti sambil melabuhkan ciuman. Aku masih berdiri memandangi mereka, ketika tangan Anna mengisyaratkanku agar mendekati mereka. Aku mengikuti ajakannya dan duduk di sisi lain tubuhnya sambil mengelus-elus lengan dan perutnya. Tangan Anna menarik pergelangan tanganku agar mengelus dan meremas payudaranya. Tanganku mulai beroperasi di bagian dadanya dan memainkan putingnya yang kembali mengeras akibat sentuhan jari-jariku. Kupilin-pilin putingnya dengan lembut dan kudekatkan mukaku ke dadanya. Lidahku kujulurkan menjilati puting payudaranya. Lama kugelitik putingnya, setelah itu kumasukkan putingnya ke dalam mulutku sambil melakukan gerakan menyedot. Saking gemasnya, kusedot juga payudaranya yang tidak begitu besar, tetapi masih kenyal karena belum pernah menyusui bayi. “Ooogghh, ya, yahh, gitu Gus, enak tuch …. ” desisnya sambil menyambut ciuman suaminya. Kedua payudaranya kuremas sambil terus mengisap, memilin, menyedot putingnya dengan gerakan bervariasi, kadang-kadang lembut, kadang ganas, hingga Anna menggeliat-geliat dilanda birahi.

Kuteruskan penjelajahan bibirku ke arah perutnya dan turun ke rambut-rambut halus di atas celah pahanya yang putih. Kembali lidahku bermain di klitorisnya dan celah-celah vaginanya yang mulai basah lagi. Ludahku bercampur dengan cairan vaginanya yang harum. Ciumanku semakin buas turun ke celah-celah antara vagina dan analnya. Ketika mendekati analnya, lidahku kuruncingkan dan kugunakan mengait-ngait celah-celah analnya. “Owww, apa yang kau lakukan Gus? Koq enak banget sich?” jeritnya sambil menaikkan pinggulnya akibat perlakuan lidahku pada analnya. “Tenang sayang, nikmati saja,” kataku sambil menciumi analnya dengan bibirku dan menggunakan jari telunjuk kananku untuk memasuki analnya. “Sssshhh, aaahhhh, terusin Gus! Yahhhh enakkkkk,” desahnya.

Dicky sudah menciumi payudara Anna dalam posisi terbalik, di mana dadanya diberikan untuk diraba dan diciumi oleh istrinya juga. Mereka berdua mendesah, tetapi kupastikan yang paling dilanda hasrat menggelora adalah Anna, sebab bagian bawah tubuhnya kuciumi habis-habisan, hingga semakin becek vaginanya akibat bibir dan lidahku yang tak berhenti melakukan aksinya.

“Sudah, sudah Gus. Ayo, sekarang giliran kamu!” tangan Anna menarik rambutku perlahan agar menghentikan aksiku pada vagina dan analnya. Lalu ia membuka kedua belah pahanya lebar-lebar sehingga menampakkan vaginanya yang merona merah jambu dengan sangat indahnya. Rambut-rambut halus di atas klitoris dan vaginanya memberikan nuansa romantis yang tak terlukiskan. Tubuh Anna benar-benar bagaikan pualam. Geliatnya begitu erotis, membuat pria manapun takkan mampu menguasai diri untuk tidak menyetubuhinya dalam keadaan begitu rupa. “Ayo sayang, jangan ragu-ragu membagikan cintamu padaku,” rayu Anna sambil terus menciumi dada suaminya yang ada di atas tubuhnya, sedang dadanya masih berada dalam kuluman Dicky, suaminya.

Aku berlutut di antara kedua pahanya dan penisku kutaruh pelan-pelan menyentuh klitorisnya. Ia menggelinjang-gelinjang antara geli dan nikmat. “Ooouggghh, jangan siksa aku dong, masukkan sayangggg!” erangnya.

Aku tidak mengikuti permintaannya, melainkan terus memainkan penisku menggesek klitorisnya hingga kurasakan semakin tegang ditekan oleh kepala penisku. Dengan tangan kananku, kupegang pangkal penisku dan kusentuhkan juga ke labia vaginanya bergantian, kiri dan kanan, lalu sesekali mengusap celah-celah vaginanya dengan kepala penis dari arah klitorisnya ke bawah. “Ssshhh, ooohhhh, enak banget sayang …. Ayo dong, aku nggak tahan nichhh …. Masukin ******mu Gussss ……” Anna memohon.

Tak tahan mendengar permintaannya, kujejalkan kepala penis ke celah-celah vaginanya, tapi tidak semuanya kumasukkan. Tangan kananku masih kupakai untuk menggerakkan penisku merangsek masuk dan menjelajahi dinding-dinding vaginanya, kanan dan kiri. Ia menaik-turunkan pinggulnya menyambut masuknya penisku. “Ohhhh, nikmaatttt …..” desisnya. Suaminya memandang ke arahku sambil tersenyum. Kini ia berlutut di sebelah kanan kepala Anna dan memberikan penisnya untuk dikulum isterinya.

Dengan lembut kumasukkan penisku makin dalam, perlahan-lahan hingga penisku masuk sebatas pangkalnya. “Aaaahhh …… ” erang Anna lagi. Kedua tangan Anna menarik tubuhku menindih badannya. Ia melakukan hal itu sambil tetap mengulum penis suaminya.

Gerakanku menaikturunkan tubuh di atas Anna berlangsung dengan ritme pelan, tetapi kadang-kadang kuselingi dengan gerakan cepat dan dalam. Berulang-ulang Anna merintih, “Gila Gus, enak banget ******mu! Oooouugghhhh … yahh …. aaahhh … sedappppp!” Pinggulnya sesekali naik menyambut masuknya penisku. Semakin lama gerakan pinggulnya makin tak menentu

Gerakanku makin cepat dan kuat. Desahannya makin kuat mengarah pada jeritan. Dengan beberapa kali hentakan, kubuat Anna bergetar semakin tinggi menggapai puncak kenikmatan. “Gusss, terusin ….. Aaaahhhh, aku dapet lagi, oooouuggghhh!” ia menggeram sambil mengangkat pinggulnya menyambut tekanan penisku yang kuhunjamkan dalam-dalam ke vaginanya. Jari-jari tangannya memeluk punggungku dengan erat, bahkan cengkeraman kukunya begitu kuat, terasa sakit menghunjam kulitku, tetapi perasaan itu bercampur dengan kenikmatan luar biasa. Kurasakan guyuran cairan kenikmatannya membasahi penisku sedemikian rupa dan dinding vaginanya berkejat-kejat memijat batang penisku, hingga tak kuasa kubendung luapan spermaku memasuki rongga vaginanya. “Anna!!!! Ogggghhh, enak banget, sayang!” desahku sambil memeluk erat-erat tubuhnya dan menciumi bibirnya rapat-rapat. Anna menyambut ciumanku. Kurasakan bibir kami berdua agak dingin, sebab aliran darah kami seakan-akan terdesak ke bagian bawah. Kedua belah pahanya menjepit kedua pahaku dengan kuatnya dan jepitan vaginanya seolah-olah ingin mematahkan batang penisku. Dinding vaginanya masih berdenyut-denyut memilin penisku. Tak terkatakan nikmatnya.

Suaminya tahu diri dan menarik tubuh menyaksikan permainan kami berdua. Lama kami berpelukan dalam posisi berdekapan. Ia tidak mau melepaskan tubuhku. Denyutan vaginanya masih terus terasa memijat-mijat batang penisku, hingga perasaanku begitu nyaman dan damai dalam pelukannya. Beberapa kali ingin kutarik tubuhku, tapi ia tidak mengijinkan tubuhku meninggalkan tubuhnya. Ia hanya membolehkan tubuhku miring ke kanan, hingga ia pun miring ke kiri. Dengan masih berpelukan dalam keadaan miring, mulutnya masih terus menciumi mulutku. Bibir kami berpagutan dan lidahnya masuk rongga mulutku menggapai langit-langit mulutku. Kulakukan hal yang sama bergantian dengannya. Beberapa saat kemudian kurasakan cairan kenikmatan kami mengalir di sela-sela pahaku, juga kuperhatikan menetesi pahanya. Penisku mengecil setelah melakukan tugasnya dengan baik. Aku melepaskan diri dari pelukannya dan berbaring di sebelah sebelah kiri tubuhnya. Suaminya menempatkan diri berbaring di sebelah kanannya. Anna kini diapit oleh dua pria. Aku menatap langit-langit kamar mereka sambil merenung, betapa gilanya kami bertiga melakukan ini. Aku tak tahu apa yang ada di benak mereka berdua. Elusan jari-jari Anna di tubuhku membuatku tak habis pikir, betapa dahsyat permainan perempuan ini. Ia memiliki kekuatan melawan dua pria sekaligus. Ia mencium bibir suaminya sambil berbisik. “Mas Dicky, makasih ya atas hadiah ulang tahunnya!” Lalu ia juga mencium bibirku, menatap dengan mata berkaca-kaca dan berkata, “Gus, trims buat kadomu. Kami benar-benar berterima kasih padamu.” Aku tak menjawab, merasa bodoh, tetapi haru menyambut ciumannya disertai tetesan air yang turun ke pipinya. Aku mengusap air matanya sambil memagut bibirnya lembut. Lama kami melakukan hal itu dan kembali berbaring. Anna bangun dan mengambil handuk kecil untuk melap vaginanya yang basah oleh cairan kami berdua. Lalu ia kembali berbaring di antara suaminya dan aku.

Suaminya membelai-belai payudara Anna dan memberi tanda agar Anna menaiki tubuhnya. Rupanya suaminya minta dilayani lagi. Anna lalu menempatkan diri di atas tubuh suaminya. Mula-mula ia berjongkok di atas pinggang suaminya dan memasukkan penis suaminya dengan dibantu oleh tangan kanannya. Setelah penis tersebut masuk, perlahan-lahan ia menaik-turunkan tubuhnya di atas tubuh suaminya. Suaminya menyambut gerakan Anna sambil meremas-remas payudaranya.

Beberapa saat kemudian Anna merebahkan tubuhnya di atas tubuh suaminya. Gerakan mereka makin kuat. Sesekali pantat suaminya terangkat ke atas, sedang Anna menurunkan tubuhnya dan menekan kuat-kuat hingga penis suaminya menancap dalam-dalam. Aku beringsut menuju bagian bawah tubuh mereka dan memperhatikan bagaimana penis suaminya masuk keluar vagina Anna. Kudengar suara suaminya, “Ann, analmu kan nganggur tuch. Gimana kalau dimasuki penis Agus seperti yang pernah kulakukan?”

Kudengar suara Anna, “Ya Mas, aku baru mau usul begitu. Tahu nich, kalian berdua begitu pandai memuaskan aku. Ayo Gus, tusuk analku dong!” pintanya memohon. Aku heran juga atas kelakuan suami istri ini, tetapi kupikir mungkin karena Anna pernah di luar negeri, hal-hal begini tidak aneh lagi buatnya. Bagiku memang pengalaman baru. Main dengan perempuan beberapa kali pernah kulakukan, tapi main bertiga begini apalagi mengeroyok vagina dan anal sekaligus, ini benar-benar pengalaman luar biasa bagiku.

Kuamati kemaluan kedua suami istri itu. Perlahan-lahan kuelus-elus vagina Anna yang basah oleh cairannya. Jari-jariku kemudian mengarah ke analnya. Dengan cairan vaginanya kubasahi lubang analnya. Telunjuk jari kananku kumasukkan pelan-pelan ke dalam analnya. “Yaaah gitu Gus, enak tuch…. Lebih dalam lagi!!! Ayoooo!!!!” desahnya dengan suara yang serak-serak basah karena dilanda nafsu.

Jariku masuk makin dalam ke analnya membuat gerakan tubuhnya semakin tak menentu. Dengan vaginanya dirojok penis suaminya dan jariku memasuki analnya, Anna berkayuh menuju pulau kenikmatan. “Gusss, jangan cuman jarimu dong, sayang! Sekarang masukin penismu ….. Ayooo dong!!!” pintanya.

Kedua paha Anna berada di bagian luar paha suaminya, membuka lebar-lebar celah vaginanya bagi masuknya penis suaminya. Kutempatkan kedua pahaku menjepit paha Anna. Kepala penis kubalur dengan air ludahku dan kumasukkan perlahan-lahan ke dalam anal Anna. Mula-mula agak susah, sebab sempit, tetapi mungkin karena mereka sudah pernah melakukan hal itu, tak terlalu masalah bagi penisku untuk melakukan eksplorasi ke dalam analnya. “Sssshhhh, ohhhh enak banget Gusssss! Terusin yang lebih dalam sayang!” rintihnya.

Aku bergerak makin leluasa memasuk-keluarkan penisku ke dalam analnya. Sedang dari bawah, penis suaminya masuk keluar vaginanya. Anna berada di antara tubuh suaminya dan aku, melayani kami berdua sekaligus mengayuh biduk kenikmatan tak terperikan. Gerakan suaminya makin kuat, mungkin tak lama lagi ia akan orgasme. Anna pun semakin liar menggerakkan pinggul dan pinggangnya, apalagi dari bawah, suaminya menyusu pada payudaranya secara bergantian. Jeritan Anna yang begitu kuat seperti tadi kembali memenuhi ruangan kamar itu. Namun agaknya tak masalah bagi mereka, sebab rumah mereka begitu besar dan dengan konstruksi yang begitu bagus, suara rintihan dan jeritan kami dari dalam kamar tersebut takkan terdengar keluar.

Kedua tangan Anna memeluk tubuh suaminya erat-erat sambil menekan tubuhnya kuat-kuat hingga kupastikan penis suaminya telah masuk sampai pangkalnya, sedangkan penisku kugerakkan berirama ke dalam analnya. “Gus, lagi Gus, yang kuat!!” pinta Anna. Kedua pundak Anna kupegang kuat sambil menghentakkan penis sedalam-dalamnya ke dalam analnya. Aneh, kupikir ia akan kesakitan diserang demikian rupa pada analnya, ternyata sebaliknya, ia malah merasakan kenikmatan luar biasa menyertai kenikmatan hunjaman penis suaminya.

Kami bertiga secara cepat melakukan gerakan menekan. Suaminya dari bawah, Anna di atasnya menekan ke bawah, aku dari atas tubuh Anna menekan dalam-dalam penisku ke dalam anal Anna. “Massss, oooouggghhhh Gussss…. aku dapet lagi! Ouuuggghhhhhhhhhhhh ……… sssshhhhhh ……. akkkkhhhhh,” jerit Anna. Kurasakan betapa jepitan analnya begitu kuat, sama seperti vaginanya tadi, menjepit penisku. Denyut kenikmatan kurasakan begitu hebat. Tak berapa lama, Anna memintaku melepaskan diri dari suaminya. Ia lalu berlutut tepat di depanku. Semula aku tak mengerti maksudnya.

Kuelus-elus punggung, pinggul dan payudaranya dari belakang tubuhnya. Tangan kanannya ia mencari penisku dan mengarahkan penisku ke analnya lagi. “Wah, masih mau lagi dia?” kataku dalam hati. Penisku kembali memasuki analnya dalam posisi kami berdua berlutut. Lalu ia mengisyaratkan aku merebahkan tubuh ke belakang. Aku turuti permintaannya dan dengan penis tetap berada di dalam analnya, aku berbaring terlentang sedang Anna kini ada di atasku dalam posisi sama-sama terlentang. Ia mengambil inisiatif bergerak menaik turunkan tubuhnya hingga penisku masuk keluar dengan bebasnya ke dalam analnya. Dari atas sana kuamati suaminya bangkit mendekati kami berdua dan kembali mengarahkan penisnya ke vagina Anna. Kini gantian aku yang berada di bawah, Anna di tengah, dan suaminya di atas Anna.

Desahan, rintihan dan jeritan kami silih-berganti dan kadang-kadang bersamaan keluar dari bibir kami bertiga. Tanganku kumainkan meremas-remas payudara Anna dari bawah. Beberapa saat kemudian, di bawah sana, suaminya berteriak, “Ayo sayang, aku mau keluar nih!!!!”

“Tunggu sayang,” kata Anna, dan tiba-tiba ia bangkit hingga penisku terlepas dari analnya. Dengan cepat ia tolakkan tubuh suaminya, hingga jatuh terbaring, lalu ia berlutut di antara paha suaminya dan menggenggam penis suaminya sambil memasuk-keluarkan penis itu ke dalam mulutnya. Cairan sperma suaminya muncrat mengenai wajah dan mulut Anna, tetapi ia tidak jijik menjilati cairan yang keluar itu. Kuperhatikan ulah Anna terhadap penis suaminya. Penisku masih tegang menanti giliran berikut.

Anna menoleh ke arahku sambil berkata, “Gus, masih mau lagi, kan? Ayo, sayang!” Ia kemudian menungging di depan tubuhku sambil terus menjilati penis suaminya yang semakin lemas. Kutempatkan tubuh di belakang Anna lalu kumasukkan kembali penis ke dalam analnya. “Gus, ganti-gantian dong masukin penismu, jangan hanya analku. Bergantian memekku juga sayang!” katanya. “Wah, hebat benar Anna, masih juga ada permintaannya yang begini rupa?” pikirku.

Kucabut penisku dari analnya dan kumasukkan ke dalam vaginanya yang merah merekah. Cairannya masih banyak tapi penisku tetap dijepit kuat sewaktu memasuki vaginanya. Usai memasukkan penis ke vaginanya dalam 2-3 kali hunjaman, kucabut lagi dan ganti analnya kutusuk 2-3 kali. Begitu seterusnya, hingga kudengar kembali ia menjerit pertanda akan orgasme lagi. “Aaaaggghhh, nikmatnyaaahhhhh …….. Gussss!!!! Ooooogggghhhh ……..” Jepitan vaginanya begitu luar biasa saat jeritannya terdengar, hingga tak bisa lagi kutahan aliran spermaku kembali memasuki kepala penisku dan keluar tanpa tedeng aling-aling. “Aaaahhh, Annn ….. nikmat sekali sayang!” erangku sambil memeluk tubuhnya dari belakang dan meremas-remas kedua payudaranya. Tubuhku masih menghimpit tubuhnya dari belakang, sedangkan Anna masih terus menciumi dan menjilati penis suaminya. Tak bosan-bosannya ia melakukan itu. Benar-benar pemain seks yang hebat!

Kami bertiga berbaring lunglai dalam keadaan telanjang di ranjang berukuran king size itu. Sprey ranjang sudah kusut dan di sana-sini lelehan cairan kenikmatan kami bertiga bertebaran. Aku benar-benar lelah dan ngantuk hingga tertidur. Lewat tengah malam, kurasakan jilatan lidah pada penisku. Dengan mata berat, kutoleh ke bawah, kulihat Anna sudah menciumi dan menjilati penisku kembali. Di sebelahku suaminya tertidur nyenyak. Penisku yang lemas, kembali tegang karena perlakuan lidah dan mulut Anna. Melihat keadaan itu, Anna senang dan mengajakku main lagi. Anna menempatkan pinggulnya di tepi ranjang, kedua kakinya berjuntai ke bawah hingga terpampanglah belahan vaginanya yang merekah. Entah sudah berapa kali tusukan suaminya dan aku telah dialami vagina ini, tetapi seakan tak kenal lelah dan memiki kemampuan tempur yang dahsyat.

Sambil menempatkan diri di depannya, penisku kuarahkan kembali memasuki vaginanya. Anna yang berbaring kembali merintih saat penis kumainkan di klitoris dan vaginanya. Geliat pinggulnya begitu erotis menyambut hunjaman penisku. Gerakan kami berdua semakin cepat, hingga akhirnya tubuhku ia tarik kuat-kuat menjatuhi tubuhnya. Penisku masuk sedalam-dalamnya menikmati remasan dinding vaginanya. Aku belum dapat lagi, sehingga penisku masih tetap tegang. Kami berdua masih berpelukan dalam posisi tersebut. Anna berbisik di telingaku, “Gus, lihat nggak tadi. Suamiku bisa main beberapa ronde, padahal biasanya satu ronde saja ia sudah menyerah. Mungkin karena ada teman mainnya, jadi semangat dia.”

Aku tidak menjawab. Ia melanjutkan, “Ngomong-ngomong penismu koq kuat banget sih, main beberapa ronde, koq kuat betul? Kau suka minum obat kuat ya? Atau kau sudah pengalaman main sama perempuan nich?” desaknya.

“Ah, aku bisa kuat gini kan karena Anna. Abis kamu dulu tolak cintaku sih,” jawabku.

“Tapi sekarang kamu bisa menikmati tubuhku juga walau aku sudah bersuami, kan?” rajuknya.

“Iya, tapi bagaimanapun Dicky masih suami kamu? Kamu bukan nyonya Agus, kan?” balasku.

“Sudahlah, yang penting hatiku dan tubuhku bisa kau miliki juga di samping suamiku,” katanya menutup pembicaraan kami, sambil menciumi bibirku lagi. Aku terdiam dan bangkit berdiri. “Mau ke mana, Gus?” tanyanya melihatku berjalan keluar kamar.

“Aku mau duduk di luar dulu,” kataku sambil melangkah keluar. Aku memungut celana dalamku dan duduk di ruang tempat kami nonton video tadi. Beberapa saat kemudian kulihat Anna menyusulku, masih dalam keadaan telanjang. Ia duduk di sebelahku. “Ada apa, Gus? Kamu tersinggung atas kata-kataku tadi?” tanyanya.

“Nggak An. Aku cuma tak habis pikir, koq bisa-bisanya aku melakukan hal ini pada kamu yang sudah bersuami dan suamimu mengijinkan,” kataku sambil menatap wajahnya.

“Gus, hidup ini memang penuh misteri,” katanya berfilsafat. “Yang penting, kita menjalaninya dengan tenang dan damai; bahkan kamu dapat pahala dengan memberikan kebahagiaan buatku dan suamiku.” “Atau kamu nyesel atas kejadian ini,” desaknya sambil membelai wajahku.

“Tidak sayang, aku tidak menyesal. Yang kupikirkan bagaimana jika aku tak mampu melepaskan diri darimu sebab dulu pernah mencintaimu,” kataku sambil menciumi rambutnya.

Anna merebahkan kepalanya di pangkuanku dan jari-jarinya bermain lembut di pahaku, bisiknya “Aku hanya menjalani hidup ini Gus. Suamiku tahu kalau aku benar-benar ingin punya anak, tapi ia tidak bisa menghamiliku. Kami sudah lama membicarakan dirimu dan menimbang segalanya. Aku, kelak kau menikah dengan gadis baik, yang bisa memberikanmu kebahagiaan seutuhnya.” Jari-jarinya terus menelusuri setiap inci pahaku hingga kurasakan penisku kembali menegang.

“An, aku mau tanya satu hal. Kuharap kau tidak tersinggung,” kataku. “Koq kau begitu ahli main, sampai main anal segala?” tanyaku.

“Oh itu. Kamu tidak usah curiga. Jenuh menunggu anak tidak kunjung ada, kami berdua suka mencoba-coba berbagai posisi. Tadinya sih atas anjuran dokter, mana tahu bisa jadi. Lama-lama setelah suamiku mau periksa ke dokter, baru ketahuan kalau bibitnya lemah, sehingga tak bisa membuahi rahimku. Tapi kami sudah telanjur suka posisi macem-macem. Begitulah ceritanya Gus!”

Aku tidak menanggapi kalimatnya dengan kata-kata, tetapi mengangkat dagunya dan mencium bibirnya. Ciuman membara yang kembali terjadi di antara kami membuat kami berdua kembali hanyut dalam gelora asmara. Jari-jarinya bermain di dadaku sedangkan jari-jariku membelai tubuhnya. Ia berlutut ia antara pahaku dan kembali mencium dan menjilati penisku sehingga mencapai ketegangan puncak. “Gimana Gus, kamu mau main lagi kan?” tanyanya sambil memandang wajahku. “Ya sayang, tapi kamu tidak capek?” “Nggak Gus, demi kamu, aku mau lagi,” jawabnya.

Anna berbaring di sofa panjang dan ketika aku akan menindihnya dari atas ia melarangku. “Kenapa, An?” tanyaku tak mengerti. “Ntar dulu, kita coba posisi ini. Kau pasti suka deh!” katanya. Ia turun dari sofa ke karpet di bawah, lalu ia tarik kedua kakinya ke arah kepalanya, kedua tangannya menahan belakang lututnya hingga kembali vaginanya terpampang lebar-lebar menantikan kedatangan penisku. Aku memasukkan penis ke dalam vaginanya sambil menikmati posisi tersebut. Sambil memasuk-keluarkan penisku ke dalam vaginanya, kuamati Anna semakin menarik bagian bawah tubuhnya ke atas sedemikian rupa hingga pinggulnya agak terangkat. Aku mulai paham maksudnya. Dengan posisi berlutut, aku memasukkan penisku ke vaginanya. Hunjaman penis agak berat kurasa dengan posisi itu, tetapi nikmatnya tak terkatakan. Beberapa saat kami mempertahankan posisi itu, lalu ia berkata, “Gus, pegang tanganku.” Kutarik kedua tangannya dan tubuhnya melekat erat di tubuhku hingga payudaranya begitu terasa kenyal menghimpit dadaku. “Gus, kamu kuat nggak jika berdiri sekarang?” bisiknya pelan di telingaku. Aku tidak menjawab, tapi berusaha berdiri sambil menapakkan kedua tanganku di belakang tubuh. Akhirnya kami berdua berdiri dengan posisi saling menempel. Tiba-tiba kedua kakinya ia angkat tinggi dan memeluk kedua pahaku. Untungnya tubuh Anna langsing, sehingga aku kuat dibebani oleh tubuhnya dengan cara demikian. Sambil memeluk leherku erat-erat, ia menaik-turunkan tubuhnya hingga vaginanya turun naik di atas penisku. Kupegang erat kedua bongkah pantatnya sambil menghunjamkan penis ke dalam vaginanya.

“Gus, jalan yuk,” bisiknya lagi. Aku menurut saja kata-katanya. Kulangkahkan kaki selangkah demi selangkah mengitari ruangan itu sambil menikmati naik-turunnya tubuh Anna menghunjam penisku. Baru kuingat, inilah yang disebut dalam Kamasutra sebagai posisi monyet menggendong anaknya. Kami melakukan hal itu agak lama dan kemudian ia berkata, “Gus, aku udah mau dapet lagi. Turunkan aku dong!”

Kuturunkan tubuhnya dan ia mengambil posisi berlutut menghadap sofa sambil memintaku memasuki tubuhnya dari belakang. Kuarahkan penis ke vaginanya lalu memaju-mundurkan tubuhku sambil meremas-remas kedua payudaranya dari belakang. Erangan Anna semakin kuat ketika hunjaman penisku semakin cepat masuk-keluar vaginanya. Aku tidak ingat sudah berapa lama kami melakukan itu, ketika tiba-tiba kurasakan dinding vaginanya kembali berdenyut-denyut tanda akan orgasme lagi. “Guuuussss …. Aaaauuuukhhhhhh nikmatnya sayanggggg!!!” jeritnya sambil menghempaskan pantatnya kuat-kuat ke arah pahaku. Cairan vaginanya begitu banyak kurasakan, “Ann, koq banyak banget cairanmu?” tanyaku heran. Masih dengan napas tersengal-sengal, ia menjawab, “Gus, akh, eeeh….. aku kadang-kadang bisa orgasme sambil keluar pipis. Kalau benar-benar horny, itu yang kualami. Dengan Dicky kejadian begini amat jarang, tapi denganmu koq bisa begitu mudah kurasakan? ” “Maaf ya Gus, jadi becek gini,” katanya. “Kamu jadi nggak bisa orgasme dengan beceknya memekku. Pake analku lagi dech,” katanya.

Kutempatkan tubuhnya di sofa dan kuangkat kedua kakinya ke atas sambil mengarahkan penis ke analnya yang basah akibat tetesan cairannya. Kepala penisku masuk sedikit demi sedikit. Kumasukkan hingga leher penisku. Pada tahap itu, kukeluarkan lagi penisku. Demikian seterusnya masuk keluar. Ia merengek, “Gus, masukkan lebih dalam dong! Jangan siksa aku, aku jadi mau dapat lagi nih karena kepandaian kamu main!” Kutekan penisku masuk keluar makin dalam ke analnya, sementara kedua tanganku menahan kedua kakinya yang terpentang lebar-lebar. Jari-jari tangan kanannya menampar-nampar labia vaginanya dan sesekali memilin-milin klitorisnya, sedangkan tangan kirinya meremas-remas kedua payudaranya bergantian. “Kasihan juga perempuan ini, andaikan suaminya bangun, ia sudah bisa membantu meremas payudara dan menyentuh vaginanya,” pikirku. Kami berdua semakin cepat melakukan gerakan, geliat pinggulnya begitu seksi ketika hunjaman penisku semakin cepat ke dalam analnya. Dengan suatu sentakan kuat, kumasuki liang analnya sedalam-dalamnya dan kunikmati denyutan analnya yang begitu kuat hingga kurasakan seakan-akan spermaku tertahan akibat jepitan hebatnya. Aku merasa tersiksa atas keadaan itu, dan dengan cepat kucabut penisku tanpa menghiraukan protesnya, “Ada apa, Gus? Keluarin aja di situ!” Cairan spermaku hampir saja muncrat di luar tubuhnya, karena aku sudah mencapai puncak kenikmatan. Kulihat vaginanya masih membuka lebar, kupentang kedua pahanya dan kembali penis kubenamkan dalam-dalam memasuki rongga vaginanya. Denyutan vaginanya masih terasa begitu kencang tetapi karena begitu banyak cairannya, jepitannya tak sekencang analnya. Sambil mengerang kuhunjamkan penisku sedalam-dalamnya. “Guuusss, gila kamuuuuu ….. enak banget sihhhhhh?” jeritnya sambil memeluk pinggangku kuat-kuat dan merasakan kukunya lagi-lagi menancap di bagian belakang tubuhku.

Tak terasa kami berdua main dua ronde lagi di ruang keluarga itu. Dan tertidur dalam keadaan berpelukan dengan bertelanjang di karpet. Kami baru terbangun ketika merasakan silau cahaya matahari memasuki celah-celah gordyn ruangan itu. Anna terbangun, hingga membuatku juga ikut terbangun. Kami berdua berdiri sambil berciuman lagi. Sambil menggandeng tanganku, Anna mengajakku menuju kamar tidur mereka dan kami menyaksikan suaminya masih tidur nyenyak. Anna mengajakku mandi berdua di kamar mandi di kamar mereka. Kami berdua mandi di bathtub saling menyabuni tubuh dan kembali main satu ronde di dalam air. Luar biasa. Entah sudah berapa kali orgasme yang Anna nikmati. Ketika kami keluar dari kamar mandi, suaminya masih tidur, sampai Anna membangunkannya dengan ciuman lembut.

Setelah suaminya mandi, kami sarapan bertiga. Suaminya minta maaf karena begitu nyenyak tidur. Anna menukas, “Nggak apa-apa koq Mas. Agus maklum dan ia bisa melayani permintaanku main lagi di ruang keluarga dan di kamar mandi.”

“Luar biasa. Kalian berdua benar-benar hebat,” puji suaminya tanpa rasa cemburu sedikit pun. “Gus, aku sangat berterima kasih atas kedatanganmu. Belum pernah kulihat Anna segembira ini,” lanjutnya. “Kuharap ini bukan yang terakhir kali kita bertiga, walaupun tadinya aku merasa aneh dengan ide gilanya Anna mengajak kamu main dengan kami. Setelah kualami sendiri, ternyata amat nikmat. Aku sendiri merasa seakan-akan menjadi pengantin baru kayak dulu lagi,” katanya lagi. Aku hanya tersenyum menanggapi percakapan itu.

Itulah pengalamanku pertama kali bertiga dengan Anna dan suaminya. Beberapa kali kami masih melakukan hal serupa. Kadang-kadang Anna memintaku tidur di rumahnya ketika suaminya tugas selama tiga minggu di luar negeri. Tiada hari tanpa persetubuhan yang kami lakukan berdua. Uniknya lagi, saat suaminya menelepon dari luar negeri, Anna sengaja mengaktifkan headphone agar suaminya dapat mendengar desahan dan rintihan kami. Entah apa yang dilakukan suaminya di ujung sana, tapi ia berterima kasih kepadaku yang mau membantu mereka. Hal itu kami lakukan cukup lama.

Pernah Anna mengajak aku dan suaminya main bersama seorang teman perempuannya waktu kuliah di Australia. Henny namanya, orang Sunda. Orangnya tidak secantik Anna, tetapi manis. Sudah menikah tetapi juga sama dengan Anna, belum punya anak. Akhirnya aku mengerti bahwa baik Anna maupun Henny adalah biseks. Mereka bulan lesbian murni, tetap menginginkan lelaki, tetapi tak bisa melupakan teman intimnya dulu. Kisah ini akan kuceritakan di saat berikut. Suami Anna sangat berterima kasih, ketika setahun kemudian meneleponku memberitahukan bahwa Anna sedang hamil dua bulan. Ia memintaku datang ke rumah mereka, tetapi aku mengelak dengan alasan sedang ada kerjaan kantor yang tak dapat ditinggalkan. Padahal, aku tak kuasa menahan gejolak di hati, bahwa benih yang dikandung Anna adalah anakku. Aku hanya dapat berharap mereka bahagia dengan kehadiran anak itu. Tiga tahun kemudian aku menikah dengan seorang gadis Jawa. Ia tidak secantik Anna, tidak juga semanis Henny, tetapi ia mencintaiku dengan tulus dan mau menerima diriku apa adanya. Pernah Anna meneleponku karena rindu lama tak bertemu denganku dan bertanya apakah aku tidak ingin melihat anakku yang pernah ia kandung. Aku katakan rindu, tetapi tak kuasa bertemu mereka. Hanya berharap mereka bahagia dan rukun selalu. Mendengar kata-kataku, Anna terisak di telepon dan berharap, jika suatu ketika aku mau bertemu dengannya, Dicky tak pernah cemburu, bahkan jika aku memintanya, ia akan melayaniku lagi.

Tamat

Pesta seks dengan 3 Gadis Dusun - 3

Aku hanya mengangguk mengiyakan, gadis itu pun bangkit dan berlalu dari hadapanku. Sementara aku duduk termangu sambil menghisap sbatang rokok. Tak lama kemudian Cenit keluar menemuiku, kali ini tidak memakai busana yang dikenakannya tadi, tapi sudah berganti dengan gaun tidurnya yang berwarna pink. Bahannya yang halus menampakkan lekuk tubuhnya yang seksi. Aku menelan ludah… pasti dia bakal marah karena kelakuan kami tadi.

Dia hanya tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya. Tak tampak tanda-tanda emarahan di sana. sejenak dia hanya diam.. kemudian tiba-tiba dia bangkit dan ‘menyerbu’ ke arahku.

Melingkarkan tangannya di leherku dan menciumiku penuh nafsu. Aneh, dia tidak marah, bahkan setelah melihat kami bercinta seolah nafsunya bergelora ingin dipuaskan juga.

“Cenit… maafkan.. aku telah…” belum sempat kuselesaikan kalimatku dengan bernafsu dia mencari bibirku dan menciuminya dengan garang. Oh,… gelagapan aku dibuatnya. Aku tidak tahu, apakah dia marah atau sudah terangsang…. Aku balas ciuman itu, lidahnya terjulur dan bertemu dengan lidahku. Beberapa saat lamanya lidah kami berjalin berkelindan seperti tak mau lepas. Dengan rakus pula dia hirup air liurku, meneguk dan menelannya. Setelah puas giliran aku yang menghisap cairan mulut itu. Setelah itu kami melepas ciuman dan saling memandang selama beberapa saat.

Tanpa banyak berkata-kata dia menurunkan gaunnya ke bawah, menampakkan dua gumpal buah dada yang tidak memakai beha. Putting susunya meruncing dan tegang.

“Aku terangsang sekali melihat kalian berdua tadi…. ” katanya terengah sambil mengasongkan kedua susunya ke arahku. Aku pun menyambut, tangan kiriku meremas dan mulutku mengulum puting susu yang satunya. Tiba-tiba gerakankuterhenti. Dengan wajah kaget Cenit menatapku heran. Aku lupa mematikan puntung rokok yang ku hisap tadi. Gadis itu tersenyum dan kamipun melanjutkan permainan hangat ini. Buah dada besar montok dan kenyal itu kukunyah sepuas hati.

Cenit mendesah keenakan. Jemarinya mencengkram kepalaku, mengusutkan rambutku. Masih dalam posisi duduk ia mengangkang .. melepas gaunnya yang sudah setengah terbuka…. Dia pun tidak bercelana dalam sehingga gundukan vaginanya yang tebal dan tidak berambut itu merekah di depanku.

Cairan bening meluap keluar. Mengalir di sela-sela celah kemaluannya. Di tak pedulikannya. Dibiarkan lendir bening itu mengalir…. Bahkan dia menyuruhku untuk memegangnya… jemariku menyelusup ke liang senggama Cenit, hangat dan sangat basah oleh cairan pelicin.

Kusentuh klentitnya yang merah dengan ujung jemariku. “Akhh….” Cenit melolong tertahan. “Geli, Kak!” desahnya tersentak. Kemudian sembari memeluk leherku, dan mencium keningku dia mengajakku ke dipan tempat aku dan Liani tadi bercinta.

Tak banyak cingcong kurengkuh dan kugendong tubuh hangatnya ke dipan itu. Di sana dia kubaringkan. Tapi ketika aku hendak membuka celana, tiba-tiba ia mendudukkan tubuhnya yang sudah bugil itu. Aku heran, apa yang akan dia perbuat.

“Bukalah celanamu, Kak!” katanya tak sabar sembari menarik resleting celana panjangku. Setela memelorotkan celana dalamku, dengan sangat bernafsu ia memegangi pangkal kemaluanku yang kembali menegang.

“Besar dan nikmat….” Seru Cenit sambil meremas-remas kemaluanku.

“Sekarang giliranku…” katanya agak keras.

Ia turun dari dipan dan berdiri di sampingku, di dorongnya dadaku ke arah dipan, menyuruhku berbaring disana. Aku menurut. Setelah aku berbaring, Cenit pun menaikkan sebelah kakinya dan mengangkang di atas. Perlahan dia menekuk tubuhnya dan memelukku dari atas.

“Masukkan, Kak.” Pintanya dengan nada gemas. Ia memegang batang kelaminku itu dan memasukkannya ke dalam liang kemaluannya. Kemudian dengan agak kasar dia menghenyakkan pantatnya ke bawah agar kemaluanku masuk lebih dalam ke tubuhnya.

“Ehhhhh…. Hhhhh” desahnya kacau seperti anak kecil yang rakus menetek di susu ibunya. Dalam posisi di atas dia menaik turunkan pantatnya dengan cepat… oh… batang kemaluanku di cengkram dan di gesek-gesek seperti itu. Geli rasanya.

Posisi di bawah jarang aku lakukan…. Tapi kali ini aku menerima saja, karena tadi sudah lumayan capek meladeni Liani. Kali ini Cenit yang giat menekan-nekankan pantatnya, maksudnya supaya punyaku masuk lebih dalam.

Sembari memelukku erat, ia terus mengempot-ngempotkan pantatnya. Bunyi crek crek crek terdengar lagi… kali ini bahkan di tingkahi oleh jeritan-jeritan kecil yang keluar dari mulut kekasihku.

Aku terus berbaring sembari meremas-remas pantatnya yang mulai berpeluh itu. Cairan vagina terasa terus merembes dari kemaluan Cenit. Dia sudah sangat terangsang. Liang kemaluannya sangat basah dan panas. Sesekali ia menekan dan menahan. Seolah hendak melumat habis seluruh kemaluanku dengan vaginanya. Terang saja aku pun semakin keenakan.

Diam beberapa saat menahan tekanan, dia pun mengendurkan dan memulai lagi gerakan naik turunnya. Aku terus meremas-remas pantatnya. Dadanya yang kenyal itu menekan ke arah dadaku, hampir membuatku sesak nafas. Tapi aku pasrah.. lha wong enak rasanya.

Selama sepuluh menit Cenit bergerak naik turun, nggak cape-cape kelihatannya. Tubuhnya semakin basah oleh keringat, bahkan wajahnya sudah dipenuhi keringat sebesar-besar biji jagung. Sebagian mengalir ke ujung hidung dan menitik menimpa wajahku. Sesekali ia mengibaskan rambutnya yang tergerai..

Aku mencoba memiringkan kepala mencoba mengurangi titikan keringat di wajahku. Pada saat itulah kembali aku terkesiap. Di ujung ruangan, di pintu kamar Cenit, tegak sesosok tubuh perempuan menatap kami dengan matanya yang bulat.

Mata besar milik Rinay, teman sekost Cenit. Dia menatap kami tanpa berkedip. Tangan kanannya tertangkup di dada. Sementara yang kiri tampak meremas-remas ujung gaun tidurnya yang di atas lutut.

Ketika kami saling memandang… dalam posisi Cenit masih di atas dan asyik dengan empotan-empotannya. Perlahan tangan kiri Rinay mengangkat ujung gaun merahnya. Terus terangkat ke atas menampakkan paha gadisnya yang padat…

Entah sadar entah tidak gaun itu sudah sedemikian terangkat, sehingga aku bisa melihat celana dalam yang tersingkap. Kemudian ia menarik pinggir celana dalam itu… menampakkan segumpal tumpukan daging berbulu dengan celah merah di tengahnya.

Ujung jemari menyentuh bagian tengah celah itu. Menekannya dan memutar-mutarnya sedikit. Ya ampun… kemudian dia menatapku.. dengan mata setengah terpejam.

Saat itulah Cenit menengadah…. Dan menyurukkan kepalanya ke leherku, memelukku kuat dan mulai mendesah berkepanjangan. Pantatnya menekan kuat sampai seolah kemaluanku mau ditelannya sampai habis.

“Kak.. enak sekali.. ahh” terasa kemaluan Cenit berdenyut hebat, tubuhnya bergetar tak kuasa menahan nikmat… nafasnya sangat memburu… dan..

Dia pun lunglai dalam pelukanku…. Sementara air mani gadis itu mengalir tak tertahankan, meluap dan mengalir membasahi sampai bagian perutku.. aku peluk gadis itu di punggungnya… membiarkan ia mengendurkan syaraf setelah ia tadi sangat tegang menikmati puncak orgasmenya.

***

Sampai beberapa menit kami masih berpelukan, kejantananku yang masih tegang itu masih berada di dalam ’sangkar’-nya. Cenit diam tak bergerak dalam pelukanku, sepertinya dia lupa ada sesuatu yang bersemayam dalam tubuhnya.

Perlahan gadisku ini mengatur nafasnya yang tidak teratur. Setelah agak reda… perlahan dia bangkit dan melepas persetubuhan kami. Lambat ia mengangkat pantatnya ke atas. Perlahan alat kelaminku itu keluar dari vagina Cenit. Ketika sudah keluar seluruhnya…. Cairan vagina yang kental nampak melumuri batang kemaluanku. Ketika bagian ‘kepala’-nya akan keluar terdengar seperti bunyi plastik lengket yang basah akan di lepas..

Clep..crrrllek. Cenit tersenyum mendengar suara itu. Entah suara lipatan kemaluannya atau karena lendir yang begitu banyak melumuri batang kemaluanku.

Ia pergi ke tengah ruangan dan memakai gaunnya kembali, rona wajahnya menampakkan kepuasan yang tiada terkira. Sambil bernyanyi kecil, seperti baru sudah pipis, ia memebenahi rambutnya yang kusut masai. Dan berjalan ke belakang rumah, meninggalkanku yang hendak mengenakan celana dalam ku.

Belum sempat aku memakai celana itu, tiba-tiba Cenit sudah kembali. Membawa sehelai kain sarung dan menyuruhku mengenakannya. “Pakai ini aja, Kak!” katanya seraya mengambil celana panjang dan kolorku, melipatnya dan merengkuhnya dalam dada. Kemudian ia pun kembali ke belakang.

Tak lama kemudian ia datang lagi, membawaku segelas minuman, kalau tadi Liani membawakanku segelas air putih, kali ini Cenit menyuguhiku dengan teh manis. Aku segera mereguknya karena merasa kehausan, bayangkan saja melayani dua wanita secara bergilir tanpa istarahat sama sekali. Capek donk!

Ketika aku meminumnya, alis mataku terangkat, minuman apa ini? Rasanya kok pahit banget? Sebelum sempat bertanya Cenit berkata perlahan, “Itu sari dari akar Pasak Jagad Kak!”

“Haa?

Kekasihku tersenyum, itu kan obat kuatnya lelaki, kalau minum jamu itu pasti bakal melek semaleman, kataku sesudah menelan tegukan terakhir. Gadis itu hanya tertawa kecil. ‘Biar aja nggak tidur semaleman… besok kamu kan nggak kerja, tidur aja sepuasnya di sini.

Setengah jam kemudian kami masih ngobrol di ruang tamu. Masih terbayang-bayang permainan kami berdua barusan. Tak disangka begitu bernafsunya Cenit, sampai-sampai kuat main di atas hampir setengah jam lamanya, sementara aku anteng aja di bawah.

Tiba-tiba Cenit bangkit…”Kak,” katanya, “Aku ke dalam sebentar.” Aku mengiyakan saja, kupikir dia mungkin mau sedikit merapikan dandanannya yang agak amburadul itu.

Aku akan menghela nafas ketika terdengar dia memanggilku dari kamar.

“Sini sebentar, Kak!”

Aku pun bangkit dan berjalan menuju ke kamarnya, sebelum tiba di pintu kamarnya aku melewati kamar Liani yang hanya dihalangi secarik kain gorden, diam-diam ku singkap tirai kamar itu. Tampak Liani tertidur pulas, masih mengenakan gaun yang tadi, pahanya yang terbuka nampak putih dan mulus.

Kamar berikutnya adalah kamar Rinay, hmmm… jantungku berdegup agak kencang. Apa yang dilakukannya tadi ketika aku dan Cenit sedang menikmati seks? Entahlah, aku tak tahu. Tapi aku pengen tahu sedang apa dia sekarang?

Perlahan kusingkapkan juga tirai pintu kamarnya itu. Kasur tempat tidurnya masih tampak rapi, bantal tersusun di tempatnya. Ke mana cewek itu? Kok nggak ada di biliknya? Sedikit heran aku terus melangkah menuju kamar Cenit.

“Masuklah, Kak! Jangan malu-malu, aku tahu kamu sudah berada di situ.” Kata Cenit lagi, bergegas aku pun masuk ke kamarnya…

Oh di sini rupanya Rinay, dia sedang tidur telungkup di dipan Cenit, sementara cewek ku itu sedang menyisir rambutrnya menghadap ke cermin. Tanpa mengacuhkan aku dia pun menyuruhku duduk di dipan dengan gerakan tangannya.

Dipan ukuran single itu lumayan sempit, apalagi sekarang sudah ada Rinay yang tidur di sana. Cenit berbalik menghadapku, ditatapnya aku dengan tajam. Kemudian perlahan dia mengalihkan pandangannya ke tubuh temannya yang masih telungkup itu.

“Terserah kamu, Kak. Mau di sini atau di kamarnya…. Aku ikhlas aja, yang penting…. Dia bisa juga ikut merasakan ….” Aku melongo? Dia suruh aku menikmati pula tubuh Rinay!? Tubuh perempuan sintal yang sedang tertelungkup ini? Cenit mengangguk pasti.

“Kami lihat apa yang kalian lakukan, Rinay pun lihat kita tadi… kami bertiga bersahabat, resminya kamu memang milik aku… tapi.. berbagi antar sahabat tak ada salahnya, bukan? Lagi pula aku rela kok, selama tidak dengan yang lain selain mereka.”

Dalam hati aku cuma bisa mengangkat bahu. Kalau dia sudah mengikhlaskan temannya, dia tidak marah apalagi jadi membenci aku, lagi pula kalau dengan begitu dia jadi terangsang dan menikmati juga, apa salahnya.

Aku berpikir cepat, katakanlah malam ini adalah semacam sex party, dan aku menjadi rajanya sementara menjadi ratuku yang harus kupuaskan, oke saja sih. Hehehe. Kebetulan aku ingin mencobai juga tubuh Rinay yang berkulit sawo terang ini.

“Aku menunggu di kamarnya,” kataku kepada Cenit, cewek itu mengangguk setuju.

Dipan singel Rinay terasa cukup nyaman. Bantalan busanya masih cukup baru, dia memang belum lama kost di rumah ini, mungkin baru setengah tahun. Aku berbaring dengan rileks. Memandangi dinding kamar yang dipenuhi poster Cenit sambil memikirkan apa yang telah kudapat malam ini.

Mula-mula Liani menyerahkan dirinya kepadaku, kemudian Cenit yang memintaku untuk memuaskannya, dan sekarang Rinay, gadis paling pendiam yang jarang ngobrol denganku. Gadis ini pun menginginkan ku pula… hehehe.. dasar gede milik, yeuh

Semilir halus wangi parfum masuk ke hidungku.Terdengar pintu kamar terbuka, perlahan Rinay masuk ke kamar itu. Seperti orang baru bangun tidur. Ia langsung duduk di dipan itu, “Ada apa, Kak?” tanyanya seolah tak mengerti. Aku tersenyum, pandai juga dia menyembunyikan perasaan sebenarnya.

“Eh, kain sarung siapa yang kamu pakai itu, Kak?”

“Hehe.. ini pemberian Cenit tadi..”

Kedua bola mata gadis itu membulat… menatapku seolah tak percaya. Terus terang saja, dia cantik juga. Rambutnya yang ikal itu dibiarkannya tumbuh sampai sebatas punggung. Meski baru bangun ‘tidur’ tapi tak mengurangi kesegaran dan pesona cantik yang terpancar di wajahnya.

Aku menarik gadis itu ke pelukanku, tubuhnya terasa berat karena ia seperti menolak, tapi kemudian malah dia yang merangsek dalam dekapanku.

“Jangan , Kak! Nanti Cenit marah..” katanya berbasa-basi.

“Dia marah kalau aku tidak menayangimu juga….”

Bersambung . . . . .. .

Pesta seks dengan 3 Gadis Dusun - 4

“Kamu bisa aja, Kak!” katanya sambil menengadah dan menyentuh pipiku. Aku mengecup bibirnya, dia sangat menikati kecupan kecil itu, matanya terpejam, tubuhnya melunglai, dan aku pun memeluk tubuh sintal itu lebih erat.

Ia membalas pelukanku dan membiarkan bibirnya kulumat… beberapa kali ia mengeluh nikmat. Terasa tubuhnya bergetar ketika aku mulai merengkuhnya. Kemudian aku pun mulai menyusuri seluruh lekuk dan liku tubuh gadis itu. Semakin lama tubuh itu terasa panas, setiap gumpalan dan tonjolan dagingnya terasa begitu membara dipenuhi gairah terpendam.

Aku membaringkan tubuhnya sementara kedua tangannya terus melingkar di leherku. Nafasnya terdengar agak memburu, gadis ini sudah mulai terangsang. Kuperiksa bagian kemaluannya dengan jemariku. Ternyata belum cukup basah, masih terasa agak kering. Kucumbu dia terus supaya gairahnya lebih menggelora….

Entah berapa lama kami saling mencium saling menyusup dan berkelindan, aku pulang suka buah dadanya. Sangat kenyal, besarnya pun sedang saja, tapi putting susunya sangat kecil, hanya sebesar biji kacang hijau. Tampak sekali putting itu sudah mengeras.

Ketika kuremas-remas buah dadanya, wajah gadis itu menengadah, matanya terpejam rapat, bibir agak terbuka. Setiap remasan adalah rangsangan bagi tubuh segar ini. Semakin intensif aku meremas, semakin intens juga dia menikmatinya. Ketika kuraba kemaluannya, lendir pelicin yang kental sudah mulai keluar.

Perlahan aku mengusap-usap jembut halus yang tumbuh di sana. Sesekali agak kutekan agar menyentuh bagian klentitnya. Tuibuhnya menggelinjang karena geli.

Perlahan tapi pasti cairan pelicin itu mulai keluar, merembes ke permukaan dan mengakibatkan jembut-jembut halus itu terasa mulai kuyup. Hmmm.. Rinay sudah siap untuk dimasuki. Sambil memegang pangkal kemaluanku aku pun memasukkannya. Terasa licin dan rapat. Batang kemaluanku seperti menembus lipatan daging hangat yang basah oleh lendir.

Creep…. Masuklah aku ke tubuh Rinay. Gadis itu melepas nafas panjang, merasakan nikmatnya gesekan di kemaluannya. Entah kenapa aku sangat-sangat terangsang dengan gadis ini, mungkin ini bukan yang pertama baginya, tapi… dia melakukannya seperti baru untuk pertama.

Sepuluh menit pertama kami mengadu rasa, menggesek-gesekkannya dengan gerakan rutin. Sementara Rinay pasrah saja sambil memelukku dan membenamkan wajahnya di leherku. Nafasnya semakin lama semakin memburu, tubuhnya semakin panas. Titik-titik keringat mulai keluar dan lama-lama peluhnya semakin membanjir.

Kota kecil ini memang lumayan panas meski di malam hari, apalagi rumah kost itu tidak berAC, tubuhku pun kembali berkeringat. Tapi kami tak peduli, kami terus berpelukan menikmati pergumulan itu. Kami masih bergumul ketika akhirnya memasuki tahap kedua. Kukeluar-masukkan penisku secara berirama di liang kemaluannya yang pasrah itu. Gadis itu memelukku lebih kuat. Tak peduli dengan tubuh yang bersimbah peluh.

‘Crekecrekecrek…’. Sepuluh menit lamanya aku menggesek-gesek kemaluan Rinay dengan kemaluanku. Terasa punyaku semakin menegang keras. Kemudian aku menekan… Rinay membalas dengan mengempot ke atas. Menggerakkan pinggulnya berputar-putar, ganas sekali putarannya. Aku naik turunkan lagi pantatku beberapa kali, kemudian kutekan dalam-dalam….

“Ahhh…,” gadis itu mendesah nikmat. Kemudian membalas lagi dengan tekanan ke atas, sambil menggoyang pantatnya ke kiri dan kekanan. Lipatan kemaluannya yang hangat terasa semakin kenyal dan licin.

Beberapa kali kami melakukan itu, aku pun jadi tak tahan. Tapi dia belum mencapai puncak. Aku akan membuat dia duluan merasakan kenikmatan.

Aku pun semakin aktif mengocok dan menekan memek Rinay. Tulang kemaluan kami beradu, bibir kemaluanya yang tebal menahan tekanan itu dengan nafsu, terasa hangat dan sangat basah karena lendir mani Rinay sudah melimpah sedari tadi.

Dua menit kemudian gadis itu melolong merasakan vaginanya berdenyut nikmat.. “Ooohhhhh….”

Aku membantunya dengan menekan semakin dalam. Rinay pun membenamkan tubuhnya ke kasur, menahan tindihanku sambil melepas nikmat, seiring dengan mengalirnya air mani prempuan itu dengan lebih deras. Merembes dari lipatan-lipatan kemaluannya.

“Enak sekali, Kak…eigh oh…!”

Berbarengan dengan itu akan pun mencapai puncak. Kemaluanku terasa berkedut seiring dengan menyemburnya air maniku di liang senggama gadis itu. Sementara liang senggama Rinay pun menggepit-gepit tak terkendali karena tak kuasa menahan nikmat yang luar biasa.

Kami masih berpelukan ketika rasa nikmat itu tercapai sudah. Gadis itu diam dalam pelukanku, tubuhnya sangat basah oleh peluh. Hawa panas pun terasa menyergap. Berangsur kami saling melepas pelukan.

Perlahan gadis bangkit itu duduk dari posisinya. Gurat-gurat kepuasan terpancar di wajahnya yang cantik. Sekilas ku lihat memek Rinay yang masih merah dan bibirnya tampak membengkak, cairan-cairan lendir masih menetes dari sela kemaluannya.

“Enak, Rinay?” gadis itu mengangguk. Kemudian ia mengusap keringat yang menitik di dadaku. “Dadamu penuh dengan peluh, Kak. Sini kuusap,” katanya sambil mengelus lembut dadaku yang memang penuh dengan keringat.

Beberapa saat lamanya kami kemudian berbaring bersama di kasurnya yang sempit itu. Rambutnya yang ikal dan panjang itu kubelai. Ia bergerak, menyusupkan tangannya di leherku, kemudian memintaku terlentang, dia ingin tidur di dadaku, katanya. Beberapa saat kemudian Rinay pun jatuh tertidur, tak menyadari air liurnya yang menitik dari sudut bibir. Aku pun segera terbang ke alam mimpi.

Entah jam berapa kami terbangun. Ketika itu aku dan Rinay masih berpelukan, sementara di luar terdengar suara-suara seperti sedang bernyanyi. Oh, ternyata hari sudah siang. Itu adalah suara Cenit yang sedang bernyanyi kecil, sementara di kejauhan terdengar suara orang sedang mandi, barangkali Liani sedang membersihkan tubuhnya.

Rinay pun sudah mulai terjaga, ia masih memelukku, buah dadanya yang kenyal itu menempel erat di dadaku. Dari ruang tengah terdengar Cenit sepertinya sedang menyapu lantai. Sementara dari bibirnya terdengar nyanyian yang sekarang sedang populer.

Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka, kemudian gorden disingkapkan, dan masuklah Cenit ke dalam kamar, menatap kami yang masih bugil hanya berselimut kain sarung.

“Hei, bangun! Belum puas juga ya!”

Aku pura-pura tidur sambil memeluk Rinay lebih erat. Gadis itu terkikik… tapi dia juga pura-pura meneruskan tidurnya. Cenit berlagak marah dan menarik kain sarung penutup tubuh kami.

“Apa mau diteruskan lagi tidurnya? Udah siang tauu,”

Aku menarik kain sarung itu, malu karena kemaluanku sedang menegang setelah beristirahat total beberapa jam. Tapi kalah cepat, Cenit sudah menangkap batang kemaluanku dan mengusap-usap dengan jemarinya.

“Oh, jauh lebih besar dari gagang sapu ini… pantesan enak sekali.” Guraunya sambil tergelak sendiri. “Ya udah, kalau kamu pengen lagi, Rinay. Tuh mumpung lagi berdiri…”

Hampir tak kuat aku menahan tawa dengan canda Cenit, tapi tampaknya Rinay menanggapinya dengan serius, dia menggerakkan pantatnya, memelukku dari atas dan mengempot ke bawah. Bibir kemaluannya terasa menempel di batang kemaluanku.

“Tuuh, kan! Pasti mau lagi deh! Terusin aja, Rinay. Enak kok!” sergah Cenit sambil memegangi pinggang gadis itu, menolongnya mengangkat panta, aku pun memegang pangkal kemaluanku, menghadapkannya ke memek Rinay yang hangat.

“Udah pas belum?” tanya Cenit, Rinay mengangguk, perlahan Rinay menurunkan pantatnya, maka…. Srrluuuup.. batang kemaluanku masuk lagi ke memek Rinay. “Main dari atas enak, lho Rinay! Tekan aja biar lebih kerasa…” bisik Cenit agak keras.

Seperti tak peduli kehadiran Cenit di kamar ini, kami mengulangi permainan semalam, tapi kali ini Posisi Rinay ada di atas. Kusuruh gadis itu menegakkan tubuhnya. Ia menurut dan mendorong tubuhnya dengan meletakkan telapak tangannya di dadaku.

Sekarang posisinya berubah, aku berbaring sementara Rinay duduk mengangkang di atasku. Alat kelamin kami telah menyatu, ketika ia sudah duduk dengan benar, nampak memeknya seperti sedang mengulum kemaluanku sampai ke pangkalnya. Kelentitnya nampak menonjol dan cairan itu kembali mengalir membasahi jembut-jembut halusnya.

Kami saling pandang sementara masih bersatu, bibir Rinay tersenyum, beberapa kali ia menyibakkan rambutnya yang kusut. Perlahan dia mulai mengayun, gerakanya seperti orang sedang naik kuda. Naik turun berirama.

Semenit aku lupa dengan kehadiran Cenit di sana. ternyata ia berdiri di belakang Rinay, memperhatikan kami yang sedang bercinta dengan gaya seperti itu. Gadis itu menyeringai lebar menampakkan sederetan giginya yang putih bersih.

Kemudian tiba-tiba ia membuka bajunya, menampakkan beha putih dengan buah dada besar di baliknya. Ia pun membuka beha itu, melemparkannya ke sudut kamar, menarik rok panjang, membuka celana dalam sampai akhirnya bugil sama sekali.

Ia pun menyerbu ke arahku, membenamkan wajahku di susunya yang besar dan kenyal, meremas-remas kepalaku dengan jemarinya. Sementara Rinay terus asyik mengayun-ayunkan pantatnya naik turun.

Aku memeluk punggung Cenit, mengulum dan mengunyah susunya yang kenyal. Cewek itu mendengus-dengus ketika putting susunya tergigit lembut.

Lama kami bercinta segitiga seperti itu, mungkin ada seperempat jam.

“Kita enak-enakan bareng, Kak.” Bisik Cenit sambil meremas. Aku setuju, dia sudah hampir sampai puncak, aku pun tak tahan dengan ulah Rinay, yang mengocok-ngocok dari atas….

Cenit melepas pelukannya dan naik ke atas ranjang, mendudukkan pantatnya di dadaku mengangkang lebar menampakkan memeknya yang tercukur rapi. Gundukan dagingnya putih mulus dan kemerahan, bibir kemaluannya tebal dan dipenuhi cairan kental dan hangat.

Ia memajukan memeknya sehingga sampai di mulutku. Kemudian mulai menekan ke arah mukaku. “Ahh… ayo Kak! Aku udah gak tahan lagi nih.”

Sambil meremas pinggang dan pantatnya aku pun beraksi. Mengganyang habis kue pie lembut dan basah itu. Cenit segera merintih-rintih ingin segera melepas nikmat. Sementar di belakangnya Rinay tiba-tiba mengempot dan menekan ke bawah,. Tubuhnya ambRinay ke depan, menimpa punggung Cenit yang sedang menekan mukaku.

Wajahku semakin tertekan oleh gumpalan memek Cenit, sementara pahanya menggepit kedua pipiku dengan kuatnya. Akkkh… aku hampir tidak bisa bernapas. Ya ampun!

“Keluarin bareng, Kak! Aghhh.. ahhh!”

Cenit menekan, Rinay mengempot, dan… aku sesak nafas!

Terdengar suara rintihan panjang berbarengan, Cenit dan Rinay sedang dirasuki kenikmatan. Terasa memek Rinay berdenyut-denyut sembari melepaskan cairan kewanitaannya, sementara mulutku semakin basah oleh cairan memek Cenit yang juga berdenyut melepas nikmat.

Kedua tubuh cewek itu lunglai setelah menikmati segalanya. Mereka ambruk berbarengan ke tubuhku. Berat sekali rasanya menahan dua tubuh perempuan sekaligus, montok-montok lagi.

Seperti menyadari hal itu, Cenit dan Rinay pun bangkit, perlahan Cenit turun dari ranjang, sementara Rinay pun perlahan mengangkat pahanya, kedua tangan bertumpu pada dadaku.

Saat itulah kemaluanku keluar dari liang sanggamanya, cleep.. terdengar seperti bunyi plastik lengket yang sedang dibuka. Tampak kemaluanku masih menegang dan basah bergelimang cairan memek Rinay.

Aku terdiam sejenak, tak tahu harus berbuat apa, karena aku belum lagi mencapai puncak gadis-gadis ini sudah menghentikan permainnya, ketika itulah tiba-tiba Liani masuk ke dalam kamar, melihat kepada Rinay dan Cenit yang sedang mengenakan pakaiannya kembali.

Ketika ia mengalihkan pandangannya ke arahku, matanya terpaku menatap kejantananku yang masih berdiri dengan perkasa, merah dan mengkilat bermandikan cairan kemaluan Rinay.

“Kasihkan sama Liani, Kak!” kata Cenit sambil menyempalkan susunya yang montok itu ke balik beha. Wajah Liani semburat memerah. Mungkin dia tadi mendengar lolongan Cenit dan Rinay yang berbarengan menahan geli dan enak. Aku tak tahu apakah dia juga sudah terangsang dan ingin di gelitik nikmat lagi?

Tampaknya iya, ia mengangkat roknya menampakkan kedua paha yang padat dan putih mulus. Sementara Rinay dan Cenit bergegas keluar kamar, meninggalkan kami berdua saja di sana. semerbak wangi harum tubuh Liasni menusuk hidungku. Gadis ini baru selesai mandi.

Liani naik ke ranjang bersiap-siap hendak memasukkan kejantananku ke memeknya yang, ya ampun, ternyata sudah bengkak merekah merah dan basah pula. Tapi siapa tahan menahan tubuhnya yang tinggi montok itu setelah tadi ditindih oleh dua gadis montok sekaligus.

Aku bangkit duduk, mendorong sedikit tubuh Liani, gadis itu seperti kaget. Tapi dia menurut. Kemudian kusuruh ia berdiri dan … ini dia aku ingin merasakan sesuatu yang lain.

Kusuruh ia berdiri membelakangiku dan menumpukan tangannya di dipan. Posisinya sekarang menungging di depanku, Liani mengerti, ia mengangkat pantatnya lagi, dari belakang disela-sela bongkahan pantatnya, nampak kemaluannya membelah. Cairan kental menitik-nitik banyak sekali.

Meski nafasnya ditahan, aku tahu gemuruh di dadanya sudah sedemikian hebat. Tampak dari buah dadanya yang menggelantung itu bergetar-getar menahan dentaman jantungnya yang meningkat dahsyat.

Aku ingin masuk dari belakang dan kemaluan Liani sudah siap untuk kutusuk dari arah itu. Liani semakin menunggit menampakkan bongkahan pantat dan memek yang merekah. Aku maju menyorongkan kejantananku ke arah belahan nikmat itu. Creepp.. kejantanankupun coba menerobos dan berusaha keras memasuki liang senggama Liani yang terbuka. Tapi gumpalan pantat Liani cukup menahan gerakananku.

Egghh.. aku mencoba lagi dan menekan lebih kuat ke depan. Akhirnya… masuk juga. Oh, rasanya seperti dipilin-pilin. Aku menekan lagi… kemaluan kami semakin berjalin, tapi bongkahan pantat Liani seolah menahan gerakanku sehingga aku harus menekan agak lebih kuat.

“Emhh….” rintih Liani tertahan. “Tekan , Bang…. Emmghhh”

Aku bergerak maju mundur dan menekan-nekan, sekujur batang kemaluanku rasanya seperti dicengkram. Sambil agak membungkuk aku mencoba meraih buah dada Liani, meremas keduanya dari belakang. Hangat besar dan sangat kenyal. Putingnya kuputar-putar dengan dua ujung jari. Membuat gadis itu menggelinjang hebat dan semakin mengangkat pantatnya tinggi-tinggi agar kejantananku masuk lebih dalam.

Tubuh kami semakin berkeringat ketika rasa enak itu semakin memuncak. Aku pun menekan dan menggosok-gosok lagi dinding memek Liani yang merapat. Agak sulit main dari belakang, tapi kami menikmatinya. Beberapa manit kami menikmati permainan itu. Tubuh Liani maju mundur tertekan oleh gerakan tubuhku.

Ketika sedang asyik tiba-tiba gorden kamar kembali terkuak. Sosok tubuh Rinay masuk berkelebat, seperti tak memperhatikan kami gadis itu menuju ke ujung dipan, ternyata celana dalamnya ketinggalan di sana.

Kami tak mempedulikan kehadirannya dan terus saling menekan. Aku menekan ke depan sementara Liani menekan ke belakang. Kemaluan kami sudah begitu menyatu erat bermandikan cairan kental. Tubuh kami pun menegang dan basah oleh keringat yang membanjir. Rasa nikmat semakin meningkat, semakin lama semakin hebat.

“Aghhh…hhhh” aku menggeram menahan rasa. Denyutan-denyutan penuh rasa nikmat menyerang kemaluanku. Liani merintih tak kalah dahsyat… bahkan lebih hebat dari erangan Cenit dan Rinay berbarengan.

“Bang… agh! Enak banget,…oh Aku gak tahan lagi!”

Samar kulihat Rinay mengenakan celana dalamnya…. Ketika itu pula aku dan Liani saling menekan hebat… menahannya dan merasakan detik-detik penuh kenikmatan. Nafas Liani melenguh-lenguh, keringat bercucuran dari sekujur tubuhnya. Memeknya menyempit dan … srrr….. keluar banjir yang hebat. Tubuhnya bergetar menahan rasa geli yang luar biasa. Aku pun menekan semakin dalam.

Mmhhh… berkali-kali kemaluanku seperti meledak dalam cengkraman memek Liani. Berkali-kali pula lipatan kemaluan gadis itu menyempit dan menggenggam kemaluanku kuat-kuat ketika ia pun melepas nikmat di pagi nan cerah itu.

Rinay mendehem kecil ketika kami menyudahi permainan itu dengan rasa puas. Liani menjatuhkan tubuhnya yang basah oleh titik keringat di dipan, menelentang dengan nafas masih terengah-engah. Bibir kemaluannya nampak membengkak, merah dan berkilat penuh dengan lendir. Rinay pun diam-diam keluar dari kamar, di dekat pintu ia menyibakkan rambut ikalnya, menjeling ke arahku, setelah itu ia pun berlalu.

Tamat

Sepupuku yang cantik

Saya punya sepupu yang cantik sekali, umurnya 28 tahun, seorang wanita karier, namanya Intan. Dia sengaja datang ke tempat saya karena dia ingin ngobrol dan curhat dengan saya. Pada saat itu hari sudah menjelang malam kami terus ngobrol, sebenarnya sih dia curhat kepada saya tentang masalah-masalahnya terutama tentang perkawinan. Dia dijodohkan oleh orang tuanya dengan cowok yang memang bukan idamannya. Saya menyarankan kepadanya agar bertindak sesuai dengan apa yang dia senangi, jangan dipaksa-paksa. Terus dia bertanya kepadaku apakah saya setuju dengan suatu perkawinan? saya jawab, pada dasarnya saya sih setuju-setuju saja, tapi untuk saat ini saya lebih senang melakukan free seks dulu, alasannya tidak ada beban apa-apa, sama-sama senang, sama-sama nikmat. Dia bilang itu jalan yang kurang benar, dia bantah pendapatku habis-habisan. Saya jawab lagi, karena dia belum tahu kenikmatan dan kedahsyatan seks, kemudian saya bertanya kepadanya apakah dia pernah merasakan seks? dia jawab belum. Kemudian saya tanya lagi apakah dia pada saat ini ingin tahu bagaimana rasanya seks? dia hanya terdiam saja.

Saya tidak perlu jawaban dari mulutnya, saya terus dekatin dia yang duduk di sofa. Saya duduk di sampingnya dan tanganku meraih bahunya, saya peluk dia dan saya berbisik di telinganya kalau saya diizinkan saya bakal beri tahu bagaimana rasanya bersetubuh itu. Dia melirikku tetap dia bisu. Tanganku mulai melepaskan kancing-kancing kemejanya sampai terlepas semuanya, saya lihat payudaranya yang indah tertutup BH-nya. Saya lucuti pakaiannya hingga terbebas dari tubuhnya kemudian saya remas payudaranya yang masih memakai BH. Tanganku terus menyelusup ke dalam BH-nya. Payudaranya semakin lama semakin keras dan kini mulutnya mulai menciumi leherku.

Dengan demikian saya makin berani bertindak semakin jauh, saya buka BH-nya dan akhirnya terlepas dari tubuhnya. Saya ciumi payudara yang indah dengan puting susu yang berwarna merah kecoklat-coklatan dan puting susunya tegak dan keras sekali. Saya kemudian berusaha melepaskan roknya, tidak sulit untuk menanggalkannya. Tanganku mengelus-elus pahanya yang mulus banget dan akhirnya tanganku tepat pada liang senggamanya. Jari-jari tanganku menyelusup ke dalam CD yang masih melekat pada tubuhnya. Ternyata dia sudah basah, terasa telunjukku basah kuyup. Saya sentuh clitorisnya dan jari yang lain berusaha masuk ke dalam lubang kemaluannya. Dia menjerit kecil ketika jari tanganku mulai masuk ke dalam lubang kemaluannya. Saya terus berhenti melanjutkan tindakan itu, lalu saya rebahkan badannya telentang. Saya lucuti CD-nya dan saya mulai membelai belahan memeknya dengan mesra. Dia terpejam menerima perlakuanku terhadapnya sambil kadang-kadang mendesah-desah. Liang kewanitaannya kini mulai saya ciumi dan saya jilati clitorisnya, pinggulnya mulai bergerak-gerak.

Entah berapa lama saya makan liang senggamanya, lalu ku buka celanaku. Penisku yang tegang kemudian saya arahkan tepat ke lubang kenikmatannya. Saya tekan hingga kepala penisku masuk,aakkhh!!, dia menjerit lirih, saya tidak peduli dengan jeritannya, seret memang agak susah, ku memasukkan penisku tetapi akhirnya masuk juga semuanya. Saya lihat kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan sambil mendesah-desah ketika penisku mulai bergerak keluar-masuk liang kewanitaannya perlahan-lahan. Sengaja saya tidak mempercepat gerakanku karena liang kewanitaannya masih seret lubangnya masih kecil. Tapi lama juga penisku keluar-masuk hingga pada akhirnya gerakanku agak lancar. Saya percepat sedikit pergerakan naik-turun, terdengar samar desahannya, Aakkhh..!!!, aakkhh..!!! aakkhh..!!!!, ketika itu kakinya naik ke atas pinggulku dan pantatnya bergerak ke atas kemudian dia berkelonjotan beberapa kali. tidak lama kemudian baru saya keluar Badan kami lemas sekali, kucabut penisku dari liang senggamanya. Saya lihat liang kewanitaannya, ya ternyata dia masih perawan. Gila bener.. dalam umur segitu dia bisa mempertahankan keperawanannya. Saya bilang, sekarang dia kalau bisa berprinsip seks bebas saja, sebab banyak keuntungannya daripada harus kawin.

Akhirnya dia setuju dengan pendapatku dan malam itu saya setubuhi dia beberapa kali lagi dan dia sampai saat ini sangat suka bersetubuh. Saya pernah ketemu lagi dengannya beberapa waktu yang lalu, dia sekarang punya koleksi cowok yang banyak juga.

TAMAT

Nikmatnya Tubuh Sepupuku

Namaku Edo. Aku adalah seorang mahasiswa di sebuah PTS swasta terkenal di Jakarta. Cerita berawal 2 tahun yang lalu, ketika anak pamanku yang tinggal di Malang disekolahkan oleh orangtuanya ke Jakarta. Devi namanya. Usianya saat itu baru 16 tahun. Walaupun begitu, ia terlihat lebih dewasa dari usianya yang sebenarnya. Tingginya sekitar 165 cm, rambut panjang sebahu dengan bentuk tubuh yang proporsional. Dadanya cukup besar, kutaksir ukurannya sekitar 34 B. Hidungnya mancung dan

kulitnya putih mulus. Maklum, ibunya keturunan Belanda.

Selama bersekolah di Jakarta, Devi tinggal di rumahku. Makin hari, kami semakin akrab. Terkadang, bila ada waktu luang, ku jemput dia sepulang sekolah dengan mobilku. Tidak jarang kuajak dia ke tempat-tempat rekreasi yang ada di Jakarta, atau ke mal untuk sekadar Window Shopping. Semua itu kulakukan hanya untuk berdekatan dengannya. Sejujurnya, aku tergiur dengan keindahan tubuhnya. Namun semua itu masih bisa kutahan. Aku mencoba sebisa mungkin untuk tidak melakukan hal-hal yang menjurus padanya, mengingat dia adalah sepupuku sendiri.

Suatu hari, hujan turun deras sekali. Rumahku sedang kosong saat itu. Kedua orangtuaku sedang sibuk dangan urusan bisnisnya masing-masing. Adikku main ke rumah temannya, sedangkan pembantuku pulang kampung. Tinggallah aku sendiri di kamarku, bersantai sambil menyaksikan film porno ditemani sebotol Vodka. Aku adalah seorang pecandu alkohol. Tiba-tiba kudengar bel pintu berbunyi.

Siapa yang datang hujan-hujan begini?, pikirku dalam hati.

Segera saja kubuka pintu dan tampak di depan pintu pagar rumahku ada seorang gadis berseragam SMU yang kehujanan. Ternyata gadis itu adalah Devi.

Kehujanan ya Vi? dia mengangguk.

Kenapa ngga minta di jemput?

Tanggung Kak, Devi udah di perjalanan pas hujan tadi

Ya sudah kamu mandi air panas sana, biar nggak demam nanti.

Dia pun menurut. Saat itu aku baru menyadari di depanku ada pemandangan yang sangat indah. Tubuh Devi yang sangat indah terlihat jelas di balik seragam sekolahnya yang basah kuyup. Saat itu, Devi mengenakan Bra hitam yang sangat seksi. Melihat pemandangan seperti itu, penisku langsung menegang. Tiba-tiba muncul keinginan kuat untuk mencicipi tubuh Devi, sepupuku sendiri. Aku langsung melepaskan semua pakaianku, supaya lebih gampang melaksanakan niat jahatku. Kutunggu dia di depan kamar mandi.

Selang beberapa lama, pintu kamar mandi terbuka dan muncul Devi dengan hanya mengenakan handuk untuk menutupi tubuhnya. Dia tampak kaget setengah mati melihatku dalam keadaan bugil.

Kak.., belum sempat ia melanjutkan kata-katanya, kuterkam tubuhnya.

Kudekap erat dan kutarik handuk yang melilit di tubuhnya dengan cepat, sehingga ia langsung telanjang bulat sama sepertiku. Ku seret dia ke dalam kamarku. Dia mencoba memberontak tapi sia-sia. Tenagaku jelas lebih kuat darinya.

Kak, apa-apaan ini? Lepaskan! Aku tidak peduli dengan teriakannya.

Sesampainya di kamar, kuhempaskan tubuhnya ke ranjang. Kutindih tubuhnya, kuciumi lehernya yang putih mulus.

Kak, sudah Kak, cukup! Ingat aku saudaramu..

Diam kamu!

Kak Edo mabuk yah.. sadar Kak..

Teriakan dan rontaannya malah membuatku semakin terangsang. Kulumat bibirnya yang merah dan tipis menggiurkan itu.

Mmmhh.. mmppff.. Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi tertahan oleh bibirku.

Sementara tangan kiriku meremas dadanya yang putih dan montok. Begitu kenyal dan halus. Kumainkan putingnya yang berwarna pink itu. Ia masih belum menyerah untuk berontak. Tetapi, semakin ia berontak, semakin aku bernafsu untuk memperkosanya. Ciumanku turun ke dadanya. Kulumat puting susunya dengan rakus. Kadang kugigit-gigit. Devi menggelinjang kegelian.

Kak.. sshh.. cukuphh.. udah dong.. sshh Ujarnya setengah mendesah.

Aku malah semakin gencar melancarkan seranganku. Kali ini jemariku kuarahkan ke vaginanya. Kumasukkan jari tengahku ke dalamnya. Ternyata Devi sudah tidak perawan.

Ooo, kamu sudah pernah toh.. gimana rasanya, enak kan? Sudahlah, nggak usah malu-malu. Nikmati aja.. Mendengar kata-kataku, Wajah Devi merah padam menahan malu.

Tidak! Devi nggak mau..

Mulutnya menolak, tetapi kurasakan vaginanya semakin basah karena jariku bergerak keluar masuk. Pantatnya pun bergerak-gerak merespon gerakan jariku. Kupermainkan klitorisnya dengan jariku. Dia tersentak kaget.

Aahh.. jangan.. mmhh. Ciumanku pindah lagi ke bibirnya.

Kumainkan lidahku. Selama beberapa detik tidak ada respon. Tetapi beberapa saat kemudian lidahnya membalas lidahku. Dia juga sudah tampak mulai pasrah, tidak lagi mencoba berontak seperti tadi. Kulepaskan ciumanku dari bibirnya. Kujilati dari wajahnya ke leher, turun ke dada, perut dan akhirnya sampai pada lubang kenikmatan. Kujilat-jilat bibir vaginanya sementara jariku masih bergerak keluar-masuk vaginanya.

Ooohh.. udahh.. geli.. Tangannya mencoba mendorong kepalaku. Tapi kutepiskan dengan tanganku yang satu lagi.

Kuteruskan permainan lidahku di vaginanya. Kali ini kugelitik klitorisnya.

Uuhh.. sshh.. jangaannhh.. sshh.

Vaginanya semakin basah. Kupikir, inilah saatnya.

Aku segera bangkit dan mengarahkan penisku yang sudah pada ketegangan maksimal. Devi sepertinya tahu apa tindakanku selanjutnya. Dia mencoba mendorongku, tapi kupegangi kedua tangannya. Kubuka lebar kedua pahanya dengan pahaku. Kumajukan pinggulku dan, bless! Dengan sekali tekan, amblaslah penisku ke dalam vaginanya.

Jangan Kaakk.. oohh teriaknya berusaha mencegahku.

Tetapi sudah terlambat. Aku tidak membuang waktu. Langsung kukocokkan penisku, semakin lama semakin cepat. Vagina Devi masih sangat sempit. Mungkin karena belum terlalu sering diterobos. Kurasakan vaginanya berdenyut-denyut. Nikmat sekali. Devi pun sepertinya sudah lelah untuk melawan. Ia malah terlihat seperti sedang menikmati setiap sodokan yang kulakukan.

Ssshh.. mmhh.. uuhh.. begitu saja yang keluar dari mulutnya.

Wajahnya merah, entah merah karena malu, atau karena nafsu. Bibirnya yang seksi terbuka, membuatku ingin melumatnya. Langsung saja kucium bibirnya. Kali ini, Devi langsung membalas ciumanku. Lidah kami saling membelit satu sama lain. Tanganku tidak tinggal diam. Kuremas lembut payudaranya yang indah. Kadang kupelintir putingnya yang sudah menegang.

Oohh.. sshh.. uuhh desahannya semakin keras.

Gimana, enak kan? tanyaku.

Wajahnya semakin merah mendengar pertanyaanku. Dia hanya terdiam. Kuhentikan sodokanku. Ternyata pantatnya masih terus bergoyang-goyang. Kusentakkan pinggulku secara tiba-tiba. Kupercepat gerakanku sampai pada batas maksimal kemampuanku.

Aaahh.. Kak Edohh.. uuhh.. sshh..

Kenapa sayang? kamu menikmatinya?

Iyahh.. oohh.. eennaakkhh.. sshh.. aahh...

Tak terasa 15 menit sudah kami berpacu dalam nafsu.
Kak.. sshh.. Devi.. mauhh.. kkelluarrhh.. oohh..

Tahan dulu sayang.. hh.. sebentar lagi..

Nggak bisaahh.. Devvii kkellluuaarr.. aakkhh..

Badannya mengejang tak karuan diiringi teriakan kenikmatan yang membahana. Sementara kecepatanku sama sekali tidak kukurangi. Tangan kiriku menggelitik klitorisnya, tangan kananku meremas dan memainkan payudara kirinya, sedangkan bibirku menghisap puting susu sebelah kanan. Semua kulakukan untuk menambah nikmatnya sensasi orgasme.

Sabar ya sayang. Aku belum keluar. bisikku mesra di telinganya.

Kucabut penisku dari vaginanya untuk memberinya kesempatan beristirahat. Kujilati lehernya sampai ke belakang telinga. Kugelitik klitorisnya dengan jemariku. Tak lama kemudian, vaginanya kembali basah.

Kamu mau lagi sayang?. Devi mengangguk pelan.

Kali ini dia lebih agresif. Dia langsung memegang penisku da meremasnya.

Punya Kak Edo besar dan panjang yah.. sampai mentok.

Aku hanya tersenyum. Bangga juga ada yang memuji senjataku, walaupun bukan yang pertama kali penisku diakui kehebatannya. Devi meneruskan aksinya. Dia tidak lagi meremas, melainkan menjilati penisku dari ujung sampai ke buah zakar. Nikmat sekali rasanya. Tak lama kemudian, dia mengulun penisku. Kulumannya sangat nikmat. Lembut, tapi sangat terasa. Aku hanya bisa memejamkan mata dan menikmati setiaphisapan yang dilakukannya padaku. Saat kubuka mata, Devi sudah duduk di atas penisku. Dia lalu mengarahkan penisku ke lubang vaginanya. Dan.. slebbbb.. tertelan sudah batang penisku oleh vaginanya. Devi bergoyang diatasku seperti orang menunggang kuda. Terkadang, ia memutar pinggulnya, persis seperti goyang Inul. Kuremas-remas payudaranya yang menggantung seksi di depanku. Kadang kuhisap dan kujilati putingnya.

Oohh.. sshh.. geli.. mmhh.. Devi merintih-rintih di atasku.

Selang 20 menit kemudian, Devi orgasme untuk yang kedua kalinya. Dia langsung ambruk di dadaku. Kubalikkan tubuhnya. Kutusuk dari belakang. Kugerakkan pinggulku secepat mungkin. Devi hanya mampu merintih dan mendesah. 5 menit kemudian, akumerasa ada sesuatu yang hendak keluar dari senjataku.

Vi.. aku.. mauhh.. kkeellluarr..

Janganhh.. dihh.. dalammhh.. mmhh

Langsung kucabut penisku dan kuarahkan ke wajahnya. Kubiarkan dia mengulum penisku. Beberapa detik kemudian.. croott.. croott.. aku ejakulasi di wajahnya. Sebagian spermaku masuk ke mulutnya, dan sebagian lagi membasahi wajah, leher dan dadanya.

Kami berbaring lemas dengan nafas tersengal. Kami berbincang-bincang dan akhirnya dia menceritakan tentang mantan pacarnya yang merenggut keperawanannya. Mantan pacarnya adalah kakak kelasnya sewaktu di Malang. Sekarang, anak itu sudah meninggal akibat overdosis narkoba. Devi pindah ke Jakarta untuk berusaha melupakan peristiwa itu. Ia beralasan kepada orangtuanya bahwa sekolah di Jakarta lebih bagus. Setelah cukup lama berbincang-bincang, kuajak dia mandi bersama.

Nafsuku kembali bangkit saat kami saling menyabuni tubuh masing-masing. Saat itu dia menyabuni penisku sambil meremas-remasnya. Langsung kucium bibirnya dan dia membalas dengan tak kalah ganasnya. Kami kembali melakukannya, kali ini dengan posisi berdiri di bawah guyuran shower. Tak henti-hentinya kuremas payudaranya yang montok dan kenyal itu. Kami melakukannya selama kurang lebih 12 menit lalu orgasme hampir berbarengan. Aku kembali berejakulasi di wajahnya. Entah mengapa, aku sangat merasa sangat puas bila melihat wajah wanita berlumuran spermaku.

Kami masih sering melakukannya hingga saat ini. Tak hanya di rumah tetapi juga di tempat-tempat lain seperti di hotel, mobilku, bahkan pernah kami melakukannya di WC sekolahnya. Padahal, aku sudah punya pacar dan Devi pun begitu. Ada kepuasan yang berbeda bila bercinta dengannya. Ada satu hal yang sama-sama ingin kami coba, yaitu beradegan three some. Ada yang berminat untuk ikutan?

Tamat