Me and My Teacher - 1

Namaku Indra. Sudah hampir sebulan bulan ini aku menjadi budak seks ibu Anna, Ibu guru biologi di sekolahku. Dengan bermodalkan foto-foto diriku (baca "My Teacher"), dia membuatku menuruti semua perintahnya.

Setiap harinya kecuali hari rabu dimana ibu Anna mengajar praktikum biologi, aku diharuskan datang ke rumahnya, tidak boleh lewat dari jam satu siang. Jam pulang sekolah adalah jam 12:30, namun karena jarak rumah ibu Anna yang tidak terlalu jauh (10 menit perjalanan dengan kendaraan umum) maka itu aku masih sempat untuk makan siang dahulu di kantin. Walaupun tak urung seorang teman dekatku mulai mencurigai kegiatanku. Karena memang tidak biasanya aku selalu bergegas pergi setelah pulang sekolah. Biasanya aku menghabiskan waktu di sekolahan dengan teman-temanku untuk sekedar ngobrol sambil makan roti bakar atau juga bermain basket sampai sore.

Dengan sebuah kebohongan yang diikuti kebohongan lainnya aku untuk sementara dapat meloloskan diri dari kecurigaannya. Di rumah ibu Anna sudah banyak pekerjaan yang menantiku. Sesudah mencuci piring-piring kotor, kemudian aku mencuci pakaian-pakaiannya dengan mesin cuci, sesudah itu baru aku terakhir menyapu dan mengepel lantai. Pada awalnya pekerjaan itu menghabiskan waktu selama satu jam, kini setelah terbiasa, aku dapat mengerjakannya dalam waktu 30 menit. Ibu Anna sendiri biasanya datang pada jam sekitar jam 01:30-02:00 siang.

Ibu Anna pernah memberikan larangan masuk ke kamarnya jika dia belum datang, namun suatu hari aku pernah memberanikan diri untuk masuk ke kamarnya untuk mencari foto-foto diriku yang kuperkirakan disembunyikannya di suatu tempat di kamarnya. Dengan cepat aku memeriksa dengan seksama kamar itu mencari dimana kira-kira foto-foto itu disembunyikan. Akhirnya aku menemukan satu laci lemarinya yang terkunci. Sesudah mencari beberapa saat, akhirnya aku temukan kuncinya di bawah tumpukan buku.

Namun ketika kubuka laci itu yang kutemukan adalah kumpulan vCD porno yang semuanya kira-kira berjumlah 30 buah dan juga beberapa majalah porno keluaran luar negri. Mau tidak mau aku terkagum-kagum dengan koleksinya. Temanku Agus yang dikenal sebagai "raja bokep" di sekolahku saja tidak mempunyai koleksi sebanyak ini. Setelah kuperhatikan semua vCD dan juga buku-buku pornonya bertema perbudakan kaum pria oleh wanita. Di cover-cover vCD terlihat gambar pria yang disiksa dengan sadis. Beberapa pernah kualami sendiri, namun banyak yang memperlihatkan penyiksaan yang lebih menyakitkan dari pada yang kualami selama ini.

Di salah satu cover vCD yang tampaknya keluaran Jepang aku melihat seorang pria yang di gantung terbalik kemudian disekelilingnya ada 5 wanita yang mencambukinya. Dapat kulihat expressi kesakitannya dan juga bekas-bekas pukulan yang sebelumnya mendarat di tubuhnya. Dalam hatiku berharap ibu Anna tidak tergoda untuk memperlakukan diriku seperti demikian. Dan entah kenapa ada keinginan dalam diriku untuk melihat-lihat yang lain, namun segera saja kuurungkan niatku ketika aku melihat sudah hampir jam setengah dua. Dengan segera aku mengunci laci itu dan meletakkan kuncinya pada tempat sebelumnya. Yah memang hari itu aku sedang beruntung, karena jika terlambat satu menit saja ibu Anna bisa memergokiku yang sedang menggeledah kamarnya.

Sesudah datang biasanya ibu Anna langsung masuk ke kamarnya, dan tanpa diperintah lagi aku mengikutinya masuk. Disana sudah menunggu tugas "kebersihan" lainnya. Ibu Anna dengan santai berbaring di ranjangnya sedangkan aku dengan perlahan melepaskan sepatu hak tingginya lalu mejilati kedua telapak kakinya dengan lidahku sampai bersih. Maksudku benar-benar bersih, ibu Anna tidak mau ada bagian yang terlewat sedikitpun, termasuk disela-sela jarinya. Setelah itu, dia akan memberiku isyarat untuk melepaskan rok yang dikenakannya, sedangkan untuk membuka celana dalam yang dikenakannya aku tidak diperbolehkan menggunakan tanganku, melainkan hanya menggunakan mulutku.

Pada awalnya aku kesulitan dengan tugas satu itu, baru sesudah kulakukan berulang kali aku mulai bisa melakukannya dengan mudah. Sesudah itu vaginanya yang lembab akibat keringat setelah bekerja mengajar seharian, kukecup dengan lembut berulang kali, sesuai dengan yang di ajarkannya padaku. Setelah beberapa kali mendapat petunjuknya, kini bisa dibilang ibu Anna sudah cukup puas dengan keahlianku, sehingga dia hanya berdiam diri saja memperhatikanku mengerjakan pekerjaan rutinku, atau biasanya dia dengan santai menonton film porno yang sebelumnya disetelnya. Sedangkan aku masih terus mencium dan menjilati vaginanya sampai ibu Anna menyuruhku berhenti. Pernah suatu kali aku melakukannya selama hampir satu jam. Akibatnya lidahku menjadi sakit dan kelu. Sedangkan rahangku hampir copot rasanya.

Suatu kali, tanpa terduga ibu Anna memperbolehkanku untuk memasukkan penisku ke vaginanya. Tentu saja aku kegirangan mendapat kesempatan ini. Selama aku mengerjakan pekerjaanku mengoral vaginanya tentu saja aku merasa terangsang, hanya saja biasanya setelah ibu Anna puas dengan pekerjaanku dia kemudian menggunakan vibrator (penis buatan) untuk memuaskan nafsunya yang sudah memuncak. Sedangkan diriku hanya dapat dengan iri melihat vibrator itu melaksanakan tugasnya. Sesudah selesai, barulah ibu Anna menyuruhku pulang. Baru di rumah aku menyalurkan nafsuku dengan mansturbasi. Karena itu kesempatan yang kali ini kudapat tidak akan kusia-siakan begitu saja. Sedangkan ibu Anna sudah siap dengan posisi menungging. Dengan hati-hati aku mencoba untuk memasukkan penisku yang tegang ke dalam vaginannya. Secara perlahan aku melihat penisku masuk ke dalam lubang vaginannya, yang sebelumnya sudah kujilati sampai basah sekali.

"Kontol kamu kecil" kata ibu Anna dengan nada mengejek.

Panas juga hatiku mendengar perkataannya. Memang ketika sedang berada di rumah, ibu Anna seperti orang yang berbeda dengan ibu Anna yang mengajar biologi di sekolah yang biasa berkata-kata dengan sopan dan santun. Disini dia adalah wanita berumur 30 tahun dengan dengan birahi yang tidak kunjung terpuaskan. Sesudah seluruh batang penisku terbenam dalam liang vaginanya barulah aku mencoba menggerakannya perlahan. Yang terjadi selanjutnya adalah ketika baru 3 kali aku memompa penisku di dalam vaginanya aku sudah tidak dapat menahannya lagi.

"Keluarin!" bentak ibu Anna dengan tiba-tiba setelah dia menyadari aku sudah hampir orgasme.

Bersamaan dengan keluarnya penisku, aku mengalami orgasme dahsyat. Spermaku menyembur mengenai tepat di lubang anusnya yang kemudian turun ke masuk ke lubang vaginanya dan menetes-netes ke sprei. Sedangkan aku dengan terengah-engah kenikmatan mengocok-ngocok batang penisku sehingga makin banyak menumpahkan sperma ke lubang anusnya. Melihat keadaanku, secara spontan ibu Anna tertawa terbahak-bahak.

"Baru kali ini saya ketemu cowok yang kontolnya nggak ada gunanya kayak punya kamu itu" katanya mengejekku.

Tentu saja ketika itu harga diriku sebagai lelaki terusik mendengar ejekannya. Dengan menggenggam batang penisku yang masih tegang aku mencoba memasukannya kembali ke lubang vaginanya.

Zlebb..

Dengan mudah batang penisku masuk ke dalam liang vaginanya yang masih basah.

"Apa-apaan kamu! Keluarin kontol kamu itu" tiba-tiba ibu Anna membentakku dengan keras.

Dengan tergesa-gesa aku menarik batang penisku yang baru saja terbenam dalam liang vaginanya. Dan tanpa bisa kutahan kembali aku mengalami ejakulasi. Dengan tubuh gemetar menahan nikmat, aku mengocok penisku dengan cepat sehingga banyak sperma yang tumpah dan jatuh di telapak kakinya. Sementara ibu Anna menatapku dengan pandangan jijik, seakan-akan aku ini adalah gundukan sampah yang menyerupai manusia.

"Heh kontol! Kamu harus membersihkan ini semua" bentaknya.
"Maaf bu" jawabku pelan dengan menundukan kepala karena malu. Aku segera beranjak turun dari ranjang untuk mengambil tissue.
"Pakai mulut" kata ibu Anna dengan dingin.

Tentu saja aku mau protes dengan perintahnya itu. Yang pertama, itu adalah spermaku dan tentunya aku tidak mau menjilati spermaku sendiri dan yang kedua adalah setelah dua kali ejakulasi tadi aku kini sudah tidak mempunyai nafsu lagi. Tapi ketika kulihat tatapan marah di matanya segera saja hatiku menjadi ciut. Dengan perasaan menyesal aku memandang ke genangan sperma di lubang anus ibu Anna. Belum pernah aku menjilati lubang anus ibu Anna sebelumnya, kini mau tidak mau aku harus melakukannya.

"Cepat!" bentak ibu Anna, "Dan jangan berhenti sebelum disuruh" sambungnya lagi.

Dengan harga diri yang hancur terinjak-injak aku mulai menjilati daerah sekitar lubang anusnya dengan perlahan.

"Heh kontol! Bersihin yang benar," bentaknya sambil melotot padaku.

Kupejamkan mataku dan setelah mengumpulkan kekuatanku aku mulai menjilati sperma yang tergenang. Dengan segera aku mencium bau khas sperma dan juga rasa asin dari spermaku yang tadi baru kutumpahkan di lubang anusnya.

"Lebih cepet!" kembali ibu Anna memberikan perintah.

Hampir menangis rasanya aku mendapat penghinaan seperti ini. Mau tak mau aku mempercepat gerakan lidahku. Kutempelkan lidahku di lubang anusnya, kemudian kuseret lidahku di permukaan lubang anusnya sehingga sperma di lubang anusnya sudah terangkat semua oleh lidahku, ini kulakukan agar aku tidak berlama-lama dengan pekerjaan yang menyiksaku ini. Namun kerena ibu Anna belum mengatakan apapun maka aku tidak berani menghentikan pekerjaanku. Mau tidak mau aku terus menerus menjilati lubang anusnya, sehingga lubang anusnya yang tadinya basah karena spermaku kini malah menjadi tergenang oleh air liurku.

Pada awalnya aku menyangka akan mencium bau tidak sedap dari lubang anusnya itu, namun setelah beberapa saat aku menyadari bahwa aku tidak mencium dan merasakan apa-apa disana. Selang beberapa lama setelah aku melakukannya aku mulai merasa menikmatinya. Sementara aku masih dengan bersemangat menjilati lubang anusnya, ibu Anna mulai merintih-rintih keenakan.

"Ternyata lidah kamu lebih berguna dari pada kontol kecil kamu itu" katanya padaku dengan seenaknya.

Setelah beberapa saat kemudian, ibu Anna memerintahkanku untuk menciumi lubang anusnya. Sesudah beberapa kali kulakukan barulah dia menyuruhku berhenti. Kemudian menyusul vaginanya yang 'kubersihkan' dan terakhir telapak kakinya. Barulah sesudah itu aku diperbolehkan pulang.

Bersambung . . . . . .

Me and My Teacher - 2

Hari itu hari sabtu. Dengan gelisah aku berkali-kali melihat ke jam dinding, sudah jam 12 lewat 40 menit tapi Pak Rudi (Kepala Sekolah) masih dengan semangatnya menerangkan tentang rencana study lapangan selama tiga hari yang akan diadakan di luar kota bulan depan. Yang membuatku gelisah adalah entah kenapa hari itu tanpa sengaja aku meninggalkan kunci rumah ibu Anna yang dipercayakannya padaku. Rumahku bisa dibilang dekat dengan rumah ibu Anna, hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk pulang ke rumahku dan kemudian langsung ke rumah ibu Anna. Yang membuatku khawatir adalah beberapa hari terakhir ini ibu Anna pulang lebih awal. Biasanya hampir jam 2 siang ibu Anna baru datang, namun kini jam satu lewat beberapa menit saja ia sudah datang. Bahkan pernah suatu ketika ibu Anna sudah menunggu di depan rumahnya pada saat aku datang, namun karena memang belum lewat jam 1 siang maka ibu Anna tidak menarik panjang hal itu.

Sementara itu belum ada tanda-tanda Pak Rudi akan selesai bicara sehingga membuatku semakin gerah saja. Selang beberapa menit kemudian aku sudah tidak tahan.

"Pak sudah siang nih," ujarku memberanikan diri.

Untung saja teman-teman kelasku yang lain ikut-ikutan memprotes sehingga dengan terpaksa Pak Rudi menyudahi pembicaraannya lalu membubarkan kelas. Langsung saja aku berlari secepatnya untuk segera pulang ke rumah mengambil kunci baru kemudian ke rumah ibu Anna. Dan benar saja kekhawatiranku, meskipun dengan sekuat tenaga aku berusaha, aku baru bisa sampai pada jam 1 lewat 10 menit. Dan ibu Anna sudah menyambut di depan pintu rumahnya dengan pandangan yang mau membunuhku ketika melihatku datang.

"Kamu tahu apa kesalahan kamu?" kata ibu Anna kepadaku ketika kami sudah berada di dalam rumahnya.
"Tahu bu" jawabku.
"Bagus, berarti kamu juga tahu apa hukuman kamu?" lanjutnya lagi.

Aku tertegun sejenak mendengar pertanyaanya. Bisa-bisanya aku tidak ingat dengan ucapanya waktu itu. Aku mencoba berpikir mengingat-ingat apa yang waktu itu pernah ibu Anna katakan padaku tentang hukuman apa yang diberikan jika aku datang telat. Semakin lama aku berpikir semakin aku tidak bisa ingat apa-apa, apalagi aku mejadi semakin gugup melihat gerak-gerik ibu Anna yang tampaknya akan marah besar.

"Tahu tidak!?" bentak ibu Anna di depan wajahku.
"Maaf bu" jawabku pasrah.
"Dasar otak kontol" makinya padaku semaunya.

Entah mengapa setelah mendengar makiannya yang pedas, aku langsung teringat dengan perkataanya waktu itu. Ketika itu ibu Anna memberikan surat ancamannya yang disertai dengan foto-foto diriku, siangnya ibu Anna menemuiku dan memberikan kunci rumahnya padaku disertai dengan perintah-perintah dan peringatannya jika aku sampai telat aku akan dihukum seperti pada waktu aku pertama kali datang kerumahnya (baca "My Teacher").

Namun kini sesudah aku mengetahuinya, aku malah tidak berani mengatakannya, karena aku tahu ibu Anna sekarang ini sedang marah besar, dan menurut pendapatku pada saat ini ibu Anna lebih suka aku diam tidak menyela makian-makiannya pada diriku.

"Bagaimana sekarang?" tanyanya padaku setelah puas menyemburkan cacian padaku selama hampir semenit lamanya.
"Ampun Bu saya pantas dihukum" jawabku terpaksa.
"Sekarang kamu pulang dan minta ijin sama orang tua kamu untuk menginap di rumah teman kamu malam ini" katanya padaku setelah terdiam sesaat.

Walaupun aku tahu apa yang akan terjadi padaku, namun tetap saja aku tidak berani protes, bahkan untuk menatap matanya saja aku tidak berani.

"Baik bu" jawabku lirih.
"Kamu harus kembali kesini dalam sejam" katanya padaku, "Awas kamu bisa dihukum lebih parah kalau lalai lagi" sambungnya.

Setelah itu, dengan tidak membuang waktu aku segera beranjak untuk pergi pulang. Sesampainya dirumah aku segera berganti pakaian dan tidak lupa membawa satu setel pakaian yang kumasukan ke dalam tas yang biasanya kugunakan untuk bermain bola. Untung saja ibuku tidak terlalu susah memberikan ijin padaku untuk pergi menginap hari itu. Dengan segera aku bergegas untuk langsung pergi. Walaupun sebenarnya aku tahu pada waktu itu aku masih sempat untuk makan siang dahulu sebelum kembali ke rumah ibu Anna, Namun kali itu aku tidak berani ambil resiko untuk ayal-ayalan. Dalam waktu setengah jam, aku sudah kembali ke rumah ibu Anna. Disana aku melihat ibu Anna sudah menungguku.

"Apa itu?" tanya ibu Anna sambil melihat ke tas yang kubawa.
"Baju bu" jawabku jujur.
"Kamu tidak perlu baju, taruh disana" katanya dengan dingin sambil menunjuk ke sofa.

Dengan segera aku melaksanakan perintahnya. Agak kecut juga hatiku mendengar perkataannya, aku yakin tidak lama lagi ibu Anna akan menyuruhku membuka pakaian yang kini kukenakan.

"Mulai sekarang kamu dilarang berbicara apapun juga, kecuali atas seijin saya, mengerti?" katanya padaku dengan dingin. Aku mengangguk mengiyakan.
"Bagus, sekarang ikut ibu" perintahnya lagi padaku.

Aku mengikuti langkahnya dari belakang. Ibu Anna belum mengganti pakaiannya, masih sama seperti yang biasa dia kenakan jika mengajar. Setelan jas dan rok formal berwarna hitam serta sepatu hak tinggi, sedangkan aku kini mengenakan kaos santai dan celana 3/4. Di tangannya, ibu Anna membawa sebuah benda yang tidak terlalu kuperhatikan, namun sepertinya aku dapat memastikan bahwa itu akan dipergunakan padaku.

Aku mengikuti langkahnya menuju ke bagian belakang rumah. Benar saja perkiraanku, ibu Anna membawaku ke ruang tempat menjemur pakaiannya.

"Buka semua pakaian kamu!" katanya padaku setelah kami berada disana.

Dengan cepat aku meloloskan semua pakaianku. Meskipun di sana adalah ruang yang terbuka pada bagian atasnya, namun tidak memungkinkan bagi orang di luar untuk dapat melihat kegiatan kami didalam, dikarenakan tembok disekeliling yang tingginya bersambung dengan tingat dua bangunan itu. Aku tidak mengerti kenapa sampai sekarang aku masih saja tidak terbiasa berada dalam keadaan bugil dihadapan ibu Anna, meskipun hampir setiap hari aku mengalaminya selama sebulan belakangan ini. Dan entah kenapa setiap aku berada dalam keadaan seperti itu, penisku langsung mulai menengang ketika ibu Anna menatapku dengan perasaan jijik, tidak terkecuali saat ini.

"Saya lihat kamu sudah tidak sabar" katanya padaku sambil tangannya mengocok pelan penisku yang sudah tegang.
"Benar begitu hah?" tanyanya padaku sambil masih terus mengocok penisku.
"I.. Iya bu" jawabku.
"Diam!!" bentaknya sambil tangannya yang tadi digunakannya untuk mengocok penisku menampar pipi kiriku dengan keras.
Tamparannya lebih menyakiti harga diriku di banding kulitku.
"Kamu akan dihukum oleh karena itu" katanya ibu Anna kemudian.

Selanjutnya ibu Anna memasangkan sejenis kalung yang terbuat dari kulit (collar) yang tersambung dengan rantai, di leherku, kemudian ujung rantainya di kaitkan ke tiang besi yang terdapat di tengah-tengah ruangan itu. Panjang rantainya sendiri sedikit kurang dari 2 meter. Setelah ibu Anna selesai memasangnya, ibu Anna kemudian mengambil sebuah benda yang berwarna hitam yang tadi dibawanya. Benda itu teryata sebuah cambuk yang panjang talinya sekitar 1,5 meter.

"Ctarr".

Tanpa diduga-duga ibu Anna melecutkan cambuk itu. Secara refleks aku melompat kaget, namun sesudahnya aku sadar bahwa ibu Anna hanya memukul udara.

"Lari!" perintah ibu Anna.

Dengan segera aku mulai berlari. Ruang itu luasnya hanya 4x4 meter, sehingga tidak memberikan banyak ruang bagiku untuk berlari, di tambah dengan ikatan di leherku maka aku hanya berlari berputar-putar di sekitar tiang itu.

Ctarr.. kali ini benar-benar sebuah cambukan mendarat tepat di pantat kananku.

"Auu!" jeritku sambil melompat kesakitan.
"Jangan bicara!" bentaknya padaku sambil mendaratkan sebuah pukulan lagi di punggungku. Kugigit bibirku untuk menahan sakitnya.
"Lebih cepat!" sambungnya memberi perintah. Mendengar perintahnya aku langsung berlari secepat-cepatnya mengitari tiang itu.

Aku sudah terbiasa dengan olah raga sepakbola, karena itu bisa dibilang staminaku sedikit diatas orang-orang yang lain. Setelah sepuluh menit barulah aku mulai merasa kehabisan tenaga. Sebenarnya bisa dibilang keadaanku pada saat itu benar-benar konyol, dibawah terik matahari, aku berlari sprint berputar-putar disekitar tiang dengan keadaan bugil. Sedangkan ibu Anna tidak segan-segan mendaratkan cambuknya di tubuhku jika aku mulai memperlambat gerakanku. Sudah beberapa cambukan yang mendarat di tubuhku, diantaranya tiga di punggung, dua di pantatku dan sekali mengenai tanganku. Setiap pukulannya yang mendarat di tubuhku memberiku semangat untuk kembali mempercepat lariku. Dan boleh percaya boleh tidak pukulan cambuk yang mendarat di tubuhku memberiku tenaga lebih dari yang diberikan minuman energi merek apapun juga. Dengan peluh yang sudah mengucur dari seluruh tubuhku aku masih terus berlari hingga akhirnya aku hampir mencapai batas ketahanan tubuhku.

"Stop" kata ibu Anna tiba-tiba.

Mendengar perkataanya langsung saja aku berhenti dan langsung jatuh berlutut dengan nafas teputus-putus. Aku sangat yakin jika diteruskan beberapa putaran lagi aku pasti akan pingsan. Karena pada saat itu aku sudah merasakan intensitas cahaya dilingkungan itu bertambah besar, suatu gejala ketika tubuh sudah mencapai batas ketahanan.

Selang beberapa saat aku mulai dapat mengatur nafasku. Baru setelah itu aku mulai dapat merasakan perih sesungguhnya akibat cambukkan yang tadi mengenaiku. Dengan perlahan aku mencoba untuk meraba bagian-bagian tubuhku yang perih. Garis-garis merah bekas pukulan terlihat jelas di paha dan tanganku. Sedangkan wajah ibu Anna menunjukkan ekspresi kepuasan melihat penderitaanku. Setelah membiarkanku untuk istirahat sejenak, kemudian ibu Anna memulai permainan lainnya.

Setelah melepaskan rantai dari tiang besi itu, ibu Anna kemudian menyentaknya, memberi isyarat padaku untuk mengikutinya. Dengan patuh akupun kemudian merangkak mengikuti langkahnya. Ibu Anna sudah pernah memberi perintah jika aku mengenakan collar maka aku tidak diperbolehkan berjalan berdiri, melainkan merangkak seperti anjing.

Ibu Anna ternyata akan membawaku ke lantai dua. Aku tidak pernah mengetahui ada apa di sana, karena ibu Anna tidak pernah membiarkan pintu yang terdapat di ujung tangga tak terkunci. Dengan tangan kiri memegang rantai yang terhubung dengan collar di leherku, ibu Anna membuka pintu itu dengan tangan kanannya. Aku sebelumnya sempat menduga bahwa lantai dua itu dipergunakan sebagai gudang, namun dugaanku meleset sedikit.

Bersambung . . . . .

Me and My Teacher - 3

Ruangan itu besarnya sekitar 5X10 meter, seluruhnya tertutup karpet tebal berwarna biru dan di ruangan itu terdapat beberapa cermin persegi yang berukuran besar sedangkan temboknya bercat hitam. Kesan pertamaku setelah memasuki ruangan ini adalah panas dan pengap, entah apa penyebabnya. Bisa dibilang tidak terdapat apa-apa diruangan itu, hanya beberapa alat yang tidak kuketahui kegunaannya yang terletak di salah satu sudut ruangan itu.

Sementara aku masih memperhatikan ruangan itu, secara tiba-tiba ibu Anna duduk di punggungku, seperti layaknya menunggang kuda. Merasakan ada beban di punggungku, secara tidak sadar aku menengok kebelakang, dan kulihat ibu Anna hanya tinggal mengenakan BH dan celana dalam berwarna hitam. Aku sudah cukup sering melihat ibu Anna dalam keadaan bugil, sehingga aku merasa biasa saja melihatnya dalam keadaan demikian.

"Plak!"

Tahu-tahu ibu Anna memukul keras pantatku dengan menggunakan telapak tangannya.

"Jalan!" katanya dingin.

Dengan terpaksa akupun menuruti perintahnya. Dengan tubuh ibu Anna di atas pundakku, aku mulai dengan perlahan merangkak. Baru beberapa langkah saja aku sudah merasa sakit-sakit di lutut, pinggul dan punggungku, untung saja lantainya di lapisi karpet, jika tidak pastinya lututku sudah lecet-lecet. Bisa dibilang saat itu keadaanku sudah tidak mempunyai tenaga setelah sebelumnya di siksanya, namun ibu Anna tidak mau tahu dengan keadaanku.

Sudah beberapa kali pantatku kena pukulannya yang kali ini tampaknya menggunakan sepatu hak tingginya yang entah kapan dia melepasnya. Sebenarnya pada saat itu aku lebih memilih ibu Anna memukuli pantatku dari pada terus merangkak, tapi tentu saja aku takut sewaktu-waktu amarahnya bisa meledak jika aku tidak menurutinya. Sesudah dua kali memutari ruangan itu aku sudah benar-benar tidak sanggup. Secara tiba-tiba tubuhku ambruk tak dapat menahan beban di punggungku. Sedangkan ibu Anna dengan cekatan segera berdiri sesudah sebelumnya ikut terjatuh bersamaku.

Dengan marah ibu Anna menyuruhku untuk bangun sambil kakinya menendang pahaku, sedangkan tubuhku terus saja tergolek seperti mayat. Jangankan untuk kembali bangun, untuk menggerakkan tanganku saja rasanya sulit, dan bernafas saja sepertinya sudah menggunakan semua tenagaku yang tersisa. Sedang ibu Anna yang masih penasaran, kemudian mulai menggunakan cambuknya untuk memukuliku. Tubuhku yang terkena pukulannya berkelojotan seperti cacing, namun tetap saja aku tidak mampu untuk berdiri. Setelah meneruskan beberapa kali, ibu Anna kemudian menyerah juga, ia kemudian meniggalkanku sendirian di ruang itu. Setelah ibu Anna pergi dari sana langsung saja aku tertidur atau pingsan, aku tidak tahu.

Selang beberapa waktu kemudian aku terbangun. Keadaanku sekarang tidak terlalu berbeda dengan waktu sebelum tertidur tadi, aku masih telungkup di karpet, hanya saja kali ini tanganku dan kakiku terikat dengan kuat. Siapa lagi kalau bukan ibu Anna yang melakukannya. Secara perlahan perih-perih di tubuhku mulai terasa kembali. Keringat masih terus keluar dengan deras dari tubuhku akibat suhu ruangan yang panas, sedangkan mulut dan tenggorokanku terasa kering sekali. Belum pernah aku merasa sehaus itu. Selang setengah jam kemudian barulah aku mendengar suara seseorang yang menaiki tangga, lalu kemudian membuka pintu yang terkunci.

Ibu Anna melangkah mendekatiku dengan santai. Pada saat itu ia sudah tidak mengenakan pakaian sama sekali. Dengan jelas aku melihat tubuhnya yang juga di banjiri keringat seperti diriku sekarang ini.

"Bagaimana keadaan kamu?" tanyanya padaku setelah dia berada disampingku.
"Saya.. Haus.. Bu" kataku padanya terbata-bata sambil memandang lemah ibu Anna disebelahku.

Dia tidak menjawabnya, melainkan dengan santai dia meletakkan kaki kanannya di atas kepalaku. Melihat responnya aku tidak berani mengulangi permintaanku lagi.

"Seberapa haus?" tanyanya tiba-tiba padaku.
"Sangat haus bu" kataku memelas.
"Apa yang kamu mau?" tanyanya lagi padaku.
"Minum.. S.. Saya mau minum" jawabku lagi.
"Mau minum apa?" kembali ibu Anna memberikan pertanyaan yang menjengkelkan.
"Apa saja.. Terserah" jawabku dengan lemas, karena aku merasa pada saat ibu Anna tidak akan mengabulkan permintaanku.
"Apa saja boleh?" tanyanya lagi padaku.
"Ya Bu apa aja" jawabku dengan cepat seakan mendapat harapan baru.
"Baik kamu yang minta" kata ibu Anna kemudian.

Setelah ibu Anna berkata demikian, ia lalu membalik tubuhku, lalu berdiri tepat di atas wajahku. Dapat kulihat pemandangan yang pada saat biasa kuanggap sebagai salah satu pemandangan terindah di dunia ini, tapi tidak sekarang, yang kupikirkan saat ini hanyalah air. Secara perlahan ibu Anna berjongkok dan memposisikan vaginanya tepat di atas mulutku. Dalam sedetik kemudian aku sudah tahu apa yang mau di lakukannya. Dengan tangan kirinya, ibu Anna menekan pipiku sehingga membuat mulutku membuka paksa.

Setelah menunggu beberapa detik, akhirnya ibu Anna mulai menyemburkan air kencingnya yang berwarna kuning kental itu tepat ke mulutku yang terbuka lebar. Walaupun sebelumnya aku sudah pernah mendapat perlakuan serupa (kembali baca "my teacher), namun pada saat itu kuanggap hal itu adalah hal yang tidak menyenangkan bagiku. Secara wajar aku mencoba menggerakkan kepalaku menolak hal itu, namun tidak bisa karena di tahan oleh tangan kiri ibu Anna. Mungkin pada keadaan biasa aku masih bisa mencoba untuk meronta, tapi tidak sekarang pada saat hampir semua tenagaku habis tersedot karena perlakuannya padaku tadi.

Setelah air kencing mulai menggenangi mulutku, aku dapat merasakan rasa asin di lidahku dan bau pesing yang menusuk di hidungku. Sampai pada saat itu aku masih berusaha untuk tidak menelannya, namun mungkin karena aku sudah sangat kehausan, tanpa sadar aku menelan juga air kencing yang menggenangi mulutku. Tiba-tiba saja aku merasakan bahwa rasanya tidak seburuk yang kuperkirakan, asin dan sedikit pahit, cukup enak buatku yang sudah sangat kehausan. Dengan cepat aku kembali meneguk cairan itu, kemudian diikuti tergukan-tegukan lainnya, rasa jijik sudah tidak kuhiraukan lagi, malah kemudian dengan rakus aku terus menelan air kencing yang masih terus menerus di tumpahkan dari vagina ibu Anna.

Secara sekilas aku dapat melihat wajah ibu Anna yang tersenyum melihat kelakuanku itu. Air kencing yang tadinya menggenangi mulutku sekarang sudah kering kutelan, sedangkan ibu Anna masih terus mengeluarkan "minumannya", seakan tidak ada habisnya. Tangan kirinya sudah tidak di gunakan untuk menekan pipiku, pada saat itu aku sudah membuka mulutku lebar-lebar dengan senang hati menerima pemberiannya. Kini kedua tangannya membuka kedua bibir vaginannya dengan lebar untuk memudahkan jalan semburan air kencingnya.

Selang beberapa detik kemudian semburannya mulai melemah dan akhirnya benar-benar berhenti.

"Bersihin" kata ibu Anna padaku sambil tangannya masih membuka lebar kedua belah bibir vaginanya.

Dengan patuh aku segera melakukan perintahnya, sambil sedikit mengangkat kepalaku, kujilati bagian dalam vagina serta klitorisnya dengan bersemangat, seolah-olah tenagaku kembali setelah meminum air kencingnya.

"Ok stop" kata ibu Anna selang beberapa saat kemudian, dan dengan segera akupun menghentikan pekerjaanku.
"Enak ya?" tanya ibu Anna kemudian padaku sambil tetap berjongkok di atas wajahku.
"Iya bu.. Kalau boleh saya mau minta lagi" jawabku tanpa malu-malu, karena di samping masih merasa haus, ternyata aku juga mulai menikmatinya.
"Kalau begitu kamu harus memohon" katanya lagi padaku.
"Saya mohon bu.. Saya sangat suka air kencing ibu" sahutku dengan cepat, seakan-akan kata-kata itu meluncur begitu saja dari kepalaku.
"Bagus, karena kamu yang minta, mulai sekarang dirumah ini, cuma itu minuman kamu" katanya.

Dan aku benar-benar sudah gila karena justru merasa senang mendengar perkataanya itu. Setelah berkata demikian, ibu Anna kemudian meludah tepat ke mulutku yang terbuka. Dengan senang hati aku kemudian menelannya.

"Sekarang kamu istirahat, permainan baru akan dimulai nanti malam" katanya padaku sambil berlalu meninggalkanku setelah sebelumnya membuka ikatan pada tangan dan kakiku.

Agak terkejut juga aku mendengar perkataannya, apa yang sudah kualami ini hanya sekedar pemanasan saja? Pikirku dalam hati. Tak lama kemudian aku mendengar suara pintu yang dikunci dari luar. Aku tidak tahu jam berapa sekarang ini, namun mendengar perkataannya aku merasa saat ini sekitar jam 4 sampai jam 5 sore. Dengan perut kembung aku kemudian kembali tertidur. Aku terbangun setelah ada seseorang yang menendang testisku dengan perlahan.

"Mau tidur sampai kapan hah!" bentaknya garang.

Meskipun agak mendongkol dengan caranya membangunkanku, mau tidak mau aku membuka mataku dan beranjak berdiri. Belum pernah kulihat ibu Anna menggunakan pakaian seperti itu sebelumnya. Ia mengenakan BH berwarna hitam yang tampaknya terbuat dari kulit serupa dengan celana dalamnya yang sangat mini. Di tangannya ia menggenggam cambuk yang tadi siang sudah dipergunakannya, sedang rambutnya diikat kencang kebelakang menambah "kegarangannya". Yang paling menonjol adalah pada bagian depan celana dalamnya terdapat penis buatan yang sepertinya terbuat dari bahan plastik. Meskipun agak geli aku melihat hal itu, namun aku hanya terdiam saja menunduk, menunggu perkataannya.

Dengan memberi isyarat, ibu Anna menyuruhku mengikutinya. Ia membawaku ke salah satu sudut ruangan dimana terdapat benda yang terbuat dari kayu berbentuk huruf "X" yang pada saat itu tidak kuketahui apa gunanya. Dengan tidak mengucapkan sepatah kata, ibu Anna mengikatkan kedua tangan dan kakiku ke tali yang terdapat dimasing-masing ujung benda itu sehingga tubuhku juga membentuk huruf "X", terikat di benda itu.

Setelah itu, tanpa ba bi Bu lagi ibu Anna mendaratkan sebuah pukulan dari cambuknya yang mengenai punggungku. Aku menjerit keras dengan spontan begitu merasakan perih pada punggungku.

"Silahkan kamu teriak, ruang ini kedap suara" kata ibu Anna sambil tak henti-hentinya mendaratkan cambuknya di tubuhku.

Aku tidak berani menoleh, karena salah-salah wajahku yang terkena cambukannya, maka dari itu sebisanya saja aku meronta-ronta, namun karena kedua tangan dan kakiku terikat kuat sepertinya usahaku hanya sia-sia belaka, malahan mungkin itu membuatnya semakin gusar saja. Sesudah itu aku kemudian memutuskan untuk mencoba cara lain.

"Auu sakit bu! ampunn.. Jangan siksa saya lagi.. Aaahh" jeritku memohon padanya disela-sela erangan kesakitan terkena pukulannya.

Namun seakan tidak mendengar, ibu Anna masih tetap saja melakukan kegiatannya. Baru setelah kira-kira 5 atau 6 kali lagi cambuk itu mengoyak kulitku baru dia menghentikannya.

"Itu hukuman atas kesalahan kamu tadi, seharusnya kamu cuma menerima 10 pukulan, tapi karena kamu tadi bicara jadi di tambah 5 pukulan" kata ibu Anna dengan sedikit terengah-engah akibat pekerjaannya. Sedangkan diriku sudah hampir pingsan menahan sakit. Rasanya seluruh darah di tubuhku berkumpul di kepala dan telingaku tak henti-hentinya berdengung.

"Mulai sekarang jika kamu membantah perintah, kamu langsung dapat 20 pukulan mengerti?" lanjutnya lagi yang diikuti anggukan lemah kepalaku untuk mengiyakan.
"Kamu harus mengerti kalau kamu itu adalah budak saya, dan kamu tidak perlu membantah perlakuan saya pada kamu" ibu Anna berkata sambil membuka ikatan pada kaki dan tanganku.

Dengan isyarat tangan, ibu Anna memerintahkanku untuk mengikutinya. Dengan berjalan perlahan, aku mengikuti langkahnya di belakang. Setelah menuruni tangga, ibu Anna membawaku ke meja makan., disana sudah tersedia sepiring nasi lengkap dengan sayurnya. Aku yang memang sudah sangat lapar menjadi tambah lapar saja melihat makanan di depanku.

"Waktu kamu 5 menit" kata ibu Anna lalu begitu saja meninggalkanku.

Aku tidak membuang kesempatan itu, dengan segera aku mulai melahap makanan itu, yang terasa enak sekali karena sudah sedemikian laparnya diriku. Tak sampai 5 menit makanan itu sudah ludas kumakan, dalam hatiku aku menyesal dengan perkataanku sebelumnya, kini ibu Anna benar-benar membuktikan perkataanya, aku sama sekali tidak diberikan air minum. Tak lama kemudian ibu Anna datang.

Bersambung . . . . . .

Me and My Teacher - 5

Dapat kulihat senyum puas ibu Anna melihat wajah menderitaku. Dalam sekejab aku merasakan sudah tidak mempunyai harga diri lagi setelah ibu Anna memperlakukanku demikian, namun dalam hati aku memohon agar ibu Anna tidak mempunyai pikiran untuk memasukan seluruh bagian penis itu. Aku kemudian melihat tangan ibu Anna mengambil sebuah botol baby oil dan menuangkan isinya ke penisnya serta ke daerah sekitar lubang anusku. Pada saat itu aku sangat jengkel sekali, ingin rasanya aku berteriak "kenapa nggak dari tadi aja!" namun kubatalkan karena takut nanti malah berakibat fatal pada diriku.

Sesaat kemudian aku merasakan ibu Anna mulai kembali mendorong penisnya yang kini sudah dilumuri baby oil. Aku dapat merasakan bantuan minyak itu dalam mengurasi sakit akibat gesekan, meskipun masih terasa sedikit sakit, namun kini sudah jauh berkurang. Kini yang kurasakan adalah betapa penis itu memenuhi ruang di rectum (bagian terluar dari usus besar) ku. Sedang tadi ketika penis itu masuk baru setengah saja aku sudah merasa begitu "penuh", apalagi sekarang ketika sudah hampir seluruhnya masuk. Seakan-akan ada sesuatu yang ingin keluar dari kerongkonganku, walaupun aku tahu itu hanya perasaanku saja.

Tak lama kemudian aku dapat merasakan paha ibu Anna yang menyentuh pahaku, tanda sudah masuknya seluruh bagian penis itu. Pada saat itu mulutku menganga lebar sedang nafasku teregah-engah seperti orang yang mau melahirkan, bahkan tubuhku sempat gemetar tak terkendali. Setelah aku mengatur nafas sejenak barulah aku mulai kembali tenang. Sesaat kemudian, ibu Anna mulai menggerakkan maju-mundur penis itu dengan perlahan. Rasa malu dan takut bercampur aduk di hatiku pada saat itu, malu karena aku serasa diperkosa oleh ibu Anna dan takut jika penis besar itu akan melukaiku dengan parah.

Dengan perlahan namun pasti, ibu Anna mulai menaikan temponya, sesekali dia berhenti untuk kembali melumuri penis itu dengan baby oil sampai penis itu benar-benar bisa sliding dengan mudah. Dan kembali aku dikhianati oleh tubuhku sendiri. Meski dengan susah payah aku mencoba menahannya, namun tetap saja aku tidak berhasil, penisku dengan perlahan mulai ereksi, apalagi kemudian ibu Anna kembali mempercepat pompaannya yang memang terasa nikmat sekali buatku. Tanpa dapat kulawan, penisku kembali full ereksi, bahkan jika tidak kutahan-tahan, ingin sekali rasanya aku mengocok penisku.

Kini ibu Anna merubah gayanya, ia menarik penisnya dengan perlahan sampai hampir keluar, kemudian memasukannya kembali dengan cepat sampai setengahnya dan demikian seterusnya. Sensasi yang kurasakan sungguh dahsyat, seandainya aku mengocok penisku pastilah aku sudah ejakulasi. Aku sendiri menjadi heran dan dalam hati aku bertanya-tanya apakah aku ini memang seorang gay? Tiba-tiba saja sebuah pikiran terlintas dalam benakku. Aku kemudian berpura-pura untuk kesakitan setiap kali ibu Anna menyodok penisnya, hal ini kulakukan karena aku sungguh malu jika ibu Anna mengetahui aku justru menikmati perbuatannya padaku. Entah karena aktingku yang buruk atau memang ibu Anna yang tidak mudah ditipu.

"Jangan pura-pura kamu" kata ibu Anna padaku.

Setelah itu dengan tiba-tiba ia menyodok penisnya sampai pahanya beradu dengan pahaku sehingga menimbukan bunyi "plok".

"Aaahh" jeritku lirih. Itu jelas-jelas jeritan kenikmatan yang tanpa sadar kukeluarkan.
"Dasar nggak tahu malu" kata ibu Anna lagi padaku.

Jika saja pada saat itu aku menoleh kebelakang, ibu Anna akan melihat wajahku yang merah padam karena malu. Sesudah itu, kembali ibu Anna mempercepat temponya, dan kembali tanpa tertahan lagi aku mendapatkan kenikmatan yang selama ini belum pernah kurasakan. Kini setelah ibu Anna mengetahui rahasiaku, aku merasa tidak ada gunanya lagi untuk berpura-pura, aku mulai dengan perlahan ikut menggerakkan pantatku mengimbangi gerakannya, serta mulutku tak henti-hentinya mengeluarkan rintihan kenikmatan. Sesekali ibu Anna menghentikan gerakannya, pada saat itulah tanpa rasa malu, aku justru menggerakan pantatku memompa penis itu. Ibu Anna tertawa terbahak-bahak setiap kali aku melakukannya, apalagi setelah ibu Anna memegang penisku, ia mendapatinya sudah benar-benar tegang.

"Dasar banci!, kamu malah horny waktu dientot" katanya dengan pedas. Katanya sambil tangannya menepuk pantatku.
"Benar-benar menjijikan" sambungnya mengejekku. Sambil tak henti-hentinya dia mengeluarkan kata-kata hinaan yang menyakitkan. Pada saat itu aku merasa terhina sekaligus terangsang mendengar caciannya.

Beberapa menit kemudian, ibu Anna menarik penisnya hingga hampir keluar dari lubang anusku. Tanpa sadar aku memundurkan pantatku agar penisnya tidak keluar, kemudian dengan gerakan perlahan, ibu Anna berjalan mundur. Aku tahu ini dimaksudkan agar aku mengikutinya. Aku hampir saja terjerembab ke depan setelah kedua tanganku yang terikat, tidak lagi mempunyai tempat tumpuan, namun dengan sigap ibu Anna memegang kedua pinggulku agar aku tidak terjatuh. Dapat kurasakan kedua tangannya yang halus menahan berat tubuhku, dalam hati aku heran juga bagaimana caranya wanita yang dari luar tampak anggun ini bisa mempunyai tenaga yang lumayan kuat. Kemudian dengan perlahan aku mencoba meletakkan tanganku di lantai, karena tubuhku boleh dibilang lentur, berkat sering bermain sepakbola, dengan mudah aku dapat melakukannya. Dan dengan keadaan demikianlah kami secara perlahan berjalan keluar dari kamar mandi itu.

Sesampainya di tepi ranjang, ibu Anna membantuku untuk berbaring telentang di tengah-tengah ranjang itu, sedangkan dia kini berada diatas tubuhku, kami melakukannya tanpa membuat penis itu keluar dari tempatnya. Kedua tangannya menggenggam kedua pergelangan kakiku kemudian merentangkan keduanya, setelah itu dengan perlahan kedua kakiku didorongnya hingga lututku hampir menyentuh dadaku yang mengakibatkan bagian pinggang kebawah terangkat ke atas. Sesudah itu, ibu Anna kembali memompa penisnya dengan perlahan dalam lubang anusku. Setelah beberapa saat lamanya, ibu Anna mempercepat pompaannya. Aku tidak bisa menjelaskan apa yang kurasakan saat itu, namun jelas itu adalah sebuah kenikmatan yang luar biasa.

"Mana suaranya?" tanya ibu Anna sambil mempercepat pompaannya. Dengan suara perlahan aku merintih-rintih kenikmatan.
"Yang kenceng! perek" bentak ibu Anna gusar, sambil dengan tiba-tiba dia menghujamkan penisnya dalam-dalam.
"Aaahh" jeritku tak dapat menahan sensasi yang kualami.

Ibu Anna terus memompa dengan kencang, sampai-sampai terdengar bunyi beradunya paha ibu Anna dengan pantatku. Aku terus-terusan menjerit histeris seperti layaknya pelacur setelah menerima kenikmatan yang bertubi-tubi. Inilah kali pertamanya dalam hidupku, aku mengalami kenikmatan yang begitu intens. Meskipun baru pertama kalinya aku melakukan seks seperti itu, namun aku dapat mengatakan dengan pasti jika ibu Anna benar-benar ahli dalam hal itu. Terkadang ibu Anna memperlambat, kemudian mempercepat pompaannya dengan tiba-tiba. Sesaat kemudian ibu Anna berhenti secara tiba-tiba sehingga membuatku menjerit-jerit frustasi akibat ulahnya.

"Kamu harus memohon" katanya sambil menahan tawa melihat tingkahku yang seperti pelacur murahan.
"Please bu" kataku dengan terengah-engah.
"Please apa?" katanya lagi padaku.
"Please bu.. Saya mohon ibu melakukannya" kataku dengan lemah.
"Melakukan apa?" tanyanya lagi seakan masih tidak puas mendengar ucapanku. Aku terdiam sejenak untuk berpikir kata apa yang akan kugunakan untuk menjawabnya.
"Senggama" jawabku setelah berpikir.
"Dasar kontol, lu kira sekarang ini lagi belajar bahasa indonesia hah!, bilang ngentot" kata ibu Anna dengan gusar mendengar jawabanku yang memang konyol itu.
"Saya mohon ibu Anna ngentotin saya" kataku tanpa malu-malu lagi setelah tersiksa dengan kenikmatan yang kini tertunda.
"Ngentotin apa kamu?" kembali dengan menjengkelkan, ibu Anna bertanya padaku.
"Lubang anus saya" jawabku cepat.
"Untuk selanjutnya bilang vagina, ngerti?" kata ibu Anna setelah mendengar ucapanku. Aku segera mengiyakan perkataannya.
"Sekarang bilang yang lengkap" katanya padaku sambil tangannya merenggangkan kakiku lebih lebar lagi, dan menarik penisnya sehingga tinggal ujungnya saja yang masih tertanam dalam "memekku".

"Saya mohon ibu mau ngengtotin vagina saya" kataku padanya cepat karena khawatir ibu Anna akan berubah pikiran.
"Yang keras" sahut ibu Anna mendengar perkataanku.
"Saya mohon ibu mau ngentotin vagina saya" jawabku setengah berteriak karena frutasi.

Aku sudah tidak peduli jikalau ada orang yang mendengar perkataanku itu, sekarang ini sudah tidak ada logika dalam kepalaku, yang ada hanyalah nafsu birahi. Sedetik kemudian, dengan cepat ibu Anna menghujamkan penisnya sampai pangkalnya.

"Aaahh" jeritku panjang merasakan nikmat dan perih yang menjadi satu.

Setelah diam dalam posisi demikian sejenak, kemudian barulah dia mulai menggerakan pinggulnya memompa penisnya didalam memekku. Dengan konstan, ibu Anna mempercepat pompaannya sampai sesaat kemudian dia sudah mencapai kecepatan maksimal. Derit ranjang serta derai keringat yang jatuh ke tubuhku seakan menjadi bukti liarnya permainan kami. Belum pernah penisku sedimikian tegangnya dalam hidupku sebelumnya, sampai-sampai terasa nyeri akibat banyaknya darah yang terkumpul disana. Setelah sekitar semenit ibu Anna memompaku dengan kecepatan luar biasa, dengan tiba-tiba dia kembali menghujamkan penisnya dalam-dalam, dan tahu-tahu saja aku merasa ada sesuatu yang ingin keluar dari dalam tubuhku.

"Aaahh" jeritku dengan kencang ketika penisku sudah tidak tahan lagi untuk melepaskan sperma yang sudah lama terkumpul di testisku.

Dengan kencang, spermaku menyembur keluar mengenai perutku. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku mengalami ejakulasi meskipun aku sama sekali tidak menyentuh penisku. Setelah itu gelombang demi gelombang kenikmatan menjalar diseluruh bagian tubuhku, sehingga tanpa dapat kutahan tubuhku gemetar karena menahan nikmat. Mataku kupejamkan untuk lebih menikmati moment itu, moment terindah dalam hidupku saat itu. Ini adalah orgame yang terhebat dalam hidupku.

"Menjijikan" kata ibu Anna sambil menarik keluar penisnya dan melepaskan kedua pergelangan kakiku yang dipegangannya.

Selang beberapa saat kemudian barulah aku mulai dapat menguasai diriku. Aku merasa kosong sekali setelah penis itu meninggalkan tempatnya, seakan perutku tadi dibelit ikat pinggang yang kencang, dan sekarang sudah dilepaskan. Ketika kubuka mataku, kulihat ibu Anna sudah berada di sebelahku. Tangannya memegang sendok plastik, dan dengan benda itu, ibu Anna menyendoki seluruh sperma di perutku.

"Bangun" kata ibu Anna padaku.

Dengan malas aku mencoba untuk menegakkan tubuhku. Hampir seluruh bagian tubuhku terasa lemah, padahal bisa dibilang sedari tadi ibu Anna lah yang bekerja. Sesaat kemudian aku sudah duduk tegak di ranjang, kulihat ibu Anna menuangkan sperma yang tadi di tampungnya di sendok ke penisnya dengan merata.

Bersambung . . . .

Me and My Teacher - 6

"Jilat sampai bersih" kata ibu Anna kemudian.

Ini adalah hal yang paling tidak kusukai, karena tentu saja sesudah ejakulasi, aku sudah tidak bergairah lagi untuk melakukannya, tapi nampaknya ibu Anna tidak mau tahu, dengan mata melotot ia memandangku yang terlihat sangsi. Penis itu terlihat bersih, aku sendiri heran bagai mana mungkin bisa terjadi, mungkin karena enema yang tadi ibu Anna berikan.

"Mau tidak?" tanyanya dengan geram.

Aku kemudian mengangguk lemah mengiyakan. Dengan perlahan aku mulai menjilati ujung penis itu. Ada tercium sedikit bau kotoran memang, namun ternyata tidak seburuk yang kuduga. Secara perlahan aku mulai memasukan penis itu ke dalam mulutku. Bau khas sperma bercampur dengan bau kotoran dan baby oil tercium oleh hidungku, namun aku masih meneruskan pekerjaanku yang memang masih jauh dari bersih itu. Dengan perlahan kujilati spermaku sendiri yang kini berada di penis itu. Membutuhkan waktu sekitar dua menit bagiku untuk menyelesaikan pekerjaanku itu. Sesudah selesai melakukannya barulah aku merasa mual ingin muntah, namun sebisanya aku menahan perasaan itu. Setelah penisnya selesai dibersihkan, ibu Anna segera beranjak pergi meninggalkanku sendirian di ruang itu.

Aku merasa cukup lega setelah selesai melakukannya, karena aku mengira sekarang ini permainan ibu Anna sudah berakhir, sedangkan aku tadi melihat ibu Anna juga sudah bermandikan keringat dan pastilah dia kelelahan setelah melakukannya. Baru saja sedetik sesudah aku berpikir demikian, aku harus kembali menelan pil kekecewaan. Ibu Anna sudah kembali dengan membawa potongan-potongan pakaian berwarna merah muda serta sebuah benda yang tidak kukenal.

"Pakai ini" kata ibu Anna padaku sambil menyodorkan pakaian dalam genggaman tangannya.

Aku menyambutnya dengan kedua tanganku yang masih terikat. Disana kulihat sebuah celana dalam wanita super mini, dibagian depan hanyalah sebuah segitiga kecil, sedangkan bagian belakang hanyalah berupa sebuah tali. Selain itu ada juga bikini serta sebuah stocking lengkap dengan supporternya.

Kesemuanya satu warna, pink. Dengan tak banyak bicara, ibu Anna membuka ikatan pada tanganku. Setelah itu aku sudah tidak punya alasan untuk mengabaikan perintahnya. Dengan bantuan ibu Anna, aku mengenakan semua itu. Memang dalam beberapa jam terakhir ini, ini adalah pertama kalinya aku mengenakan sesuatu di tubuhku, tapi tetap saja aku merasa lebih baik bugil dari pada memakai pakaian seperti ini, karena kini aku benar-benar menyerupai pelacur dengan pakaian yang kukenakan.

Setelah itu, ibu Anna memerintahkanku untuk kembali berbaring di ranjang. Setelah aku melakukannya, ibu Anna membawa benda yang tadi di bawanya ke hadapanku. Benda itu bentuknya seperti kapsul dengan ukuran kurang lebih 25 centi dengan diameter 5 centi, berwarna hitam pekat serta terdapat semacam sabuk kulit ditengah benda itu, namun setelah kuperhatikan lebih lanjut, sabuk itu tidak terdapat tepat ditengah benda itu, melainkan agak ke ujung, sehingga terdapat 2 bagian, bagian yang panjang sekitar 17 atau 18 centi sedangkan bagian yang pendek sekitar 7 atau 8 centi yang dipisahkan sabuk itu.

Ibu Anna menyodorkan bagian yang panjang, kemudian menyuruhku menjilatinya, sudah kuperkirakan sebelumnya. Baru saja aku mulai menjilati benda itu, yang memang bentuknya agak mirip dengan penis itu, ibu Anna sudah tidak sabar, dengan kasar dia memasukan hampir seluruh bagian benda itu ke dalam mulutku sehingga hampir saja aku tersedak. Selang sebentar saja, ibu Anna sudah mencabut benda itu, dan tampak air liurku sudah membasahi permukaan benda itu. Sesudah itu kembali dia memasukan benda itu ke dalam mulutku, kali ini bagian yang pendek, karena memang pendek, sekitar 7 atau 8 centi, benda itu tidak membuatku kesulitan, hanya saja karena diameternya yang cukup besar membuat rahangku sedikit sakit yang terbuka agak lebar.

Sesudah itu, dengan mengangkat kepalaku, ibu Anna mengaitkan sabuknya dengan kencang sekali dibelakang kepalaku. Sesudah benda itu terpasangpun aku masih belum mengetahui dengan jelas apa kegunaannya. Rasanya mustahil jika benda itu hanya berguna untuk menyumbat mulutku kataku dalam hati, walaupun memang efektif karena aku kini tidak bisa mengeluarkan kata-kata apapun dari mulutku.

"Kamu tahu apa gunanya benda ini?" tanya ibu Anna padaku.

Dengan terpaksa aku menggeleng karena aku memang tidak mengetahui apa kegunaan benda ini, atau lebih tepat cara menggunakannya.

"Benda ini jauh lebih bisa memuaskan dari pada kontol kamu yang tidak ada gunanya itu" katanya sambil melepaskan celana dalam beserta penisnya itu.

Dengan hanya mengenakan BH saja, ibu Anna berdiri tepat di atas wajahku, kemudian dengan gerakan perlahan, ibu Anna berjongkok dan memposisikan bagian panjang benda tersebut ke dalam liang vaginannya. Perlahan ujung benda itu mulai memasuki liang vaginanya. Dengan bantuan air liur serta cairan vaginanya yang membanjir, nampaknya selain diriku yang mendapat orgasme ketika dientot dengan penis buatan itu, sang pemilik, dalam hal ini ibu Anna, tampaknya juga mendapatkannya.

Dengan mudah saja benda itu kini terbenam seluruhnya dalam vagina ibu Anna. Memang di bandingkan dengan penisku, benda itu masih jauh lebih besar, maka itu aku agak terkejut juga melihatnya dengan begitu mudah "ditelan" liang vagina ibu Anna. Sesudah itu, ibu Anna mulai menggerakan pinggulnya naik-turun. Selang beberapa saat kemudian, dia mempercepat gerakannya, lalu sesaat kemudian kembali memperlambatnya. Seiring dengan gerakan tubuhnya, kepalaku juga ikut melompat-lompat, untunglah saat itu aku berbaring di ranjang, jika dilantai tentunya akan menambah daftar penderitaanku. Entah sudah berapa kali aku hampir tersedak akibat benda di dalam mulutku itu, selain itu rahangku juga hampir copot rasanya akibat sesekali menahan berat tubuhnya. Satu-satunya hiburanku adalah aroma vagina ibu Anna yang memang sangat kusukai, dan buah dada sempurnanya yang melompat-lompat di dalam BH nya.

Hampir selama 5 menit, ibu Anna bertahan dalam posisi demikian, baru sesudah itu dia kemudian memutar tubuhnya, sehingga kini yang kulihat adalah bagian punggungnya. Pemandangan buah dada melompatnya kini sudah digantikan dengan lubang anusnya yang hanya berjarak beberapa mili dari hidungku, bahkan sesekali mengenainya akibat guncangan 8,0 skala richter yang dibuat ibu Anna. Memang boleh dikatakan lubang anusnya tidak berbau (entah bagaimana hal itu bisa terjadi), tapi kalian bayangkan saja sendiri bagaimana rasanya berada dalam posisi demikian!

Sesaat kemudian, dengan diawali dengan jeritan kenikmatan tanda orgasme, ibu Anna membenamkan vaginanya dalam-dalam ke benda tersebut. Jika bisa tentunya aku juga sudah ikut menjerit karena pada saat itu ibu Anna seakan-akan hanya menumpukan berat badannya di mulutku. Tulang pipi, tulang rahang serta gigiku terasa ngilu sekali akibat mendapat tekanan yang demikian besar, sedang hidungku juga tidak luput dari lubang anusnya. Untung kejadian itu hanya berlangsung sesaat saja. Sesudah itu ibu Anna mendemonstrasikan kelenturan pinggulnya dengan bergerak meliuk dan berputar dengan erotis. Dapat kurasakan cairan orgasmenya yang mengalir turun mengenai pipi dan daguku.

"Ambil nafas" kata ibu Anna dengan pelan sehingga hampir saja aku tidak mendengarnya.

Aku tidak mengerti mengapa ibu Anna memerintahkan hal seperti itu, namun saja kini aku sudah terbiasa untuk langsung melakukan perintahnya tanpa berpikir dahulu. Baru setengah jalan aku menghirup udara, tahu-tahu ibu Anna kembali membenamkan tubuhnya. Tentu saja hal itu membuatku terkejut karena lubang anus ibu Anna secara tiba-tiba menutup hidungku. Dengan cepat beban berat kembali menekan wajahku, bahkan kali ini terasa lebih berat dari pada sebelumnya.

Beberapa detik kemudian barulah aku tahu apa penyebabnya setelah merasakan kedua kakinya sedang memainkan penisku yang tanpa kusadari sudah kembali tegang. Ternyata kali ini ibu Anna benar-benar menduduki wajahku. Tanpa kedua kaki yang tadi sedikit banyak ikut membantu menyangga, kini seluruh berat tubuhnya diterima wajahku. Setelah itu untuk melengkapi penderitaanku, ibu Anna menggoyang-goyangkan pinggulnya yang mengakibatkan vagina, pantat dan lubang anusnya bergesekan keras dengan wajahku.

Semenjak tadi aku sudah berusaha sekuat tenaga menggunakan kedua tanganku untuk mengangkat tubuh ibu Anna yang menekan wajahku, namun tetap saja tubuh ibu Anna tidak bergerak walau sesenti. Dalam beberapa detik kemudian aku sudah merasa pandanganku berkunang-kunang karena otakku kekurangan suplai oksigen. Tanganku masih berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengangkat tubuh ibu Anna, sementara kedua kakiku menendang kesana kemari dengan frustasi. Jika dalam beberapa detik lagi aku masih belum bisa bernafas pastilah aku bisa celaka, atau setidaknya jatuh pingsan.

Akhirnya dengan seluruh tenaga yang masih tersisa, kudorong tubuh ibu Anna ke samping, dan ternyata usahaku berhasil, tubuhnya terjatuh kesamping sehingga memberikan jalan buatku untuk bernafas. Dengan tergesa-gesa aku langsung menghirup udara sehingga tanpa dapat kutahan, aku tersedak, namun karena ada benda didalam mulutku, aku tidak bisa terbatuk-batuk, hal itu membuatku sangat tersiksa sekali. Untung saja dengan sigap, ibu Anna kemudian membuka ikatan sabuk di belakang kepalaku dan mencopot benda itu dari mulutku. Barulah kemudian aku terbatuk-batuk tanpa henti.

Dengan tak mengucap sepatah katapun, ibu Anna meninggalkanku yang masih berusaha memulihkan jalan pernafasanku. Sesaat kemudian barulah nafasku mulai teratur dan pikiranku kembali terang. Aku kemudian melihat sekeliling, ternyata ibu Anna sedang mengganti pakaian. Ia melepaskan BH yang tadi dipakainya, dan selanjutnya ia mengenakan gaun tidur berwarna putih transparan sehingga memperlihatkan puting susu serta vaginanya dengan samar-samar.

Dengan masih tidak mengucap apa-apa, ibu Anna kemudian mengikat kedua tanganku dibelakang dengan tali. Barulah setelah itu ibu Anna mematikan lampu. Karena memang ranjang itu berukuran double, sehingga masih menyisakan banyak ruang setelah ibu Anna kemudian berbaring di sebelahku. Sesaat kemudian tampaknya ibu Anna sudah tidur terlelap. Sedangkan aku masih mengalami sedikit kesulitan karena ikatan pada tanganku yang membuatku benar-benar tidak nyaman, terlebih lagi BH yang masih kukenakan, yang kini entah kenapa terasa kencang sekali sehingga membuatku agak sedikit sulit bernafas, namun tak lama kemudian karena memang sudah benar-benar lelah, aku tertidur juga.

Ketika terbangun aku menyadari ibu Anna sudah tidak ada di tempatnya. Aku melihat jam dinding yang menunjukan sudah hampir jam 8 pagi. Yang pertama kali kurasakan ketika bangun adalah sekujur tubuhku yang pegal-pegal serta kehausan yang sebenarnya sudah semenjak kemarin, hanya saja aku tidak berani untuk mengatakan.

E N D

Misteri Villa forest garden - 1

Para undangan memberi komentar pada acara perkawinan Danny & Lia (D & L) yang mewah itu. D & L sungguh merupakan pasangan ideal. Yang satu nampak sebagai pria tampan, penuh percaya diri serta menunjukkan masa depannya yang cerah sebagai seorang profesional yang mandiri. Yang satunya adalah wanita yang sangat cantik dan sensual, ramah dan luwes disamping cerdas dan sangat berbakat dalam pergaulan sosial yang luas. Pasangan itu dapat diibaratkan 'tumbu bertemu tutupnya'.

Mereka akan dapat saling mendukung, membantu dan mengisi kekurangan yang ada satu sama lain. Begitu acara selesai dan tamu-tamu telah selesai memberikan ucapan selamat, dengan mobil pengantinnya yang tak lupa ditempeli tulisan 'Just Married' serta diramaikan dengan kaleng-kaleng bekas yang diikatkan pada bagian belakangnya, D & L meninggalkan tempat acara langsung memulai bulan madunya sesuai dengan rencana yang telah jauh hari dipersiapkan.

Mereka akan tinggal di Villa Forest Garden, Mega Mendung, Bogor. Villa itu milik rekanan Danny yang dipinjamkan pada pasangan itu selama 3 hari 3 malam, sebelum mereka akan meneruskan bulan madunya ke Eropa pada pertengahan bulan depan nanti.

setelah menempuh sekitar 2 jam perjalanan, tampak mobil berhenti di depan gerbang besar. Dari jauh nampak seorang petugas berlarian membuka gerbang tersebut. Petugas tersebut ternyata seorang berkulit gelap yang cukup tegap dan berotot. Usianya sekitar 35 atau 38 tahunan. Dengan segala keramahannya dia menyambut kedatangan Danny dan Lia.
Sebelum masuk lebih jauh Danny membuka kaca mobilnya.
'Pagi, pak. Apa kabar? Bapak siapa? Pak Pedro ya, sudah lama bekerja disini?', dan beberapa tanya jawab kecil untuk menunjukkan adanya perhatian dari pasangan Danny & Lia pada Pedro petugas villa tersebut.
Rupanya Danny sudah diberi tahu oleh rekanan pemilik tempat itu mengenai seluk beluk villa serta para personil yang menjaganya.

Pedro, yang ternyata berasal dari Ambon menunjukkan hormatnya pada sepasang tamunya. Dia menoleh sesaat ke dalam mobil untuk memberikan salam hormatnya pada Lia yang duduk di dalam disamping Danny. D & L langsung berhadapan dengan gambaran hutan tropis di halaman yang luas dan indah itu. Dari jalanan masuk yang asri dan berliku belum tampak rumah villa yang bakal jadi tempat bulan madu mereka. Rupanya rumah villa itu jauh tersembunyi dalam hutan buatan yang luas tersebut. Suasana romantis segera hadir dalam relung-relung hati D & L. Mereka memasuki halaman villa luas itu dengan tangan-tangannya yang saling berpegangan serta saling meremas apabila di depan mereka ada pemandangan yang menarik.

Di depan sebuah villa yang mungil, yang dibangun dengan bahan-bahan batang kayu dan papan yang tersedia di hutan itu, kembali D & L dijemput seorang petugas lainnya, Tory namanya, usianya sudah 55 tahun. Dia teman Pedro, yang juga menunjukkan keramahan yang sama dengan Pedro. Dia bukakan pintu mobil untuk Lia dan kemudian untuk Danny.
Walaupun usianya cukup tua Pak Tory tetap nampak sehat dan kuat. Otot lengannya nampak menonjol dari T-shirt birunya. Demikian pula bukit-bukit dadanya tampak gempal. Sekilas putingnya membayang dari balik T-shirtnya itu.
Pak Tory ini juga punya banyak keterampilan. Termasuk masak memasak, disamping tugas pokoknya mengurus rumah tangga villa tersebut.

Pak Tory mengajak tamunya memasuki bangunan villa dan menunjukkan kamar tidurnya yang akan ditempati D & L selama tinggal di villa tersebut. Sungguh indah dan luas. Dengan perabot dan interior yang serba kayu, ruang untuk D & L tersebut terdiri dari ruang tidur utama dengan king size bednya yang mewah, kamar tamu yang lengkap dengan sofanya serta kamar mandi yang luas dengan sentuhan alami. Dari kamar mandi itu dapat menikmati sauasana hutan tropis tanpa kelihatan dari luar karena kaca pantul searah yang dipasang di jendelanya. Tak ketinggalan pula almari es yang penuh isinya, flat TV 21 inch, DVD player dan sambungan telepon serta internet yang siap pasang.

D & L sangat senang dengan tempat itu, khususnya ruang yang telah secara khusus disediakan untuk mereka. 'Terimakasih, terimakasih Pak Tory'.
Beberapa menit kemudian mereka telah duduk-duduk di beranda villa mewah itu. Dari tempat itu D & L dapat melihat di kejauhan, danau kecil yang romantis serta beberapa ekor kijang tutul yang sedang asyik merumput bersama anak-anaknya. Mereka, D & L sangat mengagumi tempat itu.
'Seneng ya Mas, tidak jauh dari metropolitan yang sibuk dan bising, masih dapat ditemukan tempat yang begini sejuk, tenang dan penuh kedamaian', Lia menyatakan perasaannya pada Danny sambil dengan manja merangkul kemudian menggayut di leher Danny.

Nampak Pak Tory dengan nampan di tangan menaiki tangga. Dia suguhkan air teh hangat berikut makanan tradisional lokal untuk pasangan bahagia itu. setelah menata minuman itu di mejanya serta mempersilahkan D & L menikmati minuman & hidangan sederhana itu, Pak Tory bertanya kepada D & L, untuk makan malam mereka minta dimasakkan apa. Atas perintah majikannya yang teman rekanan Danny itu, Pak Tory sudah menyiapkan berbagai bahan untuk dimasak selam 3 atau 4 hari ke depan.

setelah Lia bersama Pak Tory selesai memilih-milih menu yang cocok untuk malam itu, Pak Tory mohon diri. Langit mulai gelap, nampak secercah awan yang kuning menyala karena pantulan sinar matahari sebelum tenggelam di peraduannya. D & L dengan mantel tidur mereka menaiki tangga villa setelah berjalan-jalan di setapak sekitar villa itu. Kelelawar mulai beterbangan mencari mangsa. Sementara burung-burung bercicit-cuit berebut kembali ke sarangnya. Dari kegelapan tanaman hutan tropis itu terdengar serangga bersahut-sahutan menjemput gelapnya malam. Di kejauhan, dari danau kecil villa tersebut, kedengaran kodok mulai membunyikan 'orkestra'nya.

Begitu memasuki pintu villa, nampak meja makan yang menyatu dengan ruang family utama telah dipenuhi dengan kemeriahan hidangan makan malam. Tiang-tiang lilin yang secara khusus dinyalakan untuk memberikan nuansa romantis pada pasangan D & L telah dinyalakan. Sengaja ruang besar itu tidak ditampakkan cahaya benderang, untuk memberikan kesempatan pada lilin-lilin itu menunjukkan identitasnya. Bukan main.

Itu semua pasti hasil karya Pak Tory yang memiliki berbagai macam kedapatan itu. Lia tidak dapat menyembunyikan kekagumannya, 'Hebat Pak Tory ini. Dia ternyata sangat faham bagaimana caranya menyenangkan tamunya', yang sepenuhnya disetujui oleh Danny dengan penuh keharuan. Untuk kegembiraan dan keharuannya itu Danny meraih bahu Lia. Dipeluknya istri pengantinnya. Mereka saling mencium dan sedikit melumat bibir-bibirnya.

'Ehhmm', terdengar Pak Tory masuk ke ruangan.
'Silakan bapak ibu, hidangan ala kadarnya telah menanti. Jangan biarkan menjadi dingin. Semua yang tadi ibu Lia minta telah tersedia di meja makan ini'.
D & L mengucapkan terima kasih serta hormatnya kepada Pak Tory.

Sungguh lezat masakan makan malam itu. Tak habis-habisnya pujian D & L ditujukan kepada Pak Tory. Dan Pak Tory juga sangat senang melihat tamunya berbahagia dan khususnya menyenangi masakkannya yang dia bilang 'ala kadarnya' itu.
setelah selesai makan malamnya dan kemudian Pak Tory mengeluarkan hidangan penutup serta secangkir kopi, D & L memasuki peraduan.

Malam ini merupakan malam pertama D & L sebagai suami istri. Di kamar, D & L mengganti pakaiannya dengan piyama tidur yang nyaman dan santai dipakainya. Begitu rebah ke ranjang, keduanya langsung saling berpagut. Saat itu Danny merasakan adanya hal yang aneh pada dirinya. Sepertinya jantungnya berdegup lebih cepat dan lebih keras. Semangat libidonya menjadi sangat menyala-nyala. Nafsu birahinya menjadi demikian membara. Malam itu mata Danny yang nampak menjadi merah seakan terbakar menyaksikan Lia istrinya yang teramat sangat seksi. Saat menyaksikan pengantinnya tergolek di ranjang, dia ingin secepatnya menggagahinya. Menyetubuhinya.

Kemudian dengan serta merta tanpa menunjukkan kelembutan atau sentuhan-sentuhan awal, bahkan dengan cara agak kasar, dilucutinya pakaian tidur istrinya Lia, kemudian juga pakaiannya sendiri. Perasaan yang menggebu-gebu ini ternyata juga melanda Lia sendiri. Saat Danny melucuti pakaiannya, dengan desahan yang keras Lia juga menunjukkan ketidaksabarannya. Diraihnya tonjolan besar pada selangkangan Danny yang nampak menggunung. Sebelum sempat Danny menelanjangi dirinya sendiri, di betotnya kontol Danny dari sarangnya. Langsung di kulumnya. Mereka, para pengantin ini nampak dikuasai nafsu birahi yang sudah tidak dapat mereka kendalikan sendiri. Mereka saling merangsek, saling mencengkeram dan meremas, saling menjilat dan menyedoti, saling melampiaskan dendam birahinya. Suasana riuh rendah oleh desah dan rintih pasangan ini sungguh sangat erotis bagi siapapun yang mendengarnya.

Mungkinkah hal itu disebabkan oleh suasana romantis villa mewah ini? Suasana romantis yang memilik kekuatan untuk mendongkrak libido mereka dengan tajam sehingga nafsu birahi mereka sepertinya begitu terbakar. Nampak Lia yang telah telanjang bulat menunjukkan buah dadanya yang sangat ranum mengencang. Putingnya yang memerah mencuat keras tegak di bukit ranum kencang itu, seakan menanti siapapun yang bersedia mengulum dan menyedotinya. Sementara itu kontol Danny demikian pula. Darahnya telah penuh terpompa pada urat-urat batangnya. Kontol Danny ngaceng dengan keras sekali. Urat-uratnya bertonjolan di sekeliling batang itu. Kepalanya yang cukup besar berkilatan yang disebabkan darahnya menekan keluar hingga membuat kulitnya tegang dan mengkilat. Kontol itu terus mengaduk-aduk wilayah selangkangan istrinya. Dia mencari lubang vagina Lia yang juga sudah merekah kehausan menunggu kontol Danny untuk menembusnya.

Pagutan, ciuman, gigitan yang disertai erangan, desahan dan rintihan dari Danny dan Lia saling bersambut. Keduanya benar-benar tenggelam dalam nafsu birahi yang sangat tinggi.
'Ayyoo Dannyy, masukkan kontolmuu.. ayyoo Dann..'.
'Mana memekmu sayangg.. Kontolku sudah tidak dapat tahan nihh. ingin secepatnya memasuki lubang surganmuu.. LIAA!

Tak pelak lagi, dengan penuh ketidak sabaran, mereka, Danny dan Lia ini sepertinya telah dirasuki kegilaan birahi. Mereka nyaris seperti hewan, yang melampiaskan nafsunya berdasarkan naluri hewaniahnya. Berbagai obsesi seksual yang sesungguhnya bersifat sangat pribadi dan tersimpan dalam-dalam di sanubari masing-masing, tidak dapat tersembunyikan lagi tumpah di malam pertama bulan madu mereka di Villa Forest Green yang sangat romantis ini.
Ujung kontol Danny sudah tepat di bibir lubang vagina Lia ketika tiba-tiba dengan sangat mengejutkan terdengar pintu kamar digedor-gedor dengan sangat kasar dan keras.

'Haaii, yang di dalam kamarr! Bukaa! Buka pintunyaa! Atau aku yang akan buka dengan paksa! Ayyoo bukkaa!'.
Amukan birahi seksual D & L yang sedang memuncak langsung runtuh. Dengan geragapan mereka langsung diserang kecemasan dan ketakutan hebat. Mereka sama sekali tidak pernah memperhitungkan adanya kemungkinan seperti ini. Di villa mewah yang sejuk dan penuh kesan tenang dan aman ini sama sekali tidak menyiratkan kemungkinan-kemungkinan seperti ini. Danny langsung mendekap istrinya yang nampak langsung gagap histeris penuh ketakutan.

Bersambung . . . . .

Misteri Villa forest garden - 5

Dan malam ini Danny siap melaksanakan tugas dan membantu istrinya hingga para tamunya benar-benar mendapatkan kepuasan lahir batin. Pedro dan Tory datang. Seperti biasanya mereka datang hanya dengan celana dalam. Nampak tubuh-tubuh mereka yang sangat kokoh, berotot dan tentu saja indah. Lia serta merta menyambut mereka. Lia berada di tengah-tengah mereka, menggayut pinggang mereka dengan manja dan menuntunnya keranjang.

Kemudian bersama-sama mereka menjatuhkan diri ke ranjang, kedua begundal itu saling berganti berpagutan dengan Lia. Dan dengan penuh keterampilan, satu persatu Lia melepaskan cawat Pedro kemudian Tory. Kontol mereka langsung mengayun, tangan Lia cepat meraihnya, mengelus-elusnya dengan penuh kelembutan.

Di pihak lain, tangan-tangan Pedro dan Tory melepaskan pakaian Lia. Nampak celana dalamnya sengaja dibiarkan tidak dilepasnya. Mulai terdengar desahan. Bibir Lia merekah menahan haus saat matanya melihat kontol Pedro yang dielusnya. Pedro tahu. Diraihnya rambut panjang Lia, dan ditekannya kepalanya hingga bibirnya menyentuh ujung kontol besar itu. Dan tak pelak lagi, mulut Lia langsung melahap dan mengulum kontol Pedro.

'Hai, anjing! Sini!', terdengar Tory memanggil Danny yang selalu siap.
'Aku tadi buang air lupa belum cebok. Sini, cebokin aku pakai lidahmu', Danny yang telah ngaceng berat menyaksikan kontol besar dalam mulut istrinya sangat bergairah menerima tugas dari Tory.
Dengan mengangkat salah satu kakinya ke atas ranjang, terbukalah daerah anal Tory. Danny mendekat kemudian menenggelamkan wajahnya ke pantat Tory dan tak ayal lagi langsung menceboki dengan cara menjilati anal Tory hingga segalanya bersih. Dia lakukan pula hal itu pada Pedro atas permintaannya dengan alasan yang sama.

Pada kesempatan itu, disebabkan oleh dorongan birahi Danny yang meledak-ledak tak tertahankan lagi, sambil menjilat anal Pedro dan Tory, Danny beronani. Tangannya menekan-nekan, mengelus dan mengocok-ngocok kemaluannya hingga precumnya keluar.

Lia merasakan mendapatkan kesempatan yang sangat memuaskan dalam menyalurkan naluri libidonya. Dia dapat melaksanakan obsesinya secara hewaniah dalam melampiaskan dendam birahinya yang selama ini divonis sebagai dosa, tabu, menyimpang, selingkuh dan sebagainya.

Tory dan Pedro telah memberikan kesempatan seluas-luasnya baginya untuk menjangkau kepuasan seksualnya. Dalam hal ini seakan Pedro maupun Tory menempatkan dirinya sebagai fasilitator yang menjembatani khayalan-khayalan seksnya menjadi kenyataan. Bukan sekedar teori, tetapi juga sarana, kemampuan, kekuatan dan ketahanan Pedro maupun Tory yang sungguh tak terperikan.

Kontol-kontol Pedro dan Tory merupakan sarana utama yang mampu memenuhi harapan dan keinginan Lia untuk sungguh-sunguuh menjadi istri dambaan Danny itu. Setiap Lia menyaksikan kontol-kontol itu, dengan tanpa menunggu lagi, respon birahi Lia langsung mencuat. Mulut Lia selalu siap menjemput untuk mengulum kontol-kontol itu. Memek Lia yang ranum selalu menunggu untuk ditembusnya. Pinggul dan pantat Lia siap 'ngebor', agar Tory dan Pedro mendapatkan layanan kenikmatan dari Lia semaksimal mungkin.

Sementara itu bagi Pedro dan Tory, kehadiran Lia di villa indah di tengah hutan ini sungguh merupakan rejeki nomplok. Bidadari, dewi, sang jelita, peri yang cantik, perawan sundal, perempuan sintal, perempuan binal, pelacur para dewa, penjilat kontol dan berbagai sebutan lain yang melukiskan kehebatannya sebagai wanita yang sangat pantas menjadi lambang kepuasan lelaki macam Pedro dan Tory.

Melihat Lia, menyaksikan buah dadanya yang selalu ranum, menyaksikan kemaluannya yang indah membukit, menyaksikan lembah-lembah pinggulnya, perutnya, ketiaknya, rasanya kontol mereka kurang lagi memadai. Mereka membayangkan, mengapa lelaki hanya memiliki satu kontol saja. Mereka bayangkan seandainya mereka memilik banyak kontol dan pada saat yang bersamaan kontol-kontol mereka itu dapat merambah sekaligus di wilayah-wilayah nikmat di tubuh bidadari dan dewi jelitanya, si Lia istri Danny itu.

Bagi Danny lain lagi. Pada peristiwa bulan madunya ini dia baru memahami bahwa kenikmatan seksual itu punya banyak aspek. Dia sungguh merasa menemukan nilai-nilai baru dalam kenikmatan seksual itu. Dia merasakan betapa nikmatnya menyaksikan istrinya merintih, mengerang serta mendesah bersamaan dengan saat kenikmatan melandanya ketika kontol-kontol Pedro dan Tory menembus memeknya. Dia juga merasakan kenikmatan yang hebat saat melihat mulut Lia penuh terisi oleh kepala kontol-kontol besar milik para begundal itu. Dia merasakan sangat nikmatnya menjilati sperma Tory dan Pedro yang muncrat dan ditinggalkan memenuhi rongga vagina Lia istrinya. Dia jilati hingga vagina Lia bersih tandas. Dia merasakan bukan main nikmatnya saat Tory memangilnya sebagai 'anjingnya' untuk menjilati kotoran di pantatnya yang disebabkan lupa cebok setelah buang air tadi. Dan nikmat yang sama juga dia dapatkan dari Pedro.
Dan sekarang Danny dengan penuh gairah berada di tengah kamar ini, dimana istrinya dengan penuh obsesi melayani nafsu bejat para begundal itu. Danny menunggu kenikmatan-kenikmatan berikutnya yang pasti akan datang dan diberikan oleh Pedro dan Tory.

'Hai kamu, budak! Sini, jilatin kontolku, lumasin dengan lidah kamu, biar mudah menembus memek istrimu nanti', panggil Pedro sambil menyodorkan kontolnya ke mulut Danny.
Dan dengan kepatuhan mutlak sebagai budaknya, dia laksanakan perintah Pedro. Rupanya Pedro keenakan merasakan jilatan Danny, sehingga dia perintahkan untuk mengulum-ngulumnya, dia mau spermanya muncrat ke dalam mulut Danny. Dia ingin melihat Danny yang penuh kehausan itu meminum spermanya.

Melihat Pedro menyeringai kenikmatan dengan muncratnya spermanya ke mulut Danny, Tory juga memanggil Danny untuk melakukan hal yang sama pada kontolnya yang hebat itu. Dan sekali lagi, Danny melaksanakan tugas itu sambil mengocok-ngocok kontolnya. Saat sperma Tory muncrat ke mulutnya dan dia mengenyam-ngenyamnya sebentar untuk merasakan betapa nikmatnya sperma itu sebelum meminumnya, kontol Danny juga berbarengan muntah. Spermanya mengotori lantai kamar pengantinnya.

Lia yang menyaksikan adegan-adegan itu langsung terdongkrak birahinya. Pedro ditariknya hingga telentang di ranjang. Memeknya diarahkannya untuk mencaplok kontol Pedro yang tak kunjung lemas itu, yang selalu tegak ngaceng dengan jamurnya yang besar tumpul dan mengilat-kilat itu. Kemudian ditekannya ke lubang vaginanya. Dan.., bless.., vaginanya secara lahap menelan kontol Pedro yang 20 cm itu. Dan seolah-olah menaiki kuda sembrani, Lia menggenjot habis-habisn memeknya ke kontol besar itu.

Sebelum Pedro kembali memuncratkan air maninya ke liang vaginanya, Lia telah berhasil meraih multi orgasmenya. 3 kali berturut-turut kemaluan Lia memuncratkan cairan birahinya. Nampaklah kontol Pedro yang diam tegak bak tugu Monas itu telah basah kuyup oleh cairan Lia yang muncrat-muncrat terpompa keluar. Teringat akan tugasnya, dan melihat cairan-cairan Lia muncrat-muncrat di batang kontol Pedro, Danny dengan sigap merebahkan dirinya ke atas kasur tepat di selangkangan Pedro. Mulutnya dan lidahnya dengan segera menjilati dan menyedot lelehan cairan pada batang tegar Pedro itu.

Demikianlah suasana dan kesibukan di kamar pengantin pasangan Danny dan Lia sepanjang malam itu. Danny dan Lia sepenuhnya sibuk melayani nafsu bejat para begundal tersebut. Dan Tory serta Pedro sangat menikmati dan puas dengan selang-seling pelayanan istimewa dari budak dan anjingnya. Saat jam di dinding menunjukkan pukul 4 dini hari, jauh sebelum matahari terbit di ufuk timur, Pedro, Tory, Danny dan Lia yang ternyata sama-sama tak kenal lelah, memasuki episode yang paling mendebarkan.

setelah Lia dientot Pedro dan Tory dengan cara nungging seperti anjing betina melayani para pejantan, Danny diperintahkan untuk menjilati dubur istrinya. Berkali-kali kepala Danny dijambak oleh kedua begundal itu untuk terus menjilati dubur Lia hingga benar-benar basah. setelah itu mulut Danny dijejali kontol-kontol besar mereka hingga kontol-kontol itu lumat dengan ludahnya. Ketika merasa telah cukup memadai, Tory meraih rambut panjang Lia yang tetap berposisi seperti anjing betina yang menunggu dientot para pejantan. Dihelanya rambut Lia seperi menghela kuda tunggang. Kontol besarnya dengan pasti diarahkan ke dubur Lia yang telah kuyup, basah oleh ludah Danny. Kontol yang tegak kaku itu ditusukkannya ke lubang dubur Lia. Tak ayal lagi, teriakan pilu karena rasa sakit bercampur nikmat yang sangat keluar lepas dari mulut Lia. Teriakan itu begitu panjang, seakan anjing betina yang menggonggong di malam bulan purnama ini.

Dan tanpa mengenal ampun, lubang dubur Lia ditembus kontol besar panjang Tory. Semangat memompa kontol Tory, membuat lubang dubur Lia seakan dirobek-robeknya. Rasa pedih, perih yang disertai rasa panas membara sepertinya batangan besi panas yang membuat sensasi rasa terbakarnya lubang dubur Lia membuat Lia kehilangan kesadaran. Lia pingsan. Tetapi itu semua tidak membuat Tory menghentikan serangannya. Genjotan kontolnya justru semakin memburu. Nafsu kebinatangannya semakin memburu. Birahinya yang meledak dan melanda kontolnya semakin memburu. Genjotan pompa Tory tak lagi terhentikan. Juga tangannya yang terus memegangi rambut Lia tak kunjung dilepaskannya. Dan itu yang membuat tubuh Lia tidak roboh walaupun dalam keadaan pingsan.
Dan hingga, 'AARRGGHH..', berbarengan dengan terdengarnya longlongan serigala di malam purnama ini.
Kontol Tory kembali memuncrat-muncratkan bertetes-tetes spermanya, dan baru kali inilah nampak Tory roboh bersamaan dengan robohnya tubuh Lia yang masih pingsan.

Danny, si anjing yang setia, budak yang selalu patuh, pelayan yang tahu apa yang harus dikerjakannya. Dia beringsut mendekati kontol Tory yang nampak masih setengah tegak di selangkangannya yang terbuka. Danny dengan setia menjilati kontol yang masih basah itu. Lidahnya dengan telaten menjilati celah-celah, tonjolan, lipatan dan lubang kencing Tory yang tampak semakin indah di mata Danny itu. Setelah itu, perhatian Danny beralih ke lubang dubur istrinya. Sperma yang meleleh dari lubang itu warnanya agak berbeda, tidak hanya putih bening, ada semburat kuning hijau yang membaur. Sperma itu pasti telah bercampur dengan apa yang ada di dalam dubur Lia. Dan Danny benar, saat lidahnya mulai menjilat untuk menyedotinya, hidungnya diterpa bau yang khas, bau anal dan kotoran Lia. Tetapi justru hal itu membuat Danny semakin horny dan bergairah.

Terdengar rintihan halus Lia, rupanya Lia mulai sadar dari pingsannya. Dia sedikit menggeliat, rintihannya semakin jelas. Danny tanpa merasa terganggu tetap meneruskan tugasnya. Tiba-tiba dirasakannya ada yang menarik dan menjambak rambutnya. Pedro.. Danny ditariknya dan dilemparkannya hingga terjengkang di lantai. Seperti halnya Tory, Pedro meraih tubuh Lia hingga berposisi tengkurap. Kemudian dengan tangannya yang kokoh diangkatnya pinggul Lia sehingga posisi Lia kembali menungging. Sementara Lia yang baru akan sadar sepenuhnya, kembali merintih dan mengerang. Dan sebagaimana halnya Tory juga, Pedro sama sekali tidak mengacuhkan keadaan Lia. Lubang dubur yang baru saja dibersihkan dari sperma yang bercampur dengan kotoran Lia oleh lidah dan bibir Danny, kembali digasaknya.

Bersambung . . . .

Misteri Villa forest garden - 6

Kembali Lia mengaduh dan merintih merasakan pedih dan rasa panas yang sangat tak terperikan pada lubang duburnya. Kontol Pedro yang terus mengocok-ngocok lubang itu sama sekali tak mengendorkan serangannya barang sedikit pun. Semakin keras rintihan yang kemudian disusul tangisan dari mulut Lia, semakin beringas pula Pedro menusukkan kontolnya ke dubur Lia. Hingga akhirnya Lia kembali pingsan. Dan itu justru membuat Pedro menggila. Dia meracau, mengumpat, mencaci. Semua kata-kata kotor bertebaran dalam ruang kamar pengantin yang sempit itu.

Sementara itu Tory telah siuman, dan Danny melihat Tory mendekatinya. Tanpa ba-bi-bu, Tory menerkam Danny. Ditelentangkannya Danny ke lantai. Rupanya Tory nafsunya bangkit kembali saat menyaksikan Pedro ngentot pantat Lia. Dan bagi Tory sama saja. Dia tidak akan sabar menunggu Pedro. Ditindihnya tubuh Danny, selangkangannya dipaksanya terbuka. Kemudian kaki-kaki Danny diangkat ke pundaknya. Kontol yang kaku besar panjang ngaceng itu tanpa menunggu pelumasan langsung ditembakkan ke anal Danny.

Saat itu Danny agak sadar, bahwa sebagai lelaki dia belum pernah dientot sesama lelaki. Tetapi Tory ini adalah tuannya, dan Danny adalah anjing setianya. Dia akan melayani Tory sebaik-baiknya. Direngkuhnya tubuh berotot Tory, dipeluknya. Dan saat Tory mendaratkan bibir tebal untuk melumat bibirnya, dia menyambutnya dengan penuh kegembiraan. Kegembiraan seekor anjing yang dapat memuaskan tuannya.

Tetapi, saat kontol besar panjang milik Tory itu benar-benar menusuk dengan tajam ke lubang pantatnya, sebagaimana yang dirasakan oleh Lia, seakan ada besi membara yang menghunjam pada analnya. Sakit, pedih, perih dan panasnya yang luar biasa. Kesakitan yang amat sangat yang menimpa Danny membuat pandangannya kabur, kabur, kabur.., kemudian gelap.., menyusul Lia istrinya, Danny ikut pingsan..

Pukul 7, pagi harinya..
Danny menggeliat. Panas matahari pagi yang menembus jendela kamar Villa Forest Garden jatuh ke wajahnya sehingga membuatnya tersadar. Samar-samar terlintas dalam ingatannya saat-saat yang sangat menyakitkan tadi malam, dengan perasaan yang penuh putus asa dan hati yang sangat kecut Danny membuka matanya pelan. Dimana Tory dan Pedro? Pantatnya masih terasa pedih karena tusukkan kontol Tory semalam.

Dilihatnya sekeliling kamar dengan ekor matanya, dan.. Dengan cepat serta penuh keterkejutan, serta merta Danny bangun dengan masih berbugil. Ini bukan kamar yang tadi malam, kamar ini adalah kamar yang diberikan oleh Tory penjaga villa untuk pasangan Danny dan Lia. Lukisan di dinding, lampu meja, gordyn, meja dan kursi rias itu. Dan pintu kamar itu.., sudah utuh kembali.. Pintu yang tadi malam hancur roboh diterjang para begundal itu..?

Lantas kamar yang tadi malam itu di mana? Apakah Tory dan Pedro memindahkan mereka kembali ke kamar ini?
Nampak Lia masih tidur disampingnya, yang kemudian juga menggeliat bangun disebabkan sinar matahari yang juga jatuh ke wajahnya.
'Lia ..', Danny memanggilnya pelan
Lia langsung membuka mata dan dengan gelagapan cepat bangkit duduk pula. Seperti halnya Danny, matanya juga menyapu interior kamar itu.
'Mas, kita dimana? Mana Tory dan Pedro ..?'.

Tapi Danny tidak langsung menjawab. Disingkapnya selimut istrinya. Masih sama-sama bugil. Di bukanya paha, selangkangan, dilihatnya mendekat, ada bercak darah mengering di pahanya. Itu pasti darah keperawanan Lia, tapi aku khan belum jadi bersanggama dengan kamu? Jadi..? Danny sepertinya protes. Atau kita hanya mimpi..? Mungkinkah ada mimpi kembar? Dua orang dalam mimpi yang sama? Mengalami kejadian yang sama? Dan akhirnya merasakan kepedihan yang sama pula? Tapi..

'Ssstt ..', dengan berjingkat Danny mengajak bangun.
Pertama-tama diintipnya keluar jendela. Aahh.., alangkah damainya. Pemandangan di luar jendela yang sangat asri dan segar. Nampak danau kecil di kejauhan yang ditimpa sinar matahari pagi, kabutnya belum sepenuhnya hilang dan kijang-kijang yang merumput. Indahnya alam ini.

Kemudian mereka menuju ke pintu. Masih terkunci tepat sebagaimana saat dia menguncinya tadi malam sebelum naik ke ranjang. Danny memutar kunci, klek.., dan memutar handlenya. Pintu terbuka. Dengan menuntun tangan Lia pelan-pelan, Danny melangkah keluar kamar, terus keluar, menuju beranda, tak ada meja besar, tak ada tiang obor itu, tak ada..

'Selamat pagi, Pak', sambut seorang lelaki tua, agak renta, disampingnya tampak lelaki yang agak muda, rasanya mereka bersaudara, mungkin bapak dengan anaknya.
'Pagii Pak, apa kabar?', Danny dan Lia berbareng menyahut.
'Bapak mau minum apa? Eeehh, maaf Pak. Saya baru bisa menghadap Bapak sekarang. Saya dan anak saya ini baru mudik dari desa seberang, maklum ada tetangga yang menikah, tidak enak kalau tidak datang..', Pak tua itu minta maaf pada pasangan Danny dan Lia.
'Ooohh yaa? Bapak ini siapa..?', tanya Danny dengan penuh curiga..
'Saya pelayan Pak Sumitra, Pak. Nama saya Tory. Dan ini anak saya Pedro yang menemani saya menjaga kebun Pak Sumitra ini..'.

Danny dan Lia tercekat. Tangan Lia yang langsung berkeringat dingin meremas tangan Danny.
'Ohh.., lantas yang tt..', Danny tidak menyelesaikan pertanyaannya karena keburu tangan Lia meremasnya agar tidak berbicara lebih jauh..
Suasana menjadi misterius. Tiba-tiba terdengar telepon berdering di kamar tidur mereka.
'Sebentar Pak..', Danny buru-buru beringsut sambil menarik tangan istrinya kembali ke kamar tidur.
Terdengar di ujung telepon, 'Hallo Danny, Lia, selamat bulan madu yaa..', itu suara Sumitra rekan Danny.
Lama Danny tidak menyahut, hingga, 'Hallo, ini Danny ya.., atau Lia..?'
'Yaa, yaa.. ini Danny.. apa kabar Pak Mitra?',
'Baikk, gimanaa.. enak tidur semalamm..?',
'Yaa.. enak Pakk.. terima kasih yaa..', Danny tidak ingin menceritakan peristiwa yang dialaminya.
'OK, baiklah, aku tidak akan mengganggu anda semua lho. Cuma cek dan ricek saja. Kalau perlu apa-apa suruh saja Pak Tory atau Pedro, mereka baik koq. Mereka sudah saya suruh untuk melayani sebaik-baiknya anda berdua. Jangan khawatir. O yaa, kalau ada perlu apa-apa telepon aku saja, nanti kubantu. Selamat Honey Moon.., byee..'.
Danny dan Lia langsung terduduk lemas. Lantas siapa yang mengaku Tory dan Pedro tadi malam? Dimana bunga sedap malam itu?
'Itu bukan mimpiku sendiri khan, Ma? Mama juga mimpi yang sama khan? Mama masih ingat saat pintu itu didobrak para begundal hingga hancur khan Ma? Mama lihat sendiri khan bagaimana ulah para begundal brutal itu?'
Pertanyan yang sama persis antara Danny dan Lia yang semua jawabannya semakin membuat misteriusnya apa yang dialami oleh Danny dan Lia semalam.

Dengan penasaran Danny menengok kamar sebelah. Terkunci. Dia perhatikan handlenya, diraihnya. Lho berdebu sekali, bukankah semalam Pedro membuka dan menutup pintu ini, yang tentunya meraih handle pintu ini..? Dengan alasan kagum dengan villa indah itu, Danny minta agar dibukakan pintu kamar itu pada Pak Tory. Agak lama Danny menunggu Pak Tory mengambil kunci.

'Maaf pak, kuncinya terselip di loteng, jadi saya cari dulu. Soalnya kamar ini sudah lama tidak pernah dibuka'.
Di kamar itu Danny melihat barang-barang tua, antik, yang ditumpuk begitu saja. Ada alat masak jaman Belanda, sendok garpu jaman Belanda, ada tangkai obor untuk para ambtenaar kalau bikin pesta kebun. Dan itu.., gramaphone di atas lemari tua.., Danny menggigil.
'Ini barang peninggalan pemilik lama Pak, orang Belanda, suami istri, kemudian diusir pulang ke negerinya karena ketahuan memperkosa pelayan lelakinya, aneh ya pak, sudah lama sekali, mungkin ada 70 tahun yang lalu, masih jaman Kompeni kata orang..', ujar Pak Tory.

Danny terkesiap mendengar cerita Pak Tory dan saat melihat barang-barang itu. Bukankah barang-barang ini yang tadi malam dipakai Tory untuk alat-alat makan malam? Dia tidak berani bertanya lebih jauh. Dia dapat mengira-ngira sendiri kurang lebih apa yang sebenarnya terjadi pada waktu itu.

Kemudian dia merapat ke dinding yang memisahkan kamar itu dengan kamar pengantin yang ditempatinya. Sekali lagi, Danny sungguh terkejut.., dilihatnya kotak yang dia gunakan sebagai tempat berdirinya semalam. Dan.. lubang itu.. tepat masih ada di situ.. Dan pada dinding itu.. Danny melihat ada cairan yang telah mengering.. Itu adalah spermanya yang muncrat tadi malam menyusul sesaat setelah Tory melepas spermanya juga.. Bulu kuduk Danny langsung berdiri..

Dan oleh karena ketakutannya yang amat sangat, dengan tanpa menunggu lebih lama lagi, Danny dan Lia memilih berbenah untuk pulang. Meninggalkan villa misterius itu. Setelah memberikan beberapa lembar ratusan ribu rupiah kepada Pak Tory dan Pedro, dengan alasan ada panggilan dari Jakarta, tanpa sempat meminum minuman yang disuguhkan oleh Pak Tory, Danny dan Lia segera meluncur membawa mobilnya, lari dari villa itu, pulang.

Sepanjang perjalanan mereka tidak banyak bicara. Masing-masing sepertinya telah terkena serangan trauma yang sangat hebat. Sangat menakutkan. Mereka berkesimpulan hutan tropis itu sangat angker. Apakah Pak Sumitra tidak tahu? Ataukah dia tidak percaya akan hal-hal seperti itu, sehingga dia tidak pernah memberi tahu padanya? Dan karena khawatir akan menimbulkan akibat yang tidak mengenakkan bagi kehidupan mereka berdua, Danny dan Lia sepakat untuk mengubur saja pengalaman yang mereka alami di villa itu. Mereka sepakat untuk tidak menceritakannya pada orang lain.

Dan pada akhirnya..
Tak ada hal yang berubah dalam pandangan umum pada kehidupan Danny dan Lia. Bagi orang lain di sekitar Danny dan Lia, keluarga di rumah, teman-teman kantor dan para relasi segalanya berjalan sebagaimana sebelumnya. Danny dan Lia secara teratur tetap rajin mengunjungi sanak saudaranya atau teman-temannya. Juga tidak pernah absen dari berbagai acara-acara keluarga maupun pertemuan-pertemuan antar teman sejawat.

Tetapi sebenarnya di luar pengetahuan orang lain, Danny dan Lia bukanlah Danny dan Lia yang pernah mereka kenal sebelum peristiwa bulan madu itu. Kini mereka menjadi pasangan yang paling terbuka dan dapat mengungkapkan masing-masing keinginannya dari lubuk hatinya yang paling dalam. Dan sekaligus dapat memenuhi harapan para undangan dalam pesta perkawinan mereka yang lalu, 'Semoga Danny dan Lia merupakan pasangan yang saling mendukung, membantu dan mengisi kekurangan yang satu terhadap yang lain'.

Pada suatu hari, sesaat setelah mereka berhubungan badan sebagaimana layaknya kehidupan suami istri.
'Mass.. aku rasanya koq ingin yang besaarr sekali.. bisa nggak, Mmaass..?',
'Oh yaa..? YANG HITAM yaa..? Aa.. aa.. aku ss.. setuju sekalii.., aku cc.. cariin yaa..?! Nanti aku yang NGELAYANIN yaa..?'.
Mata Lia nampak berbinar..

Jakarta, April 2003

Tamat

Budak pemuasku - 1

Saya adalah seorang wanita, single dan telah 8 tahun bekerja di sebuah perusahaan multi national yang terkenal, mungkin para pembaca mengetahui sebagai pekerja apalagi di sebuah perusahaan yang besar, karir kita tidak akan pernah mencapai posisi puncak, tentunya posisi ini biasanya diisi oleh seorang Expat yang ditunjuk langsung oleh headquarters yang bertempat di luar negeri.

Selama 8 tahun saya terus berambisi dan bekerja keras untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi lagi, dimana bukan hanya imbalan materi dan fasilitas yang lebih baik, tetapi juga untuk mendapatkan kekuasan yang lebih, hal kedua ini sifatnya lebih condong untuk kepuasan batin.

Saya rasakan juga bahwa hal ini lumrah bagi manusia untuk mendapatkan hal yang lebih dan kelebihan itu selalu berkisar di antara hal hal tersebut, hanya setiap orang mempunyai hasrat dan ambisi yang berbeda beda dan di tambah dengan faktor talenta, kemauan untuk kerja keras dan faktor keuntungan tentunya tidak semua orang akan mendapatkan level yang sama.

Di perusahaan di tempat saya bekerja, saya terkadang merasa tertekan di mana atasan saya selalu menganggap saya sebagai budaknya dan segala hasil kerja keras saya selalu di ambil creditnya untuk atasannya lagi. Terkadang sebagai wanita kita juga sering di lecehkan (tidak secara sexual dalam case saya) tetapi dalam arti batas kemampuan kita, kelemahan dan lain sebagainya. Saya mengerti di dunia ini dan sudah menjadi kenyataan ada kecenderungan pria dianggap sebagai manusia yang lebih dalam segala hal sehingga segala sesuatunya akan lebih baik bila pria yang mengerjakannya sehingga mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi.

Oleh karena hal tersebut di atas saya berkesimpulan bahwa sebab sebab dari kesukaan saya untuk menjadi seorang Domina dalam fantasi permainan sex ini mungkin berawal dari ketidak puasan saya dengan kejadian kejadian dan situasi di tempat kerja saya tersebut. Permainan fantasi sex ini seakan membalaskan dendam saya terhadap ketidak puasan dan keadaan di tempat saya bekerja sehingga secara kejiwaan saya bisa menjadi sangat menikmati dan puas bila dapat melihat seorang pria tidak berdaya dan menurut atas kemauan saya apalagi ketidak berdayaannya itu dilakukannya sendiri dengan sukarela dan senang hati.

Pertanyaan pertanyaan dari para pembaca yang menanyakan akan sebab dari kesukaan saya ini semoga bisa dengan jelas terjawab dalam penjelasannya yang saya ungkapkan dengan sejujur jujurnya diatas.

Mungkin cukup penjelasan saya mengenai back ground dari kesukaan saya ini, kali ini saya ingin menceritakan pengalaman saya dengan seorang pria yang kebetulan juga cocok dengan fantasi saya dan juga cocok selera dengan saya dari segi fisik maupun sifatnya.


Seleksi dan Recruitment

Pertemuan saya dengan budak cowok saya yang baru ini berawal dari email. Setelah pemuatan cerita saya yang berjudul "Pemijat Submissive", banyak sekali cowok yang berkirim surat kepada saya untuk meminta dijadikan budaknya. Namun dari sekian banyak email saya memilih beberapa saja yang saya balas, tentunya dari balasan yang ada saya juga menyeleksi ulang lagi cowok-cowok yang mendaftar untuk menjadi budak saya.

Kriteria pemilihan saya terutama adalah orang yang intelegent, open minded dan tentunya benar benar menghayati perannya sebagai seorang budak. Kemudian saya juga memeriksa background orang tersebut dari segi materi, kebersihan dan status perkawinan. Saya sengaja mencari orang yang status sosialnya cukup tinggi, sudah kawin dan cukup mapan, pertimbangan ini saya pilih untuk menghindari masalah privacy saya di dunia luar, karena saya juga yakin seorang dengan kriteria yang tadi juga ingin rahasia jati dirinya di jaga sehingga kami bisa saling menjaga privacy.

Dari proses penyaringan tersebut akhirnya saya memilih satu kandidat yang saya pikir cukup memadai, namanya Anwar. Dia adalah seorang Chinese yang cukup mapan, berasal dari keluarga yang terhormat, sudah kawin dan berusia 32 tahun. Setelah kurang lebih 1 bulan kami saling mengenal diri melalui telepon dan email akhirnya saya merasa sudah cukup comfortable untuk bertemu langsung dengan dia.

Pertemuan kami atur di sebuah Mall besar di Jakarta Barat yang sangat terkenal dan ramai, pertemuan ini di sepakati pada hari dan jam kerja, di sebuah coffe shop.

Saya sengaja datang 60 menit lebih awal untuk mempelajari situasi dan menyiapkan jalan untuk back out dari pertemuan ini bila ternyata si Anwar itu tidak cocok dengan deskripsi yang telah dia berikan, terus terang pembaca saya sangat nervous sekali waktu itu.

Sambil duduk dan minum cafe late yang sudah dihidangkan saya berharap harap cemas menunggu pertemuan dengan Anwar, jantung saya berdebar debar keras, dan efek dari coffe yang saya minum sepertinya membuatnya menjadi tambah parah. Tiba tiba telepon HP saya berdering, sepertinya jantung saya hampir copot mendengarnya, memang kami sudah berjanji untuk saling menelpon bila sudah dekat di lokasi.

"Hello Mbak, saya Anwar.."
"Oh iya.. Sudah dimana kamu?" desahku sambil gemetar.

Sambil menjawab saya melihat ke sekeliling coffe shop, ketika itu saya melihat seseorang cowok yang sedang berdiri dan celingukan sambil menelpon. Mata kami beradu dan dia tersenyum sambil mengangukan kepalanya, seketika itu saya langsung tahu kalau cowok itu adalah Anwar yang sepertinya sudah saya kenal walau hanya melalui telepon dan email. Dia berjalan menghampiri saya sambil tersenyum dan menyodorkan tangannya untuk berjabatan tangan.

Para pembaca, pertemuan yang mendebarkan ini ternyata cukup menyenangkan, saya seketika merasa nyaman sekali berada di dekat si Anwar setelah bertemu dan mengobrol ngalor ngidul tentang kehidupan kami. Orangnya menurut saya sangat open minded, pintar dan sedikit pemalu, secara fisik cukup menarik, tingginya sekitar 180 cm, kulitnya putih bersih kecoklatan, rambut pendek, badan cukup berisi hanya sedikit gemuk di sekitar pinggang.

Tanpa terasa kami sudah ngobrol selama 1 jam, selama ngobrol mata kami saling bertatapan, dan saya melihat ketulusan dan kejujuran di sorot matanya, sesekali dia menundukan mata bila saya bertanya yang sifatnya sangat pribadi, saya merasa berada diatas angin dan mendominasi pembicaraan. Bahan pembicaraan kami sama sekali tidak menyinggung mengenai permainan sex yang kita gemari tetapi lebih banyak ke keluarga, kerja dan lain lain. Sepertinya kita bisa saling terbuka dengan kehidupan kami. Saya juga merasakan adanya peningkatan atas kepercayaan dan merasa comfortable dengan dia.

Setelah pertemuan itu, kita berjanji untuk saling kontak untuk pertemuan berikutnya melalui email dan telepon, mungkin kita malu untuk memulai pembicaraan tentang fantasi permainan yang memang kami sukai itu secara langsung, mungkin karena ini pun pertemuan pertama kita.

Setibanya saya di rumah saya langsung menyalakan note book dan mulai menulis email untuk Anwar untuk pertemuan kita yang lebih lanjut. Di dalam email intinya saya menyatakan kepada dia bahwa saya ingin menjadikan dia seorang budak sex pemuas nafsu yang mengabdikan badan dan jiwanya kepada saya sebagai Mistressnya, tentunya dengan batas batas tertentu yang dia punyai, untuk itu saya menanyakan komitmen dia dan batas batas yang di sanggupi oleh dia.

Di dalam email saya juga menulis semacam pernyataan atau perjanjian mengenai kerahasian dan kebersihan yang harus di lengkapi dengan hasil pemeriksaan lab atas bebasnya dia dari penyakit penyakit kelamin sebagai syarat saya untuk menyewa dia sebagai budak sex saya.

Setelah kurang lebih 1 minggu (yang serasa lama sekali) saya mendapatkan email balasan dari si Anwar. Dengan berdebar debar saya mulai membuka dan membaca email balasan darinya. Di dalam emailnya dia menyanggupi segala syarat dan keinginan saya, dia juga bahkan melampirkan hasil scan dari hasil pemeriksaan lab yang meluluskan dia dari penyakit penyakit. Dia sangat ingin segera mengabdikan dirinya untuk saya dan juga menuliskan batasan batasan yang dia inginkan.

Pembaca, menurut saya batasan batasan yang di berikan oleh dia cukup bisa dimengerti. Batasan utama yang diinginkan adalah mengenai kerahasiaan sehingga permainan hanya berlaku di dalam tempat yang aman dan discreet dan di luar dari itu hubungan kita tetap hanya sebagai teman biasa, sehingga "public humiliation/punishment" tidak bisa di terapkan di dalam permainan kami. Batasan lainnya juga mengenai penyiksaan yang sampai menimbulkan luka permanen atau mengeluarkan darah juga tidak dapat di tolerir karena dapat menimbulkan bekas dan berbahaya. Kemudian ada juga batasan untuk permainan "force feminization" atau dimana saya melecehkan dia dengan mendandani dia dengan pakaian perempuan. Sebagai tambahan safety kami juga mempunyai semacam kata kode, dimana bila dia atau saya mengatakan kode itu semua permainan akan berakhir.


Bersambung . . . . .. .

Budak pemuasku - 2

Setelah semua formalitas tersebut dibicarakan dan di sepakati, akhirnya tibalah saatnya untuk saya menikmati budak sex baru yang saya recruit. Kami berjanji untuk bertemu di sebuah hotel di Jakarta di waktu jam kerja, setelah makan siang sampai sore hari. Saya menuliskan instruksi instruksi untuk persiapan apa saja yang harus disediakan pada saat pertemuan tersebut melalui SMS dan email.

Saya menginstruksikan dia untuk menyediakan sebuah rantai anjing yang mengunakan kulit pada pegangan penuntunya, jepitan baju, lilin putih yang besar, sebatang pengaris kayu, dasi dasi tua yang banyak, borgol besi 1 pasang, sarung tangan latex dan KY Jelly. Pada saat saya menulis itu, jantung saya berdebar debar dan muka saya terasa panas karena sudah membayangkan hal apa saja yang akan saya lakukan ke dia. Imajinasi saya berlari ke mana mana dan gambaran gambaran akan siksaan siksaan yang akan saya lakukan membuat saya menjadi sangat horny.

Pada hari yang sudah di sepakati, pagi pagi hari sekali saya menelpon kantor untuk meminta ijin untuk tidak masuk hari itu, dan saya sudah sengaja untuk mengalihkan semua appointment yang ada di hari itu untuk direschedule ke esokan harinya. Asisten pribadi saya juga sudah saya beritahu bahwa hari ini saya ada keperluan mendesak yang harus diselesaikan di luar kantor, sehingga semua urusan yang ada saya delegasikan ke asisten saya.

4 jam sebelum waktu yang di sepakati saya menulis SMS ke Anwar untuk detail persiapan yang harus dia lakukan, sehingga pada waktu saya datang di kamar hotel yang sudah di siapkan olehnya dia sudah siap untuk melayani saya. Saya meminta dia untuk mandi yang bersih (kalau perlu luluran), dan berdiri menunggu saya di depan pintu dalam kamar hotel dalam keadaan telanjang bulat dan mengenakan rantai anjing di lehernya dengan mata yang di tutup erat oleh sebuah dasi berwarna hitam. Saya juga meminta rantai anjing tersebut dililitkan di sekeliling lehernya dan dengan kulit penuntunnya digigit di mulutnya.

Kurang lebih jam 12 siang saya mendapat SMS dari Anwar yang berbunyi, "Saya sudah siap dan sedang menunggu di kamar 1811 untuk digunakan oleh kamu" melihat kata kata di SMS itu darah saya terkesiap dan bulu di tengkuk saya merinding membayangkan kenikmatan yang akan saya peroleh.

Saya bergegas mengenakan sepasang pakaian dalam lace saya yang berwarna hitam dan di baluti oleh sebuah blouse putih yang tipis serta satu stel blaser dan rok berwarna abu abu tua, saya juga sengaja menyemprotkan winyak wangi sekujur tubuh saya sehingga menjadi sangat semerbak wangi menggoda bila saya berjalan. Setelah berdandan saya dengan tergesa gesa mengambil kunci mobil saya dan mulai menyetir ke arah hotel tempat kita berjanji yang di tempuh kurang lebih hanya 15 menit.


The Game is Beginning

Tibalah saya di depan pintu kamar hotel, saya memencet bel yang berada di depan pintu kamar. Seketika pintu di buka, ini menandakan budak saya sudah dengan tepat mengikuti instruksi dari saya. Segera saya masuk dan menutup pintu dan mengunci rantai pintu dalam. Saya melihat di depan saya seorang pria budak pemuas saya sedang berdiri tegap dengan posisi tangan silang ke belakang punggung dan kaki sedikit terbuka lebar, kelihatannya dia sangat menghayati perannya sebagai budak saya, terlihat penisnya sudah setengah ereksi mungkin karena sangat berantisipasi menunggu kedatangan saya, saya tersenyum melihat pemandangan di depan saya, selama kurang lebih 2 menit saya mempelajari badan yang akan diberikan kepada saya dalam 4-5 jam ke depan.

Para pembaca, saya sengaja menginstruksikan Anwar untuk mengenakan penutup mata, sehingga dia tidak dapat melihat ekspresi muka saya yang mungkin sedikit grogi atau tersenyum geli melihat dia yang sedang menggunakan rantai anjing dan mengigit kulit penuntun rantai anjing yang berwarna merah itu. Saya tidak mau wibawa saya hilang karenanya, jadi lebih baik matanya tertutup, dan saya pikir harusnya untuk dia sensasinya lebih besar juga bila dia pasrah dan tidak bisa melihat siapa yang datang dan mengunakan badannya.

Pelan Pelan saya ambil kulit penuntun rantai anjing yang di gigit di mulutnya dan melepaskan beberapa lilitan rantai besi yang berada di lehernya, kemudian saya menuntun dia ke tengah ruangan kamar di depan tempat tidur. Dengan posisinya berdiri yang sama dan dengan kepalanya menunduk. Saya berjalan perlahan mengelilingi dia sambil memeriksa dan menginspeksi badannya yang putih kecoklatan dan bersih itu.

Sekali kali saya membelai belai badannya untuk merasakan apakah dia sudah luluran dan mandi dengan bersih. Dengan lembut dan perlahan saya juga meremas remas penis dan kantung dimana dua buah bolanya berada untuk merasakan kejantanannya, dan menciumi dadanya dengan lembut untuk merasakan bau aroma badannya yang sebentar lagi akan saya pakai dengan seenak enaknya.

Anwar budak saya itu pasrah dan diam saja, saya bisa merasakan bahwa dia sangat excited sekali dengan perlakuan saya itu, sekali kali dia melenguh keenakan pada saat saya menyentuh bagian bagian sensitif di badannya. Setelah kurang lebih 10 menit saya melakukan inspeksi badannya dan puas dengan hasil inspeksi saya duduk di depannya di pinggiran ranjang.

Saya berkata, "Sekarang kamu berlutut..!". Dengan patuh dia menjatuhkan lututnya untuk berlutut di atas karpet, dengan mata masih tertutup dan kepala yang menunduk.

Kemudian dengan lembut dan tegas saya berkata di depan mukanya..

"Mulai detik ini, kamu adalah budak saya, badan dan jiwa kamu menjadi milik saya sampai sesi ini selesai, kamu enggak berhak lagi atas badan kamu, penis kamu, lidah kamu, muka kamu, tangan kamu, kaki kamu semuanya gunanya untuk memuaskan saya, kamu ngerti..?"
"Saya mengerti, silakan Ibu memakai badan saya untuk kesenangan dan kepuasan Ibu dengan seenak enaknya dan seegois egoisnya tanpa memikirkan saya sama sekali, semoga saya dapat memberikan kenikmatan buat Ibu, bila tidak silakan saya di hukum dan di siksa..", jawabnya dengan gemetar.
"Oke.. Bagus.." jawab saya.
"Mulut kamu juga tidak boleh bicara tanpa ijin, kecuali bila saya beri pertanyaan, kalau enggak badan kamu nanti saya siksa", lanjutku. Dia menganggukkan kepalanya dengan pasrah.

Saya beranjak berdiri sambil melepas blazer untuk menjadi lebih nyaman. Saya mengacuhkan keadaan slave saya yang masih berlutut telanjang di kamar hotel, seakan akan dia hanyalah sebuah benda yang bernafas dan berfungsi untuk saya nikmati bila saya inginkan. Saya berjalan jalan di kamar, melihat lihat pemandangan di jendela kamar hotel, menyalakan TV dan memilih milih channel yang bagus sambil tidur-tiduran. Kemudian perhatian saya tertumpu kepada sebuah tas gym yang berwarna hitam yang terongok di sudut kamar.

Satu persatu saya keluarkan barang barang yang ada di dalam tas itu dan saya susun di atas ranjang. Salah satu benda yang ada adalah sebuah borgol besi, saya ambil dan saya kenakan borgol itu ke dua tangannya dibelakang punggung budakku yang sedang berlutut. Sambil mengenakan borgol, saya berkata,

"Saya suka melihat melihat budak kesayangan saya menderita kesakitan dan enggak berdaya, jadi sekarang kamu akan saya siksa walaupun kamu enggak ngelakuin kesalahan apa apa, tapi penderitaan kamu bikin saya jadi terangsang, kamu senang kan di gituiin..?".
"Silakan Bu, saya senang sekali"

Saya ambil beberapa penjepit pakaian, kemudian saya cubit puting dadanya dan saya jepit masing masing satu penjepit di setiap puting. Belum puas melihat ringgisan di mukanya saya ambil lagi beberapa jepitan dan saya jepitkan di kantung dimana tempat dua biji penisnya berada, reaksinya sungguh luar biasa, setiap saya menjepitkan satu jepitan, dia melenguh kesakitan dan bergerak gerak kakinya, sehingga ada beberapa jepitan yang jatuh dan berbunyi, "Snnapp..".

Saya jambak rambut dia dan saya bilang, "Jangan gerak gerak! Atau nanti penis kamu saya jepit juga..".

Dengan patuh dia berusaha untuk diam dan menahan sakit. Terlihat dia mulai mengigit bibir bawahnya dan badannya gemetar menahan sakit, peluh mulai membasahi badannya yang sexy.

Saya duduk di depannya tersenyum menikmati hasil kreasi yang saya ciptakan, terlihat jepitan baju yang berwarna warni memenuhi areal sekitar penisnya dan sepasang jepitan di nipplenya. Kemudian saya memerintahkan dia untuk melakukan jongkok berdiri selama 20 kali dengan badan yang tegap lurus, dan saya suruh dia menghitung jumlah jongkok berdiri itu dengan keras.

"Satu.. Dua.. Tiga.." dan seterusnya.

Nafasnya mulai terengah engah dan keringat mulai membanjiri badannya sehingga menimbulkan efek mengkilat pada otot otot dibadannya yang sexy itu. Sesekali karena gerakan jongkok berdiri itu beberapa jepitan lepas, dan setiap jepitan lepas budak saya menggumam menahan rasa sakit. Oh rasanya nikmat sekali melihatnya seperti itu, dan saya mulai horny dan basah karenanya. Setelah selesai saya suruh dia berdiri, dan saya berjalan mengitarinya sambil membelai belai badannya yang basah oleh keringat, sesekali saya menyuruh dia untuk menjilati jari jari saya yang basah karena memegang megang keringat di badannya.

Saya mengambil handuk kecil di kamar mandi, dan melepaskan borgol dan ikatan matanya, kemudian saya memberikan handuk itu sambil berkata,

"Bersihin keringet di badan kamu.. Sekarang kamu harus puasin saya yah.. Ayo kalo udah selesai keringin keringet kamu, buka baju saya satu persatu dan gantung baju saya yang rapi jangan sampai ada yang lecek."

Dengan patuh dia mulai melap badannya yang berkeringat, kemudian dengan kepala menunduk dia menghampiri saya.

"Ayo sekarang buka bajuku.."
"Baik Bu.., maaf, permisi Bu.."

Bersambung . . . . ..